Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Surjana, Penjual Bendera Musiman yang Merantau ke Jakarta Sejak Umur 10 Tahun

Kompas.com - 08/08/2020, 15:01 WIB
Wahyu Adityo Prodjo,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - “Saya jualan bendera dari umur 10 tahun,” demikian Surjana (72), penjual bendera Merah Putih asal Desa Bojongwetan, Jamblang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat mengawali kisahnya.

Surjana mengaku tak bosan kala sebagian hidupnya didedikasikan untuk berdagang. Ilmu berdagang, ia dapatkan dari orangtuanya.

“Dari orangtua kami jualan, emang ciri khas begitu,” ujar Surjana.

Ia berkisah, sejak umur 10 tahun ia diajak orangtuanya merantau ke berjualan bendera Merah Putih di Manggarai, Jakarta.

Baca juga: Warga Jamblang dan Penjualan Bendera Musiman di Jakarta

Surjana saat itu tak mengenyam bangku sekolah.

“Dulu pikir kan enggak sekolah, cari uang saja,” ujarnya.

Sore itu, Surjana duduk termenung di pinggir Jalan Raya Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta. Ia membereskan dagangan di gerobaknya.

Surjana bercelana hitam, berkemeja krem agak kebesaran, bertopi hitam, bersendal jepit, dan tas sling bag melingkar di badannya.

Topi bertuliskan, “Bawaslu Kabupaten Cirebon”.

Mobil dan motor lalu lalang di depannya tetapi hanya beberapa orang yang mampir menanyakan bendera Merah Putih.

“Namanya jualan, suka dukanya sepi dan ramainya,” kata Surjana saat menghadapi kenyataan turunnya omzet penjualan bendera di tengah pandemi Covid-19.

Surjana merupakan satu dari ratusan orang dari Kecamatan Jamblang yang mengadu nasib sebagai pedagang musiman di Jakarta.

Baca juga: Jelang 17 Agustus, Pedagang Bendera Merah Putih Gelar Lapak di Pasar Minggu

Pada waktu-waktu tertentu seperti Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan Hari Raya Idul Fitri, Surjana dan para warga Jamblang datang ke Jakarta untuk berjualan.

Ada usia yang sepantaran, ada juga yang lebih muda dari Surjana. Warga Jamblang kemudian mengisi sudut-sudut Kota Jakarta.

“Di Jamblang tuh, musim kayak sekarang, sepi anak muda. Anak muda pada merantau semua," kata Surjana.

Surjana tahu betul perubahan yang terjadi di Jakarta dan Depok. Suatu waktu, ia pernah berjualan bendera Merah Putih di Kalibata dan pulang ke Depok dengan berjalan kaki.

“Dulu masih ada kereta ke Depok yang bisa gratis, kalau sekarang kan harus bayar,” katanya.

Kerja keras

Surjana (72), penjual bendera Merah Putih asal Desa Bojongwetan, Jamblang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Surjana (72), penjual bendera Merah Putih asal Desa Bojongwetan, Jamblang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Lantaran tak sekolah, Surjana hanya bisa mengandalkan kemampuan otot dan berdagang.

Namun, ia tak patah semangat dan terus bekerja keras untuk menempuh hidup dan menghidupi keluarganya.

Di kampungnya, Surjana menggarap lahan sawah.

Ia pun serba bisa. Urusan membuat teralis jendela, las karbit atau las listrik, sampai mengebor pompa air tanah.

“Kalau lagi sepi itu, nyari ban bekas, asah pisau,” ujarnya.

Baca juga: Harga Bendera Merah Putih di Pinggir Jalan, Paling Murah Rp 15.000

Pedagang musiman pun ia lakoni. Selain berjualan bendera, ia pun merambah usaha jualan buah.

“Kalau lagi musim buah, ya dagang buah. Yang penting dagang. Kalau dagang itu bisa memahami semua,” ujar Surjana, bapak dari empat anak.

Di Lenteng Agung, Surjana sudah berjualan lima tahun. Hanya tahun lalu ia tak berjualan lantaran harus menikahkan anaknya.

Surjana memilih untuk mangkal dengan gerobaknya.

Ia membawa bendera Merah Putih aneka jenis hingga batang bambu yang dicat warna merah dan putih untuk dijual sebagai tiang bendera.

“Kalau mangkal sudah ada langganan. Jualan harga sama aja dari mulut ke mulut. Biar cepet laku,” katanya.

Berjuang di Jakarta

Dari Lenteng Agung, setiap hari ia pulang ke tempat tinggal sementara di daerah Beji, Depok.

Lepas Maghrib, ia mendorong gerobaknya menyusuri Jalan Raya Lenteng Agung hingga Jalan Raya Margonda dan berbelok kanan di pertigaan lampu merah Jalan Ir Juanda ke arah rel kereta Jakarta-Depok.

Di sana, ia bersama 50 orang temannya sesama penjual bendera tinggal di sebuah rumah kontrakan. Ia tinggal di rumah milik bosnya.

Setiap hari kadang ia baru sampai di kontrakan pukul 22.00 WIB. Surjana malas pulang cepat-cepat.

“Pulang cepet, di kontrakan juga bengong. Di jalan kan santai enak. Ngobrol sama tukang ojek,” tambah Surjana.

Meski banyak ngobrol dengan orang-orang di jalan, Surjana tak mau banyak menawarkan barang dagangannya. Ia menganggap menawarkan barang sebagai sebuah pemaksaan.

Surjana hanya membantu bosnya menjualkan bendera. Jika ada untung, maka uangnya masuk ke kantong.

Baca juga: Pandemi Covid-19, Penjual Bendera Merah Putih Keluhkan Omzet Turun 50 Persen

“Ke Jakarta modal pinjam ongkos. Kemudian ninggalin orang rumah uang. Uangnya dipinjemin sama bos. Jadi ga repot,” katanya.

Ia mengaku tak bosan berjualan bendera. Dibandingkan dengan buruh bangunan, jualan bendera Surjana anggap lebih menjanjikan.

“Lebihannya lumayan banyak kalau dibandingkn. Karena hampir tiap rumah beli semua bendera,” ujarnya.

Tahun ini spesial bagi Surjana. Ia harus berjualan di tengah wabah pandemi Covid-19.

Penjualannya turun. Namun, ia tetap semangat.

Ke depannya, Surjana akan tetap berjualan bendera. Berdagang adalah salah satu garis hidup yang Surjana telah pilih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Megapolitan
Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Megapolitan
Cerita Ridwan 'Menyulap' Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Cerita Ridwan "Menyulap" Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Megapolitan
Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Megapolitan
Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Megapolitan
Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Megapolitan
Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Megapolitan
Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Megapolitan
KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

Megapolitan
Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Megapolitan
Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Megapolitan
45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

Megapolitan
Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Megapolitan
Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Megapolitan
TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com