"Menyatakan terdakwa Syahrial Alamsyah alias Abu Rara tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana terorisme, melanggar Pasal 15 junto Pasal 6 junto Pasal 16 A UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang," ujar Kamsi, seperti dikutip Antara.
Menurut pengacara, Abu Rara bersalah karena melanggar Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, bukan tindak pidana terorisme.
Setelah nota pembelaan dibacakan dari kuasa hukum, Abu Rara secara pribadi menyatakan tidak terbukti melakukan pemufakatan jahat dalam bentuk tindak pidana terorisme.
"Saya sama sekali tidak terbukti, pak hakim," ujar Abu Rara dari sambungan telekonferensi di Rumah Tahanan Khusus tindak pidana terorisme di Cikeas, Bogor, Jawa Barat.
Namun hakim berkata lain, dalam sidang putusan, Abu Rara divonis sesuai dengan Pasal yang didakwakan Jaksa yakni Pasal 15 Juncto Pasal 6 Juncto Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.
Di persidangan, Abu Rara meminta maaf kepada ajudan Wiranto, Ahmad Fuad Syauqi karena melukainya dengan senjata tajam.
Permintaan maaf tersebut disampaikan melalui kuasa hukum Abu Rara, Faris, dalam sidang telekonferensi agenda pemeriksaan saksi di Ruang Sidang Ali Said Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (23/4/2020).
"Saya meminta maaf atas kejadian yang menimpa bapak (Fuad). Memang benar ada kejadian itu, hanya ditujukan pada Pak Wiranto," ujar Abu Rara melalui Faris, seperti dikutip Antara.
Kemudian, Abu Rara meminta maaf kembali pada orang-orang yang terluka karena terkena imbas penusukan darinya dan istrinya, Fitria Diana.
Pengamat militer dan pertahanan Connie Rahakundinie Bakrie memberikan sejumlah catatan terkait kerja intelijen setelah terjadinya penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto.
Menurut Connie, berdasarkan keterangan Kepala BIN Budi Gunawan, keberadaan pelaku yang diduga bagian dari jaringan JAD sudah teridentifikasi sejak tiga bulan lalu.
"Nah apakah setelah 3 bulan setelah identifikasi itu ada penindakannya, apakah disisir atau diamankan," kata Connie saat dihubungi Kompas.com, Jumat (11/10/2019).
"Kita mendorong pihak intelijen harus lebih mampu memainkan 'giginya'," lanjut dia.
Connie menilai, seharusnya, dalam radius beberapa meter, area yang akan didatangi Wiranto sudah steril.
"Nah, saya rasa pengamanan untuk VVIP itu ada levelnya. Level A misalnya Presiden, level A- misalnya Menko-Menko, lalu kemudian level B menteri yang lain, level C menteri apa, dan seterusnya," papar Connie.
Dengan penetapan level-level pengamanan itu, bisa mendeteksi potensi ancaman yang akan terjadi.
Potensi yang sudah terbaca itu, menurut dia, seharusnya sudah ditindaklanjuti demi keamanan pejabat publik.
"Nah itu tolong memang harus data intelijen, itu harus segera dieksekusi," kata Connie.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.