Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Perawat di Wisma Atlet Kemayoran: Lelah, Makian, dan Harapan

Kompas.com - 12/08/2020, 07:59 WIB
Walda Marison,
Irfan Maullana

Tim Redaksi


JAKARTA,KOMPAS.com - Sampai saat ini tenaga medis masih menjadi ujung tombak negara untuk memerangi Covid-19. Mereka masih menjadi garda terdepan walau satu per satu mulai berjatuhan, dari dokter, perawat, hingga sopir ambulans sekalipun.

Rasa takut tertular mau tidak mau dipendam dalam-dalam. Semua dilakukan hanya demi menyelamatkan nyawa satu orang yang bahkan mereka tidak kenal.

Namun, di satu sisi mereka hanyalah manusia biasa. Punya hati, perasaan, bisa mengeluh, lelah, bahkan menangis. Siapa yang mau peduli?

Kadang sisi humanis itu yang luput dari masyarakat. Lelah dan tangis mereka dalam melayani tertutup rapi di balik pakaian alat pelindung diri (APD) nan tebal.

Baca juga: UPDATE: RSD Wisma Atlet Rawat 1.205 Pasien Covid-19, RSKI Pulau Galang 71

D (25) salah satunya. Dia adalah satu dari perawat-perawat yang bekerja di Wisma Atlet Kemayoran. Kepada Kompas.com, dia bersedia membagikan kisahnya.

Wanita yang sebelumnya bertugas di salah satu rumah sakit di Jakarta ini sudah berada di Wisma Atlet Kemayoran sejak Mei 2020.

Merawat pasien tentu bukan hal baru bagi D. Namun, dia tetap memiliki kesan pertama kala bertugas di salah satu pusat penanganan Covid-19 di Jakarta itu.

“Hari pertama kerja, panas,” ucap dia lugas.

Panas dia rasakan ketika mengenakan APD berupa baju hazmat. Dia menyebutkan bahwa baju itu tebalnya setara dengan terpal. Selain itu sarung tangan yang dipakainya pun berlapis, masker juga berlapis, sepatu boots dan pelindung wajah alias face shield.

Tak tanggung-tanggung, D harus memakai pakaian itu selama delapan jam penuh dalam sehari.

Baca juga: Kisah Pengawas UTBK di Masa Pandemi, Gunakan Hazmat, Keyboard dan Mouse Dibungkus Plastik

“Enggak boleh makan, enggak boleh minum, enggak boleh buang air. Bayangin,” ucap dia.

Hampir setiap hari setelah selesai bertugas, baju dalam yang dia pakai basah lantaran dibanjiri keringat. Sesekali D memandangi telapak tanganya yang selalu mengeriput kala melepas APD dari badan.

Sebagian dari teman-temannya memakai pampers agar bisa buang air kecil selama bertugas. Namun, D tak melakukan itu. Dia memilih tidak makan dan minum banyak sebelum bertugas agar tak banyak buang air.

Namun, lambat laun D mulai terbiasa dengan situasi itu. APD layaknya pakaian sehari-hari yang sudah tidak perlu dikeluhkan lagi.

Dimaki maki pasien

Pekerjaan D mengharuskan dirinya untuk dekat dengan pasien. Dari mulai pasien yang ramah maupun tidak ramah sudah dia temui di sana. Bahkan, tak jarang para perawat menjadi sasaran amarah para pasien.

Banyak pasien yang memaki perawat lantaran tidak kunjung diperbolehkan pulang. Hal itu dikarenakan hasil swab yang masih positif.

“Ada yang bilang, ‘Suster tuh enggak ngerti ya perasaan kita, kita tuh mau pulang. Kenapa kita positif terus'. Jadi nyalahin kita hasil tesnya positif terus,” kata D.

Perasaan dongkol pun muncul di antara D dan perawat lain. Bayangkan saja, sudah seharian bekerja, lelah memuncak, jumlah pasien meningkat, ditambah lagi harus menghadapi orang seperti ini.

Baca juga: Kasatpol PP DKI: Satpol PP Jangan Dimaki, Jangan Dibenci

Namun, emosi itu harus diredam dan sebisa mungkin tetap melayani pasien dengan ramah.

“Sampai kita bilang, ‘Ya sudah ibu maunya gimana? Kalau mau pulang, silakan ibu bikin surat pernyataan mau pulang paksa. Ibu bikin keteragan dari RT dan RW mau menerima ibu dengan statusnya masih positif’, akhirnya mereka enggak mau,” jelas dia.

Selain makian, tak jarang pula D dan perawat lain mendapat perlakuan baik dari pasien. Sesekali, pasien mengirimkan makanan untuk para perawat. Mungkin sebagai ucapan terima kasih karena mau bertugas dengan ikhlas.

Tentu D dan teman-temannya senang. Tindakan sederhana itu membuktikan bahwa masih ada yang mau menghargai lelahnya kerja para perawat.

Makanan itu kerap dikirim ke tower 2 dan 3 tempat para perawat tinggal.

“Jadi nanti makananya diantar ke satpam tower, baru ditanya makanannya atas nama siapa biar dianterin,” ujar D.

Perlakuan masyarakat

Kadang kala, rasa kecewa para perawat tidak timbul karena perilaku pasien saja. Masyarakat umum, bahkan kerap memperlakukan para perawat dengan tidak baik.

Disudutkan dan dijauhi masyarakat sering sekali dirasakan DA dan teman-teman perawat lainya.

D misalnya, ketika sedang tidak berdinas, dia menyempatkan diri beristirahat dan membeli minum. D yang masih berada di dalam lingkungan Wisma membeli minum di warung yang berada di luar, hanya pagar yang memisahkan mereka.

Baca juga: Kisah Dea Kehilangan Satu Keluarga karena Covid-19: Hidup dalam Stigma hingga Heran Ada yang Merasa Kebal

Namun, saat ingin membeli, D kerap kali tidak dilayani.

“Dia enggak mau melayani kita, gara-gara dia takut. Tapi orang lain dilayani,” ucapnya.

Saat makan pun sama, pernah suatu ketika teman perawatnya mendapat jatah pulang dan sebelumnya sudah dikarantina 14 hari.

Ketika pulang, teman D ingin makan di sebuah warung nasi yang pagi itu baru buka. Awalnya dia dilayani dengan baik, ketika sang penjaga warung melihat teman D memakai baju bertuliskan Wisma Atlet, seketika perlakuan berubah.

“Pas ibunya (penjaga warung) melihat baju temen saya, dia bilang, ‘Maaf sudah habis makanannya, sudah mau tutup’,” katanya.

Belum lagi mendengar komentar-komentar masyarakat yang tak berdasar. Seketika emosi D memuncak ketika ada yang bilang bahwa Covid-19 adalah konspirasi, ajang rumah sakit cari uang, Covid-19 tidak ada.

“Saya sendiri yang mengalami langsung. Mana ada cari untung di sana? Saya sendiri harus ngerasaain susahnya ngambil napas demi napas cuma untuk kalian, orang-orang yang saya enggak kenal. Jadi kesal aja,” kata D.

Ditambah lagi saat melihat warga yang tidak taat protokol kesehatan. Mall dibuka dan banyak kerumunan di rumah makan membuat hati D meringis. Seperti kecewa tetapi tak tahu harus bilang ke siapa.

Seperti tidak menghargai tugas para tenaga medis yang berulang kali mengimbau agar tidak keluar rumah.

“Saya bingung. Jangan-jangan saya yang salah karena cuma saya yang takut untuk keluar rumah,” ucap D.

Harapan sederhana

Kini D sudah pulang ke rumah, dia direncanakan akan kembali bertugas di Wisma Atlet pada September mendatang. Berjibaku dengan tebalnya APD dan ribuan watak pasien pun akan dihadapinya lagi.

Saat ditanya, apa harapan seorang D di tengah situasi pandemik ini? Dia pun menjawab.

“Pengin banget semua (Covid-19) kelar. Pengin jalan-jalan, pengin liburan, kangen enggak sih bisa jalan-jalan kayak dulu?” ungkapnya.

Mungkin D sudah merancang dengan matang ke mana saja dirinya akan pergi ketika pandemi Covid-19 ini berakhir.

Benar-benar sebuah harapan yang sederhana. Membuktikan bahwa para perawat juga seorang manusia biasa, ingin liburan, ingin bersenang-senang dan lepas dari bayang-bayang Covid-19.

Namun, perjuangan mereka menuju masa liburan indah masih panjang. Belum tahu pasti kapan pandemi akan berakhir.

Selama waktu yang belum pasti itulah mereka akan terus bekerja dan bertaruh nyawa. Tidak banyak sebenarnya yang mereka minta. Mereka hanya berharap dihargai dan dapat dukungan masyarakat selama bertugas.

Dua hal sederhana itu mungkin akan jadi pemicu semangat mereka bertugas. Dukungan itu dapat melupakan rasa lelah bahkan ketakutan mereka menjadi korban Covid-19 selanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com