Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Balik Monumen Kali Bekasi, tentang Pembantaian Tentara Jepang dan Sungai yang Memerah

Kompas.com - 14/08/2020, 19:53 WIB
Cynthia Lova,
Jessi Carina

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com - Monumen Kali Bekasi dikenal sebagai Monumen Front Perjuangan Rakyat Bekasi.

Monumen itu dibangun untuk menyampaikan pesan perdamaian dan cinta kasih.

Monumen Kali Bekasi yang berdiri kokoh ini terletak di tepian Kali Bekasi, Jalan Ir Haji Juanda. Ketika mendekati Monumen Kali Bekasi ini, kita bisa mengetahui sekilas apa yang terjadi dahulu di tepi Kali Bekasi itu.

Di monumen itu tergambarkan kereta, tentara-tentara Jepang, dan rakyat Bekasi yang sedang memegang senjata.

Baca juga: Diambil Alih Pemkot Tangsel, Monumen Palagan Lengkong Direhabilitasi

Monumen Kali Bekasi ini adalah saksi sejarah tempat dahulu rakyat Bekasi begitu berani melawan Jepang.

Sejarawan Ali Anwar mengatakan, Monumen Kali Bekasi ini menjadi saksi 90 tentara Jepang mati dibantai oleh rakyat di Bekasi.

Peristiwa tragis itu terjadi pada 18 Oktober 1945. Awalnya, tentara Jepang sudah dinyatakan kalah oleh sekutu setelah Perang Dunia II yang menghancurkan Kota Hiroshima dan Nagasaki.

Sebagai APWI (Allied Prisioners of War and Internest) sekutu wajib mengevakuasi tawanan tentara Jepang di Indonesia. Sehingga tentara Jepang ini harus dipulangkan ke daerahnya masing-masing.

Namun, untuk dipulangkan, tentara Jepang ini harus melalui Bandara Udara Kali Jati Subang.

Akhirnya, Komandan Tentara Keamanan Rakyat Jatinegara, Sambas Atmadinata, menginformasikan kepada Zakaria, Komandan TKR di markas Bekasi (saat ini menjadi gedung PMI Kota Bekasi) bahwa akan ada 90 orang tentara Jepang yang akan melintas Bekasi mengunakan kereta api menuju Bandar Udara Kali Jati Subang.

Baca juga: Kemenhub Janji Pertahankan Situs Sejarah di Stasiun Bekasi

Karena tentara Jepang pada saat itu dikenal kejam terhadap rakyat Bekasi, maka rakyat Bekasi mencoba untuk menangkap tentara Jepang yang hendak melintasi Bekasi itu.

“Pak Zakharia lantas memerintahkan Kepala Stasiun Bekasi untuk mengalihkan, mengarahkan rel yang tadinya melewati jembatan malah ke rel buntu yang ada di monumen itu,” ujar Ali kepada wartawan, Kamis (13/8/2020).

Akhirnya, kereta yang kala itu dinaiki 90 orang tentara Jepang berhenti tepat di tepian Kali Bekasi atau tepat di monumen itu terletak.

Kereta mereka diadang oleh rakyat Bekasi.

Zakharia lantas langsung mengetuk pintu kereta untuk menggeledah barang bawaan para tentara Jepang.

Awalnya tak dibuka, namun rakyat Bekasi secara paksa langsung membuka pintu kereta tersebut dan menggeledah barang bawaan tentara Jepang.

“Saat kereta digeledah ditemukan banyak senjata api, para pejuang akhirnya marah,” kata Ali.

Meski telah diperlihatkan surat perintah jalan dari Menteri Subardjo dan ditandatangani oleh Soekarno yang kala itu jadi Presiden Indonesia, rakyat Bekasi tetap menggelandang tawanan ke Kali Bekasi.

Baca juga: Tak Terhambat Penemuan Struktur Bata Kuno, Pembangunan DDT Stasiun Bekasi Sudah 40 Persen

Awalnya, ada sekitar 15 komandan tentara Jepang yang hendak melepaskan tembakan ke arah Zakaria.

Namun sayangnya Zakaria terlebih dahulu melepaskan tembakan ke arah komandan Jepang tersebut.

“Lalu disusul suara-suara tembakan lain, perang pun pecah. Pasukan Jepang berhamburan keluar dari tiga gerbong,” ujar Ali.

Melihat komandannya habis ditembak, para prajurit Jepang ini mencoba ambil senjata yang disimpan di gerbong belakang.

Belum sempat mengambil senjata, rakyat Bekasi ini langsung menyerbu para prajurit. Hal itu membuat mereka kalang kabut bahkan beberapa di antara mereka sempat melarikan diri ke arah Teluk Pucung.

Dalam hitungan beberapa menit, 90 orang prajurit Jepang tewas. Jasad 90 orang prajurit Kali Bekasi itu lantas dibuang ke Kali Bekasi.

“Kali Bekasi saat itu bertumpah darah para prajurit hingga warnanya bewarna merah. Disebut kali merah,” kata Ali.

Karena kejadian tersebut, Pemerintah Jepang protes dan meminta pertanggungjawaban Kepada Kepolisian RI (R. Soekanto) dengan jaminan agar peristiwa serupa tidak terulang kembali.

Akhirnya, pada tanggal 25 Oktober 1045 Presiden Soekarno datang ke Bekasi. Soekarna minta agar peristiwa serupa tidak terulang kembali.

Soekarno juga meminta agar rakyat Bekasi tidak ikut campur masalah kereta api dan mengacaukan perjalanannya.

Dalam buku Nasution tahun 1975, permintaan Soekarno itu diterima oleh rakyat Bekasi. Akhirnya monumen Kali Bekasi itu dibentuk sebagai tanda perdamaian antara Jepang dan Bekasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Alasan Warga Masih 'Numpang' KTP DKI: Saya Lebih Pilih Pendidikan Anak di Jakarta

Alasan Warga Masih "Numpang" KTP DKI: Saya Lebih Pilih Pendidikan Anak di Jakarta

Megapolitan
Usai Videonya Viral, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Buang Pelat Palsu TNI ke Sungai di Lembang

Usai Videonya Viral, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Buang Pelat Palsu TNI ke Sungai di Lembang

Megapolitan
NIK-nya Dinonaktifkan karena Tak Lagi Berdomisili di Ibu Kota, Warga: Saya Enggak Tahu Ada Informasi Ini

NIK-nya Dinonaktifkan karena Tak Lagi Berdomisili di Ibu Kota, Warga: Saya Enggak Tahu Ada Informasi Ini

Megapolitan
Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Megapolitan
Toko 'Outdoor' di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Toko "Outdoor" di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Megapolitan
Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Megapolitan
Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Megapolitan
Cerita Warga 'Numpang' KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Cerita Warga "Numpang" KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Megapolitan
Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Megapolitan
Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Megapolitan
Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Megapolitan
Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Megapolitan
Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Megapolitan
Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Megapolitan
Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com