DEPOK, KOMPAS.com – Kota Depok sudah berbulan-bulan menyandang status kota dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi di Provinsi Jawa Barat.
Data terbaru per Rabu (12/8/2020) kemarin, sudah 1.488 total kasus positif Covid-19 yang dilaporkan, dengan 1.094 orang di antaranya diklaim pulih, dan 54 orang lainnya meninggal dunia
Namun, selama 2 pekan terakhir, Kota Depok mencatat lonjakan cukup signifikan kasus Covid-19.
Baca juga: Pemkot: Klaster Covid-19 Rumah Tangga Bermunculan di Depok
Lonjakan kasus aktif
Grafik di bawah ini adalah grafik kasus aktif Covid-19 di Depok. Kasus aktif adalah jumlah pasien positif Covid-19 yang sedang dirawat, baik diisolasi mandiri atau dirawat di rumah sakit.
Lonjakan pesat kasus aktif Covid-19 di Depok selama 2 pekan belakangan, atau sejak 31 Juli 2020, terekam dengan jelas.
Beberapa kali Kota Depok mencatat temuan kasus Covid-19 tertinggi, sedangkan jumlah pasien yang dinyatakan pulih sedikit.
Pada 4 Agustus 2020, lonjakan tertinggi pertama sejak pelonggaran PSBB terjadi, yakni temuan 28 kasus baru.
Baca juga: Melihat Tren Lonjakan Kasus Covid-19 di Depok Setelah PSBB Diperlonggar
Keesokan harinya, Depok mencatat lonjakan tertinggi sepanjang riwayat pandemi di wilayah tersebut, dengan temuan 41 kasus baru.
Hari-hari berikutnya, temuan kasus baru di Depok beberapa kali memuncak hingga 32 kasus baru (8 Agustus) dan 34 kasus baru (10 Agustus).
Data tak transparan
Ada dua kemungkinan jumlah kasus Covid-19 melonjak. Pertama, pemeriksaan yang semakin gencar. Kedua, penularan yang makin masif.
Pemerintah kerap mengklaim, temuan kasus meningkat pesat karena jumlah pemeriksaan juga semakin masif.
Hal tersebut terjadi di DKI Jakarta. Pemprov DKI Jakarta menggenjot kapasitas tes PCR hingga lebih dari 4 kali standar WHO.
Temuan kasus di Jakarta konstan di atas 300 pasien baru sehari karena besarnya jumlah pemeriksaan, selain karena tingkat penularan yang pelan-pelan semakin tinggi pula.
Di Depok, tidak ada yang dapat disimpulkan dari lonjakan kasus Covid-19 selama 2 pekan ke belakang, entah karena pemeriksaan yang masif.
Sebab, Pemerintah Kota Depok tidak transparan dalam mengumumkan rasio temuan kasus positif (positivity rate).
Baca juga: Rasio Tes Covid-19 Sangat Rendah, Tito Karnavian Tegur Wali Kota Depok
Pemerintah Kota Depok tidak pernah merilis jumlah pemeriksaan PCR harian sebagaimana yang dilakukan DKI Jakarta.
Di Depok, rekor 41 kasus baru per hari tidak diketahui akibat pemeriksaan PCR yang semakin banyak seperti Jakarta, atau memang karena penularan yang semakin membahayakan.
Lebih dari itu, Pemerintah Kota Depok justru berhenti mengumumkan data kematian pasien dalam pengawasan (PDP) di Depok.
Kementerian Kesehatan mengategorikannya sebagai “kasus probabel”.
Mereka kemungkinan wafat akibat Covid-19, namun belum sempat dites di laboratorium sebab jumlah dan kecepatan tes Covid-19 yang masih rendah.
Data terakhir yang diumumkan, yakni pada 19 Juli 2020, ketika ada 122 PDP yang wafat sebelum dilakukan tes PCR.
Upaya konfirmasi Kompas.com soal jumlah tes PCR maupun data kematian PDP tak direspons Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Depok.
Disentil Mendagri
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian justru yang membuka data jumlah tes PCR di Depok kepada publik.
Kamis (13/8/2020), dalam acara pembagian 2 juta masker dari Mendagri kepada Kota Depok, Tito menegur Wali Kota Depok Mohammad Idris akibat rasio tes Covid-19 di Depok yang sangat rendah.
Meskipun Idris mengklaim angka positivity rate di Depok menurun, Tito menyebut hal itu tidak cukup.
Sebab, sejauh ini, jumlah warga Depok yang dites PCR hanya sekelumit dari total 2,4 juta penduduk di wilayah itu.
"Tadi kan saya lihat langsung, Bapak mengatakan positive rate, Pak Wali. Positive rate-nya sekian, ada kemajuan (Depok) menjadi (zona) oranye. Nanti dulu, saya mau tanya sampelnya berapa? 6.578, betul ya, Pak?" kata Tito.
"Sebanyak 6.578 dari 2 juta, ketemunya 0,03 persen. Artinya yang di-sampling, yang diperiksa 0,03 persen, rendah sekali. Itu belum menggambarkan populasi," kata Tito Karnavian.
Intinya, Tito berujar, klaim penularan Covid-19 yang rendah di Depok sukar dijadikan pijakan, karena jumlah pemeriksaan yang sangat sedikit dan belum menggambarkan keadaan secara menyeluruh.
“Berdasarkan ilmu metodologi, (sampel) 0,03 persen itu tingkat kesalahannya tinggi sekali,” ujar Tito.
“Misalnya ada kelurahan yang masih 0 (kasus Covid-19), itu berita bagus. Tapi, secara sains, kita harus cek dulu. Ada enggak tes di sana yang cukup masif?” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.