Lepas Maghrib, ia mendorong gerobaknya menyusuri Jalan Raya Lenteng Agung hingga Jalan Raya Margonda dan berbelok kanan di pertigaan lampu merah Jalan Ir Juanda ke arah rel kereta Jakarta-Depok.
Di sana, ia bersama 50 orang temannya sesama penjual bendera tinggal di sebuah rumah kontrakan. Ia tinggal di rumah milik bosnya.
Setiap hari kadang ia baru sampai di kontrakan pukul 22.00 WIB. Surjana malas pulang cepat-cepat.
“Pulang cepet, di kontrakan juga bengong. Di jalan kan santai enak. Ngobrol sama tukang ojek,” tambah Surjana.
Meski banyak ngobrol dengan orang-orang di jalan, Surjana tak mau banyak menawarkan barang dagangannya. Ia menganggap menawarkan barang sebagai sebuah pemaksaan.
Surjana hanya membantu bosnya menjualkan bendera. Jika ada untung, maka uangnya masuk ke kantong.
Baca juga: Pandemi Covid-19, Penjual Bendera Merah Putih Keluhkan Omzet Turun 50 Persen
“Ke Jakarta modal pinjam ongkos. Kemudian ninggalin orang rumah uang. Uangnya dipinjemin sama bos. Jadi ga repot,” katanya.
Ia mengaku tak bosan berjualan bendera. Dibandingkan dengan buruh bangunan, jualan bendera Surjana anggap lebih menjanjikan.
“Lebihannya lumayan banyak kalau dibandingkn. Karena hampir tiap rumah beli semua bendera,” ujarnya.
Tahun ini spesial bagi Surjana. Ia harus berjualan di tengah wabah pandemi Covid-19.
Penjualannya turun. Namun, ia tetap semangat.
Ke depannya, Surjana akan tetap berjualan bendera. Berdagang adalah salah satu garis hidup yang Surjana telah pilih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.