Anggota kepolisian menemukan sebuah akun Twitter yang menawarkan netizen untuk bergabung dengan grup pornografi berbayar mereka.
"Mereka cari para pelanggan dari Twitter juga akun medsos lain seperti WA, Line, dan sebagainya untuk mereka ajak ikuti akun asusila tersebut dengan bayar sejumlah uang ke mereka," kata Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Audie Latuheru dalam siaran langsung akun instagram @polres_jakbar, Senin (10/8/2020).
Polisi kemudian memantau grup tersebut dan mengumpulkan sejumlah barang bukti berupa tangkapan layar dari konten-konten yang disediakan tersangka.
Adapun konten yang ditawarkan berupa phone sex, video call sex, hingga siaran langsung aktivitas seksual anak-anak di bawah umur tersebut.
Setelah cukup bukti, polisi menangkap ke tigaborang tersangka di kawasan Kapuk Poglar, Jakarta Barat, pada 5 Agustus 2020 lalu.
Polisi menangkap tiga tersangka, yakni P, DW dan RS. Namun, menurut keterangan mereka, ada satu orang lagi yang terlibat, yakni BP, yang sedang dalam pencarian polisi.
Empat orang pembuat grup pornografi berbayar di Jakarta Barat meminta uang berlangganan mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 300.000 per bulannya.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Teuku Arsya mengatakan, para tersangka menetapkan tarif berlangganan berbeda, sesuai dengan konten pornografi apa yang diinginkan oleh pelanggan.
"Untuk untuk orang orang yang menjadi member akan dimintai uang keanggotan sekitar Rp 300.000 sampai dengan Rp 100.000, tergantung jenis member yang diikuti," kata Arsya.
Khusus untuk layanan siaran langsung kegiatan seksual aktivitas seksual anak-anak di bawah umur, mereka meminta pelanggan mambayar Rp 150.000 per pertunjukan.
"Untuk memasarkan, pertama-pertama para pelaku akan mentwit dulu terkait dengan link dari grup Line-nya kemudian. Twit tersebut bisa mengajak orang bergabung menjadi member," ucap Arsya.
Dari usaha pornografi ini, para tersangka ini mendapatkan keuntungan hingga Rp 4.000.000 per bulan.
Para tersangka hanya membayar pemeran mereka yang baru berusia 14 tahun sebesar Rp 50.000 per kontennya.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Putu Elvina saat mengunjungi para pemeran konten pornografi tersebut.
"Saya tanyakan berapa yang dia dapat ini bisa sampai 50.000 katanya jadi uang sangat sedikit ya, tapi tidak sebanding dengan risiko yabg dia dapatkan," kata Putu.