Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Pinggir Jembatan Kini Menetap di Halte, Menjahit Baju untuk Nelayan

Kompas.com - 09/07/2020, 16:57 WIB
Bonfilio Mahendra Wahanaputra Ladjar,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Casmono (38) yang berprofesi sebagai tukang jahit menunggu para pelanggannya di pinggir Jalan Krapu, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (8/7/2020) malam sekitar pukul 21.00 WIB.

Bukan di sebuah kios atau kamar kontrakan, Mono sapaan akrab Casmono membuka usaha 'permak levis' di bekas halte yang sudah tidak terpakai.

Memang di daerah itu terdapat halte yang sudah tidak berfungsi dan disulap menjadi tempat menjahit Mono, lengkap dengan meja jahitannya.

Kompas.com mengunjungi Mono, kala itu ia sedang menunggu pelanggan sambil menyeruput kopi susu di gelas plastik.

"Iya, pak. Mau jahit?" sapa Mono menyambut.

Baca juga: Nelangsa Tukang Permak Baju Menjelang Lebaran Tahun Ini, Tak Lagi Banjir Order...

Pria kelahiran Pekalongan 1982 ini rupanya senang bercerita terkait pengalamannya selama menjadi tukang jahit di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa.

Mono bercerita awal mula ia merintis usaha permak pakaian atau tukang jahit.

Setelah lulus SD di Pekalongan, Mono memutuskan bekerja di sebuah rumah konveksi pakaian kemeja.

Tidak memiliki biaya menjadi alasan Mono memilih langsung bekerja dan tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMP.

Kala itu ia bertugas memasukkan kancing dan membuat lubang pada baju. Di konveksi yang sama dia belajar dan menekuni keterampilan menjahit.

Untuk tiap lembar baju yang dikerjakannya, Mono mendapat upah Rp 3.500.

Namun, karena ingin mendapat penghasilan lebih dan bekerja tanpa terikat orang lain, akhirnya Mono keluar dari konveksi.

Tahun 2005 Mono memutuskan mencari peruntungan ke Ibu Kota Jakarta. Awalnya hendak meminjam uang ke orangtuanya yang berada di Jakarta sebesar Rp 10 juta.

Sayangnya, ayah Mono menolak dan justru menyuruh Mono bekerja.

Mono lantas menuruti sang ayang dengan bekerja sebagai tukang pembuat papan palet. Tetapi ia kemudian merasa tidak betah, bahkan tangannya kerap terluka saat bekerja memotong atau gergaji kayu palet.

"Saya ke sini (Jakarta) tujuannya mau minjam uang sama bapak saya. Mau pinjam uang Rp 10 juta. Terus bapak saya bilang, kalau kamu mau duit ya kerja, saya kerja. Enggak biasa kerja berat disuruh gergajiin palet kayu buat landasan semen di pelabuhan," kata Mono.

Baca juga: 52 Penjahit di Jakpus Produksi Masker Kain untuk Program Pemprov DKI

Setelah keluar dari pekerjaan lama, Mono mendapat pekerjaan baru sebagai loper baju atau tukang antar baju di kawasan Jakarta.

Namun, Mono mengalami nasib sial. Ia tertipu oleh konsumennya, di saat bersamaan tempat dia bekerja juga bangkrut.

"Saya tadinya loper jual beli baju yang kemudian bangkrut. Di sana saya antar baju ke toko-toko, tapi saya ketipu orang sampai 200 lusin," kata Mono.

Mono tidak berputus asa, ia pergi ke tempat pamannya yang berada di kawasan Pademangan.

Dari sinilah Mono memberanikan diri memulai usaha jahit sebagai tukang jahit keliling dengan sepeda.

Tukang jahit di pelabuhan

Akhirnya, Mono mulai berkeliling dengan sepeda di dalam kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa sejak 2007 lalu. Target pasar Mono adalah para nelayan yang bersandar di pelabuhan.

"Iya dulu tahun 2007 masuk ke pelabuhan, mulai permak 2007, keliling dalam pelabuhan," kata Mono sembari menyeruput kopi.

Nelayan yang hendak melaut atau hanya bersandar sudah paham dan tahu keterampilan Mono dalam menjahit.

Selain itu, faktor yang membuat banyaknya pelanggan salah satunya adalah harga yang terjangkau.

Mono tidak mematok harga tinggi kepada para nelayan. Ia berkeliling di pelabuhan dari siang hingga sore, sementara malam harinya mangkal di sekitaran Jalan Krapu.

Periode 2007-2014 dalam satu hari Mono bisa mengumpulkan uang rata-rata Rp 200.000-Rp 500.000.

"Dulu masih kencang-kencangnya nyari duit, Rp 300.000 sampai Rp 200.000 paling kecil. Hitungan jam doang 2 sampai 3 jam kekantongan uang segitu. Itu tahun 2007 sampai 2014 tujuh tahun masih enteng. Saya sehari Rp 500.000 pernah, Rp 700.000 pernah," kata Mono mengingat kala itu.

Bahkan dalam satu bulan, Mono pernah mengantongi keuntungan lebih dari Rp 4 juta.

Dari pinggir jembatan kini menetap di halte

Sejak sore hingga malam mono tidak berkeliking untuk menjahit. Ia menetap di satu tempat, lokasi awalnya di jembatan dekat pompa air.

"Saya di sini (halte) 2009. Keliling 2007 sampai 2013, kalau enggak salah. Siang keliling dari jam 10.00 WIB, terkadang jam 11.00 WIB sampai jam 15.00 WIB sore," kata Mono.

Tak berselang lama, Mono pun memutuskan untuk pindah dan menempati bekas halte yang sudah tidak terpakai, kira-kira 500 meter dari pinggir jembatan pompa air, tempat pertama kali mangkal.

Di halte, Mono mulai memasang meja, lampu, serta peralatan menjahit lainnya.

Suasanya sangat bising dengan lalu lalang berbagai kendaraan berat yang mengangkut barang itu tidak membuat Mono kecil hati.

Asap knalpot truk kontainer yang pekat menjadi pemandangan biasa bagi Mono.

Hanya satu lampu LED berwarna putih yang menunjukkan tempat Mono membuka lapak jahitnya.

Dia pun tetap yakin para pelanggan setianya terutama dari kalangan nelayan masih mencarinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Karyoto Disebut Hentikan Perkara Firli Bahuri Diam-diam, Polda Metro Jaya: Mengada-ada!

Karyoto Disebut Hentikan Perkara Firli Bahuri Diam-diam, Polda Metro Jaya: Mengada-ada!

Megapolitan
9 Tahun Misteri Kasus Kematian Akseyna, Keluarga Tidak Dapat “Update” dari Polisi

9 Tahun Misteri Kasus Kematian Akseyna, Keluarga Tidak Dapat “Update” dari Polisi

Megapolitan
Ammar Zoni Residivis Narkoba 3 Kali, Jaksa Bakal Pertimbangkan Tuntutan Hukuman

Ammar Zoni Residivis Narkoba 3 Kali, Jaksa Bakal Pertimbangkan Tuntutan Hukuman

Megapolitan
Kasus DBD Melonjak, Dinkes DKI Gencarkan Kegiatan “Gerebek PSN” Seminggu Dua Kali

Kasus DBD Melonjak, Dinkes DKI Gencarkan Kegiatan “Gerebek PSN” Seminggu Dua Kali

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Tangsel Hari Ini, 28 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Tangsel Hari Ini, 28 Maret 2024

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Tangerang Hari Ini, 28 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Tangerang Hari Ini, 28 Maret 2024

Megapolitan
Kembangkan 'Food Estate' di Kepulauan Seribu, Pemprov DKI Bakal Perhatikan Keselamatan Lingkungan

Kembangkan "Food Estate" di Kepulauan Seribu, Pemprov DKI Bakal Perhatikan Keselamatan Lingkungan

Megapolitan
Kelakar Heru Budi Saat Ditanya Dirinya Jadi Cagub DKI: Pak Arifin Satpol PP Juga Berpotensi...

Kelakar Heru Budi Saat Ditanya Dirinya Jadi Cagub DKI: Pak Arifin Satpol PP Juga Berpotensi...

Megapolitan
Keluarga Korban Pembacokan di Kampung Bahari Masih Begitu Emosi terhadap Pelaku

Keluarga Korban Pembacokan di Kampung Bahari Masih Begitu Emosi terhadap Pelaku

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Kota Bogor Hari Ini, 28 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Kota Bogor Hari Ini, 28 Maret 2024

Megapolitan
Aviary Park Bintaro: Harga Tiket Masuk dan Fasilitasnya

Aviary Park Bintaro: Harga Tiket Masuk dan Fasilitasnya

Megapolitan
Pengakuan Sopir Truk yang Bikin Kecelakaan Beruntun di GT Halim: Saya Dikerjain, Tali Gas Dicopotin

Pengakuan Sopir Truk yang Bikin Kecelakaan Beruntun di GT Halim: Saya Dikerjain, Tali Gas Dicopotin

Megapolitan
Berkas Rampung, Ammar Zoni Dilimpahkan ke Kejaksaan untuk Disidang

Berkas Rampung, Ammar Zoni Dilimpahkan ke Kejaksaan untuk Disidang

Megapolitan
Pengendara Motor Dimintai Uang agar Bisa Lewat Trotoar, Heru Budi: Sudah Ditindak

Pengendara Motor Dimintai Uang agar Bisa Lewat Trotoar, Heru Budi: Sudah Ditindak

Megapolitan
Jadi Tersangka, Sopir Truk 'Biang Kerok' Tabrakan di GT Halim Utama: Saya Beli Semua Mobilnya

Jadi Tersangka, Sopir Truk "Biang Kerok" Tabrakan di GT Halim Utama: Saya Beli Semua Mobilnya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com