JAKARTA, KOMPAS.com - Penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021 di DKI Jakarta menuai kritikan dan mendapat keluhan para orangtua.
Sistem PPDB yang diberlakukan tahun ini dinilai tidak adil sebab mengutamakan calon murid yang berusia lebih tua.
Sejumlah orangtua murid merasa nilai rapor bukan menjadi suatu hal yang berguna untuk menentukan siswa bisa masuk ke sekolah negeri.
Savira Maulidia (22), warga Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat, yang sedang mengurus pendaftaran adiknya yang baru lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) misalnya. Dia menceritakan, adiknya berkali-kali tidak lolos PPDB di semua Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dipilihnya.
Baca juga: PPDB Jakarta dan Polemik soal Prioritas Siswa Berusia Lebih Tua...
Pada awalnya sang adik ikut serta dalam PPDB jalur afirmasi. Namun adinya itu tidak lolos.
"Kalau belum keterima di manapun masih bisa coba ikut seleksi lagi. Ya sudah diajuin lagi. Pilih sekolah yang masih satu kelurahan, tapi tetap kalah sama yang umurnya tua," tutur Savira, Kamis (25/6/2020).
Ketika jalur zonasi dibuka Kamis ini, Savira kembali mendaftar sang adik ke sekolah negeri seiring dengan pembukaan PPDB jalur zonasi itu.
Hasilnya, sang adik kembali terlempar dari daftar calon siswa dan tidak lolos karena usianya yang lebih muda dari peserta lain.
"Bertahan cuma sampai siang, mental lagi di semua sekolah. Umur adik saya 15 tahun 4 bulan, tetapi sekarang zonasi umur terendahnya 15 tahun 7 bulan," lanjut dia.
Savira berpendapat, sistem PPDB yang mengedepankan siswa berusia lebih tua tidak tepat. Para calon peserta didik sudah berusaha mengejar nilai sebaik mungkin agar bisa masuk ke sekolah negeri.
"Enggak diterima sekolah negeri karena nilai itu masih masuk akal dan bisa diterima. Tapi kalau karena umur kurang itu enggak adil," kata Savira.
Kendati tidak lolos di dua jalur PPDB, Savira mengaku masih belum menyiapkan sekolah swasta untuk menjadi cadangan jika adiknya pada akhirnya tidak diterima sekolah negeri.
"Swasta masih bingung di mana. Lagi Covid gini enggak bisa survei sekolah juga. Terus masih mau coba lagi, ada jalur selanjutnya lewat prestasi dan itu baru dilihat nilainya," kata Savira.
Kondisi serupa dikeluhkan Astuti (33), warga Kelurahan Srengseng Sawah. Dia mendaftarkan anaknya yang baru lulus sekolah dasar (SD) ke sejumlah SMP negeri melalui jalur PPDB zonasi.
Namun, Astuti harus menerima hasil yang mengecewakan karena sang anak langsung tergeser dari daftar penerima calon siswa baru di sekolah yang ditujunya.
"Sudah pilih tiga sekolah hasilnya mengecewakan. Karena anak saya kan lumayan baguslah nilainya, tetapi langsung terlempar namanya," kata dia ketika dihubungi Kompas.com, Kamis.
Padahal, lanjut Astuti, anaknya memiliki nilai yang cukup bagus dan dianggap layak untuk masuk ke salah satu sekolah yang dipilihnya.
Namun, karena baru berumur 12 tahun lebih enam bulan, sang anak harus tergeser oleh calon peserta didik lain yang berusia lebih tua.
Menurut dia, pendaftar jalur zonasi di sekolah-sekolah yang dipilihnya berusia di atas 12 tahun 10 bulan hingga 13 tahun ke atas.
"Jadi pas daftar itu kan ada nilai rapor juga tuh. Tapi jadinya itu nilai enggak berguna, ada daftar nilai tapi itu tidak berlaku gitu karena yang diambil usia yang lebih tua," ujar dia.
Astuti mengatakan, dia akan mencoba mendaftar anaknya ke sekolah negeri melalui jalur prestasi akademik.
Meski begitu, dia sudah mulai mencari sekolah swasta untuk berjaga-jaga jika kembali tidak lolos.
"Sekolah swasta sudah ada cadangan. Tapi coba jalur prestasi dulu, optimislah pokoknya anaknya kan lumayan juga," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.