JAKARTA, KOMPAS.com - Di kota-kota besar di Indonesia, tren bersepeda kembali digandrungi saat pandemi Covid-19 melanda.
Tren ini dianggap selaras dengan gaya hidup sehat. Meski begitu, layaknya olahraga pada umumnya, ada kemungkinan bahwa tren ini justru meningkatkan risiko kesehatan.
Buktinya, belakangan ini, muncul sejumlah insiden kematian yang mendera pesepeda. Serangan jantung dianggap jadi penyebabnya.
Sejauh ini, baru satu kasus yang terkonfirmasi serangan jantung, yakni meninggalnya seorang pria saat bersepeda di Jalan Raya Cimatis Kelurahan Jatikarya, Kecamatan Jatisampurna, Bekasi pada Minggu (21/6/2020).
Baca juga: Banyak Pesepeda Mendadak Meninggal Dunia, Dokter Spesialis: Jangan Digeber!
Serangan jantung pada kematian lainnya, seperti di Alam Sutera, Tangerang Selatan beberapa waktu lalu, masih berupa dugaan.
Dokter spesialis jantung Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Dian Zamroni tak menampik bila risiko serangan jantung memang juga mengintai para pesepeda.
"Ada orang yang lagi getol-getolnya karena baru pertama kali, kemudian memaksa sehingga kapasitas fungsi jantungnya seperti digeber," kata Dian kepada Kompas.com, Rabu (24/6/2020).
Ada sejumlah cara yang dapat ditempuh pesepeda, terutama bagi pemula, untuk menghindari risiko ini.
Dian berujar, langkah ini semakin penting terutama pada kalangan dengan faktor risiko besar (mulai menua, laki-laki, punya faktor keturunan, menderita hipertensi, diabetes, perokok, hingga obesitas).
Baca juga: Pria di Bekasi Meninggal Saat Bersepeda, Polisi Sebut karena Serangan Jantung
Cek medis menjadi langkah yang menurutnya paling diperlukan bagi seseorang yang ingin menceburkan diri dalam tren bersepeda.
Dengan ini, seseorang dapat mengetahui sejauh mana kemampuan kinerja jantungnya, serta sejauh apa ia menghadapi risiko serangan jantung.
"Pertama adalah screening. Apakah kita ada faktor risiko (mulai menua, laki-laki, punya faktor keturunan, menderita hipertensi, diabetes, perokok, hingga obesitas). Kalau tidak ada, maka langkah berikutnya adalah seberapa kuat jantung kita menerima tindakan olahraga," ujar Dian saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/6/2020).
"Medical check-up saja. Di laboratorium dicek, adakah kolesterol tinggi, diabetes, lalu dicek tensi darahnya," imbuh dia.
Kedua, tes yang terukur adalah dengan tes lari di treadmill, dengan tubuh ditempeli berbagai perangkat tes untuk mengukur kerja organ saat berolahraga.
Baca juga: Sesak Napas sampai Nyeri Dada, Kenali Gejala Awal Serangan Jantung Saat Bersepeda
Melalui tes ini, kinerja organ akan terekam, apakah ia memiliki potensi sumbatan di pembuluh darah jantung hingga gangguan kelistrikan jantung. Pengukuran ini dilakukan hingga batas kemampuan tubuh saat olahraga.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.