JAKARTA, KOMPAS.com - Penyebaran Covid-19 di DKI Jakarta kian mengkhawatirkan. Berbagai klaster bermunculan mulai dari pasar hingga perkantoran.
Jumlah pasien positif Covid-19 di DKI Jakarta bertambah 489 orang pada Senin (3/8/2020) kemarin.
Hal ini membuat masyarakat turut khawatir, tak terkecuali wartawan atau jurnalis yang meliput dengan cara turun langsung ke lapangan.
Tak dapat dipungkiri bahwa sebagian media memang masih menerapkan sistem bekerja dari lapangan bagi jurnalisnya.
Baca juga: Ketua DPRD DKI Sebut Politisi PKS Dani Anwar Meninggal karena Covid-19
Mau tak mau, para wartawan harus bertemu banyak orang dan sangat rentan terpapar Covid-19.
Kekhawatiran ini diungkapkan salah satunya oleh YA (28). Wartawan media online ini mengaku takut dengan kondisi penyebaran Covid-19 di Ibu Kota.
Namun di satu sisi, kantornya tetap memberikan pengarahan untuk meliput langsung dari lapangan.
"Yang jelas gue takut. Apalagi sekarang banyak klaster baru. Namanya di lapangan protokol kesehatan kadang sulit diterapkan. Jaga jarak sesama wartawan saat dorstop narsum itu mustahil," ucap YA saat dihubungi Kompas.com, Selasa (4/8/2020).
Ketakutan lainnya adalah saat meliput di zona merah atau tempat ramai seperti pasar.
Menurut dia, penerapan protokol kesehatan seperti memakai masker dirasa percuma karena justru banyak yang tak patuh.
"Percuma kita sudah taat protokol. Pakai masker, dan lain-lain, tetapi banyak warga yang ternyata malas, tidak pakai masker," kata dia.
Baca juga: Tukang Becak Meninggal di Atas Becaknya, Hasil Rapid Test Covid-19 Reaktif
Ia cukup kecewa dengan sikap kantornya yang tak menjamin kesehatannya. Bahkan ketika ada wartawan yang kontak dengan pasien positif hanya diminta isolasi mandiri dan tak dibiayai untuk swab.
"Ketika wartawannya sudah kontak dengan yang positif covid-19 jalan satu-satunya ya disuruh isolasi mandiri, minum vitamin (beli sendiri) tapi ya namanya punya rasa takut saya ikut swab aja. Usaha sendiri," ujar YA.
YA dan rekan wartawan lain di kantornya tak berani memprotes dan mengkritik kebijakan kantor karena khawatir dipecat.
"Apa yang mau diharapin dari orang-orang yang sudah menganggap karyawannya manusia setengah mesin? Ketika mengeluh paling disuruh mundur," tambahnya.
Baca juga: Positif Covid-19, Pemilik Restoran di Bogor Meninggal, 7 Anggota Keluarganya Ikut Terpapar
Wartawan lainnya yang merasa khawatir dengan sistem bekerja di lapangan saat pandemi adalah DB.
Apalagi setiap harinya Ia bertemu dengan banyak orang berbagai narasumber yang tidak dapat dipastikan bebas Covid-19.
"Kita khawatir karena kita juga enggak tahu kan teman atau narsum kita itu habis ketemu siapa sebelum ketemu kita. Dia positif atau enggak kita juga enggak tahu kan, karena belakangan kan lebih banyak pasien positif itu OTG. Belum lagi waktu naik angkutan umum gitu pas jalan ke lokasi liputan," tutur DB.
Kantornya tak mempunyai kebijakan untuk memberlakukan kerja dari rumah atau work from home (WFH).
Wartawan bakal diminta tetap di rumah bila mempunyai gejala flu dan batuk.
"Ya memang sih setiap pagi korlip itu selalu ingetin jaga jarak, jaga kesehatan, make masker gitu. Tapi abis itu langsung perintahin ke tempat-tempat ramai, semisal mantau stasiun pas jam padat atau ke lokasi lihat antrean orang yang mau olahraga di GBK sama ngawal demo juga nih," kata pria 26 tahun ini.
Sebenarnya yang dikhawatirkan DB adalah kedua orangtuanya. Mereka sudah berusia lanjut dan tergolong rentan terpapar Corona.
Ia takut bila dirinya menjadi pasien tanpa gejala dan kemudian menularkan ke orangtuanya.
"Kalau misal kita yang kena sih menurut gue ngga terlalu masalah ya, karena gue yakin imun gue masih kuat. Nah yang ditakutin itu kalau kita malah nularin orang di rumah, ortu gue udah di atas 60 tahun semua dan bapak gue punya penyakit jantung juga," terangnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.