Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulitnya Mencari Bukti Pencabulan Anak di Gereja Depok dan Pentingnya RUU PKS Disahkan

Kompas.com - 15/07/2020, 06:52 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

Pada insiden pencabulan terakhir di pertengahan Maret, ia ingat bahwa SPM mencabulinya hingga klimaks. Saat itu, SPM mengambil selembar kaos untuk mengelap spermanya.

Guntur dan tim lantas mencari kaos tersebut. Voila... kaos tersebut ditemukan.

“Barang bukti (kaos) itu ditemukan di perpustakaan. Seandainya kain tersebut tidak ada, aduh itu tambah berat. Itu penuh dengan bercak sperma dia (SPM) dan hasil penelitian di laboratorium polisi sudah keluar. Hasilnya bahwa hasil tes DNA, itu sperma pelaku,” jelas Guntur.

Pentingnya RUU PKS yang pemerintah enggan tuntaskan

Kasus Guntur hanya satu dari sekian banyak kasus kekerasan seksual yang tak terlaporkan dan tak diproses hukum di Indonesia gara-gara kesulitan pembuktian.

Tak semua kasus kekerasan seksual meninggalkan jejak. Kekerasan seksual tak selamanya berakhir dengan penetrasi. Tak selalu kasus kekerasan seksual dapat dibuktikan dengan visum.

Pelecehan seksual anak ini kan tidak ada buktinya. Jadi, jangan sampai harus ada bukti dulu, baru pelaku ditahan. Pelaku ditahan dulu, sambil mencari bukti-bukti lain. Kalau pelaku tidak ditahan dulu, dia bisa bebas ke mana-mana karena lemahnya undang-undang pelecehan seksual terhadap anak,” jelas Guntur.

Baca juga: Ayah Korban Pencabulan Pejabat Gereja di Depok: Anak Saya Dicabuli 4 Kali

“Makanya undang-undang harus mulai diubah, soalnya hanya dengan pengakuan itu pelaku bisa ditahan dulu, agar dia tidak bebas dan bisa ke mana-mana buron. Mau tidak mau. Ini kelemahan undang-undang soal pelecehan seksual ini,” tambahnya.

Kuasa hukum korban, Azas Tigor Nainggolan mengutarakan hal senada. Menurut dia, negara belum berpihak pada korban kekerasan seksual, baik melalui aparat penegak hukum yang kurang berkomitmen maupun sistem peradilan yang tidak ramah korban.

“Kasus-kasus kekerasan seksual kayak gini harusnya khusus, jangan mempersulit dan memperberat korban lagi,” kata Tigor ketika dihubungi Kompas.com pada Selasa (14/7/2020) sore.

“Kalau hanya mengacu undang-undang yang ada, ya susah membuktikannya. Korban menjadi korban lagi. Kalau kejadian yang di Depok begini, kan banyak korbannya sudah dewasa sedangkan kejadiannya sudah 10 tahun lalu. Apa yang bisa jadi alat bukti?” tambah dia.

Sebetulnya, sistem pembuktian yang kurang ramah korban ini coba dibenahi melalui Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang tempo hari justru dikeluarkan DPR dari program legislasi nasional (Prolegnas) 2020.

RUU PKS belum akan lanjut digodok karena sejak diusulkan pada 2016  lalu, pembahasannya berlarut-larut dan diprediksi tak akan rampung juga pada Oktober mendatang. 

Baca juga: Kultur Kekerasan dan Urgensi Pengesahan RUU PKS

Dibandingkan dengan sejumlah RUU lain yang telah disahkan seperti RUU KPK dan RUU Minerba yang belum begitu lama diusulkan, RUU PKS lambat sekali berproses di parlemen.

“Memang kalau saya lihat dari peristiwa ini, politik hukum pemerintah kurang bagus pada korban-korban kekerasan seksual. Kenapa? Buktinya RUU PKS dibatalkan. Padahal ini sangat dibutuhkan,” ujar Tigor.

Dalam draf RUU PKS, proses pembuktian dalam kasus kekerasan seksual jauh lebih mudah. Pertama, dan ini krusial, keterangan korban dapat menjadi alat bukti.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Kemalingan, TV, Alat Podcast dan Dokumen Penting Raib Dicuri

Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Kemalingan, TV, Alat Podcast dan Dokumen Penting Raib Dicuri

Megapolitan
KPU Gelar Sayembara Maskot dan 'Jingle' Pilkada DKI 2024 Khusus Warga Jakarta

KPU Gelar Sayembara Maskot dan "Jingle" Pilkada DKI 2024 Khusus Warga Jakarta

Megapolitan
Berdiri Hampir Satu Jam, Pemudik Minta Tempat Duduk di Stasiun Pasar Senen Ditambah

Berdiri Hampir Satu Jam, Pemudik Minta Tempat Duduk di Stasiun Pasar Senen Ditambah

Megapolitan
Korban Kecelakaan Mobil di Sawangan Depok Alami Memar hingga Patah Tulang

Korban Kecelakaan Mobil di Sawangan Depok Alami Memar hingga Patah Tulang

Megapolitan
Diduga Alami 'Microsleep', Pengemudi Jazz Hantam Mobil Innova di Sawangan Depok

Diduga Alami "Microsleep", Pengemudi Jazz Hantam Mobil Innova di Sawangan Depok

Megapolitan
Pekan Ini, Pemprov DKI Bakal Surati Kemendagri untuk Nonaktifkan NIK 92.432 Warga Jakarta

Pekan Ini, Pemprov DKI Bakal Surati Kemendagri untuk Nonaktifkan NIK 92.432 Warga Jakarta

Megapolitan
Lebaran 2024 Usai, Fahira Idris: Semoga Energi Kebaikan Bisa Kita Rawat dan Tingkatkan

Lebaran 2024 Usai, Fahira Idris: Semoga Energi Kebaikan Bisa Kita Rawat dan Tingkatkan

Megapolitan
H+6 Lebaran, Stasiun Pasar Senen Masih Dipadati Pemudik yang Baru Mau Pulang Kampung

H+6 Lebaran, Stasiun Pasar Senen Masih Dipadati Pemudik yang Baru Mau Pulang Kampung

Megapolitan
Dirawat di Panti Sosial, Lansia M Masih Melantur Diperkosa oleh Ponsel

Dirawat di Panti Sosial, Lansia M Masih Melantur Diperkosa oleh Ponsel

Megapolitan
Dua Korban Tewas Kecelakaan Tol Cikampek Km 58 Asal Depok Dimakamkan di Ciamis

Dua Korban Tewas Kecelakaan Tol Cikampek Km 58 Asal Depok Dimakamkan di Ciamis

Megapolitan
Lansia yang Mengaku Diperkosa Ponsel Diduga Punya Masalah Kejiwaan

Lansia yang Mengaku Diperkosa Ponsel Diduga Punya Masalah Kejiwaan

Megapolitan
Pakai Mobil Dinas ke Puncak, Pejabat Dishub DKI Disanksi Tak Dapat Tunjangan 2 Bulan

Pakai Mobil Dinas ke Puncak, Pejabat Dishub DKI Disanksi Tak Dapat Tunjangan 2 Bulan

Megapolitan
98.432 Pemudik Sudah Kembali ke Jakarta Naik Kereta Api via Stasiun Pasar Senen

98.432 Pemudik Sudah Kembali ke Jakarta Naik Kereta Api via Stasiun Pasar Senen

Megapolitan
Dishub DKI: 80 Persen Pemudik Sudah Pulang, Lalu Lintas Jakarta Mulai Padat

Dishub DKI: 80 Persen Pemudik Sudah Pulang, Lalu Lintas Jakarta Mulai Padat

Megapolitan
Wanita di Jaksel Sempat Cekcok dengan Kekasih Sebelum Gantung Diri

Wanita di Jaksel Sempat Cekcok dengan Kekasih Sebelum Gantung Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com