DEPOK, KOMPAS.com - Dua calon petahana kemungkinan besar bakal duel di Pilkada Depok 2020 nanti.
Mohammad Idris yang saat ini menjabat wali kota hampir dipastikan bakal maju lagi menuju periode kedua kekuasaannya, diusung oleh PKS serta didukung partai-partai seperti Demokrat, PAN, dan PPP.
Sementara itu, wakil Idris saat ini, yakni Pradi Supriatna, berupaya naik tampuk dari kursi wakil ke kursi wali kota menggeser Idris.
Menganggapi fenomena ini, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Depok Luli Barlini mengungkapkan, ada potensi penyalahgunaan wewenang oleh keduanya demi kepentingan Pilkada.
Baca juga: Pecah Kongsi Mohammad Idris dan Pradi Supriatna di Pilkada Depok 2020
Penyalahgunaan itu kemungkinan akan menyasar aparatur sipil negara (ASN), yang saat ini bekerja di bawah kepemimpinan Idris maupun Pradi.
"Ini harus kami awasi masalah ASN, dalam hal ini 'aparatur susah netral'," kata Luli kepada wartawan pada Senin (27/7/2020).
"Mengenai 'aparatur susah netral' ini yang bagaimana, sebab itu yang paling rawan dipolitisasi karena kedunya petahana," jelas dia.
Luli menguraikan, pihaknya telah menyampaikan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan ini kepada Pemerintah Kota Depok.
Baca juga: Ini Komentar Idris dan Pradi soal Pecah Kongsi di Pilkada Depok 2020
Wali Kota Depok Mohammad Idris, lanjut Luli, sudah ia panggil untuk mengingatkan berbagai masalah yang kemungkinan terjadi akibat politisasi ASN.
Luli mengingatkan, jelang Pilkada Depok 2020 nanti, perubahan jabatan bagi sejumlah ASN khususnya yang duduk di posisi strategis, tak boleh dilakukan sembarangan.
"Kami panggil wali kota lalu kami ingatkan, bahwa mutasi, rotasi, dan promosi ASN harus dengan seizin Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kalau tidak bisa didiskualifikasi," bebernya.
Baca juga: Rotasi Pejabat, Kebijakan Airin Jelang Pilkada yang Dicurigai Bawaslu Tangsel
Di samping menaruh perhatian pada kemungkinan politisasi ASN, Luli berujar bahwa Bawaslu bakal mengawasi pula politisasi bantuan sosial (bansos) jelang Pilkada Depok 2020.
"Yang harus kami awasi selain tahapan pilkada, ada isu strategisnya mengenai politisasi bansos dan kebijakan, karena ada kebijakan dana Covid-19 dan seterusnya," ujar dia.
"Itu semua akan jadi ranah pengawasan kami. Rawan terjadi pelanggaran, misalnya ambil contoh, bansos dari pemerintah pusat tetapi diberi label gambar (wajah kandidat) yang bersangkutan," Luli menambahkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.