JAKARTA, KOMPAS.com - Bunyi uang receh yang dikeluarkan dari suatu wadah membuat kesunyian malam itu menjadi pecah.
Setptian Yoanda (17) dan Siti Jena (17), yang mengaku terpaksa menjadi manusia silver untuk menyambung hidup di masa pandemi Covid-19, tampak sibuk mengumpulkan dan merapikan uang hasil jerih payah di perempatan Permata Hijau, Jakarta Barat, Sabtu (25/7/2020) dini hari.
Septian kebagian tugas merapikan uang pecahan Rp 100, Rp 200, Rp 500, sampai Rp 1.000.
Sementara Siti Jena, dengan cepat meluruskan uang kertas pemberian para pengendara motor di perempatan, mulai dari pecahan Rp 1.000 sampai Rp 20.000.
"Ini saya baru keluar sore sampai malam, ini baru selesai dan mau pulang. Lapar mau pulang," kata Septian.
Baca juga: Dinilai Mengganggu, Pengemis dan Manusia Silver di Tangsel Diamankan
Sambil menghitung uang, Septian mulai menceritakan kisahnya menjadi manusia silver.
Septian bersama Siti mengaku terpaksa menjadi manusia silver karena putus sekolah.
Demi menyambung hidup, dua tetangga yang rumahnya bersebelahan ini mencari peruntungan dengan menjadi manusia silver.
Mulai dari bernyanyi dari mobil ke mobil, pasar ke pasar hingga menjadi patung dilakukan oleh mereka.
"Dari sore main (wilayah) rumahan, main pasar dari Bayoran situ, di sini perempatan doang sudah mainnya," kata Septian.
Semakin bagus Septian dan Siti bernyanyi, semakin menarik perhatian para pengendara jalan yang sedang mengantre di lampu merah.
Baca juga: Dijaring Satpol PP, Tiga Manusia Silver Kabur dari GOR Pasar Minggu
Satu per satu kendaraan didatangi oleh Siti dan Septian, mereka juga tidak lupa membawa wadah kardus atau bekas bungkus permen untuk mengumpulkan uang.
Dalam sehari, Septian dan Siti bisa mengumpulkan uang sebanyak Rp 200.000. Uang itu digunakan untuk membeli makan dan memenuhi kebutuhan rumah.
Lalu bagaimana proses mereka mengecat badan menjadi silver?
Septian menjelaskan secara singkat bagaimana cara mengubah diri atau mewarnai diri sampai berwarna silver.