Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Istana Bogor yang Angker

Kompas.com - 27/07/2020, 17:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

“Kalau dari sisi sejarah budaya Tatar Sunda, kehadiran Jokowi di Bogor ini ada maknanya. Karena Pak Harto (Presiden RI ke-2 Soeharto) saja tidak tidak berani tinggal di Bogor,” kata Indiana.

Ketika Jokowi dan keluarga memilih tinggal di kawasan Istana Bogor, banyak muncul kritik yang dikaitkan dengan biaya atau ongkos mahal dan “merepotkan”. Repot, bagi para menteri atau pejabat pemerintah yang akan menemui presiden bila tempatnya di Bogor.

Selain jauh, juga macet. Sebaliknya, bila Presiden ke istana di Jakarta, juga merepotkan lalu lintas. Semuanya terkait dengan “biaya”.

Lain dengan Bung Karno, lanjut Indiana, menurut penelitian saya, bagi orang Sunda Bogor, Presiden RI pertama itu punya energi spiritual tinggi.

“Bung Karno sangat mengerti sejarah Pasundan,” ujar Indiana.

Sebelum melanjutkan hasil perbincangan dengan Indiana, kita kembali ke bukunya Asti Kleinsteuber. Dalam bukunya yang mendapat kata sambutan dari Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono itu, dilukiskan pula suasana kekejaman penjajahan di masa lalu yang dicetuskan para gubernur jenderal Belanda dari Istana Bogor ini.

Alasan Jokowi tinggal di Bogor, karena Jakarta terlalu ramai dan besar. Sebagai catatan, waktu jadi gubernur DKI Jakarta, ia tinggal di Jakarta.

Sejarah Istana Bogor

Sepanjang sejarahnya, Istana Bogor, kediaman pemimpin pemerintah itu, dua kali dihancurkan.

Pertama, tahun 1752, oleh serangan pasukan dari pejuang Banten yang merasa ditindas oleh pemerintahan kaum “pengusaha multi nasional” Belanda bernama VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie).

VOC memerintah Indonesia 1602 sampai 1779 (177 tahun atau hampir dua abad).

Penghancuran kedua, 82 tahun kemudian, oleh letusan Gunung Salak setelah pemerintahan kaum pengusaha VOC diambil alih oleh pemerintahan Kerajaan Belanda.

Menurut buku Istana-Istana Kepresidenan di Indonesia yang disusun Asti Kleinteuber itu, pajak terhadap rakyat yang paling kejam berkaitan dengan pimpinan pemerintahan kolonial Belanda yang tinggal di Istana Bogor.

Dikatakan, Gubernur Jenderal Dirk Fock (1921-1926) yang ambisius menindas rakyat dengan bermacam-macam pajak.

Kemudian disusul pemerintahan Gubernur Jenderal PC De Jonge (1931-1936) yang picik dan bertangan besi. Demikian kata buku itu (halaman 133).

De Jonge membuang para pejuang kemerdekaan, seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir beserta kawan-kawannya ke berbagai tempat di Indonesia, di luar Jawa.

Tempat untuk Istana Bogor ini, Kampoeng Baroe mula-mula diketemukan tahun 1744 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Belanda VOC Gustaaf Willem Baron van Imhoff (1743-1750).

Ia yang memerintahkan dibangun tempat peristirahatan bernama Buitenzorg (bebas masalah).
Kemudian, Gubernur Jenderal Jacob Mossel (1750 - 1761) melanjutkan pembangunan di tempat itu.

Tapi tahun 1752, bangunan tersebut dihancurkan dalam perang antara pasukan VOC dengan pasukan Kesultanan Banten di bawah Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang. Pembangunan kembali dilakukan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendles (1808 - 18011).

Ketika Letnan Jenderal Thomas Stamford Raffles memerintah (1811 -1816), diadakan banyak pembangunan, termasuk pembangunan Kebun Raya Bogor.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com