Selanjutnya, gempa-gempa dengan kekuatan yang tak sekuat 2 gempa tadi, juga melanda pesisir selatan Jawa Barat dan Banten.
Setiap kali gempa melanda wilayah tersebut, Jakarta ikut terguncang karena tanahnya lunak, hasil endapan material erosi dari pegunungan di Bogor selama ratusan atau ribuan tahun.
Ambil contoh, Tsunami Pangandaran tahun 2006 dengan kekuatan 7,8 SR dan Gempa Tasikmalaya tahun 2008 berkekuatan 7,2 SR.
Jakarta ikut merasakan guncangan kala itu, walau tak sampai hancur seperti saat zaman Belanda.
Oleh sebab itu, Daryono meminta agar warga Jakarta tetap waspada terhadap kemungkinan gempa besar yang dipicu tumbukan lempeng di pesisir selatan Jawa.
"Sejak tahun 1780 sampai sekarang, hampir 250 tahun, tidak lagi terjadi gempa besar dan destruktif di Jakarta. Harus diingat, gempa ada ulang tahunnya. Gempa mengenal recurrent period atau periode datang kembali. Jadi gempa besar di masa lalu bisa terulang kembali," jelas dia.
Tak ada yang bisa memastikan kapan siklus itu bakal berulang, kata Daryono. Namun, pengetahuan soal mitigasi gempa harus dimiliki setiap penduduk yang tinggal di daerah rawan guncangan, termasuk Jakarta.
Apalagi, selain gempa Lebak, kemarin gempa juga terjadi berturut-turut di Garut (5,0 SR) dan Selat Sunda (5,2 SR).
Hal ini membuktikan bahwa tumbukan lempeng tektonik di selatan Pulau Jawa masih terjadi walau tak begitu digdaya, namun layak untuk menjadi pengingat bahwa Jakarta bukan daerah yang bebas gempa.
"Termasuk rentetan gempa kemarin itu bisa menjadi alarm seharusnya untuk kita agar harus waspada. Wilayah selatan Jawa Barat dan Banten punya sejarah gempa di masa lalu dengan Jakarta," tutur Daryono.
"Tidak bisa kita prediksi kapan pastinya. Tetapi, semakin lama periode pasifnya, maka gempa akan semakin besar karena tabungan energinya besar. Yang jadi masalah, ini selatan Jawa Barat dan Banten ada peningkatan aktivitas fisik kegempaan. Bahkan sejak awal 2020 ini, terjadi gempa dirasakan lebih dari 25 kali," kata dia mengakhiri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.