Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Napak Tilas Sejarah Taman Proklamasi, Area Pembacaan Teks Proklamasi hingga Perjuangan Tokoh Wanita

Kompas.com - 16/08/2020, 06:30 WIB
Rindi Nuris Velarosdela,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Berbicara tentang perayaan hari ulang tahun (HUT) Republik Indonesia, rasanya selalu berkaitan dengan Taman Proklamasi.

Taman Proklamasi berlokasi di Jalan Prokklamasi Nomor 10, Menteng, Jakarta Pusat merupakan bekas kediaman sang proklamator Ir. Soekarno.

Dulunya, Jalan Proklamasi dikenal dengan nama Jalan Pegangsaan Timur.

Tepatnya 17 Agustus 75 tahun yang lalu, pada halaman taman proklamasi, Bung Karno dan Bung Hatta disaksikan sejumlah toko perintis kemerdekaan menyelenggarakan upacara Proklamasi Kemerdekaan RI.

Atas nama bangsa Indonesia, mereka menyatakan kepada dunia luar bahwa bangsa Indonesia telah merdeka dan terlepas dari penjajahan.

Baca juga: Cerita di Balik Monumen Kali Bekasi, tentang Pembantaian Tentara Jepang dan Sungai yang Memerah

Catatan Harian Kompas tanggal 16 Agustus 1995, Bung Karno sengaja memilih halaman rumahnya untuk menyelenggarakan upacara Proklamasi guna mencegah kemungkinan terjadinya serangan yang dilakukan Jepang.

Padahal, sebelumnya, golongan muda menginginkan upacara Proklamasi Indonesia digelar di Lapangan Ikada (sekarang dikenal dengan lapangan Monumen Nasional) secara besar-besaran.

Para golongan muda telah menyiapkan strategi perang apabila Jepang melakukan penyerangan saat dibacakannya teks proklamasi.

Setelah diskusi antara golongan tua dan golongan muda, upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diadakan di halaman rumah Bung Karno.

Sebelumnya teks proklamasi telah ditantangani sekitar pukul 03.00, di kediaman Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol Nomor 1 (kini dikenal dengan museum perumusan naskah proklamasi).

Selang 75 tahun setelah upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, kediaman Bung Karno telah berubah menjadi area taman proklamasi.

Dalam area taman itu, berdiri tiga objek penting yang berkaitan dengan sejarah kemerdekaan Indonesia, yakni tugu peringatan satu tahun Republik Indonesia, tugu petir, dan monumen proklamator Soekarno-Hata.

Tugu Peringatan Satu Tahun Dibongkar lalu Dibangun Kembali

Tugu Peringatan Satu Tahun Proklamasi dibuat sebagai peringatan ulang tahun pertama Republik Indonesia pada tahun 1946.

Tugu ini berdiri di bagian pojok kanan samping Monumen Proklamator Soekarno-Hatta.

Tugu peringatan ini merupakan hasil gagasan lima tokoh pejuang wanita, yakni Jo Masdani, Mien Wiranataksumah, Zus Ratulangi, Zubaedah, Ny. Gerung.

Baca juga: Alun-alun Bekasi Menyimpan Kisah Tuntutan Rakyat Pisahkan Diri dari Batavia

Para pejuang wanita itu tergabung dalam Pemuda Putri Indonesia (PPI) dan Wanita Indonesia.

Tugu peringatan berbentuk jarum itu diresmikan oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir pada 17 Agustus 1946, tepat setahun setelah kemerdekaan Indonesia.

Tugu peringatan itu berdiri di tegah dilatarbelakangi rumah keluarga Bung Karno.

Catatan Harian Kompas tanggal 16 Agustus 1995, proses peresmian tugu peringatan itu awalnya berjalan alot.

Wali Kota Jakarta kala itu, Suwirjo, menolak peresmian tugu peringatan satu tahun kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1946 karena alasan keamanan.

Suwirjo ingin meresmikan sendiri tugu peringatan itu pada 18 Agustus 1946.

"Kalau tanggal 18 Agustus, biarlah Pak Suwirjo sendiri yang membukanya," lata Jo Masdani.

Jo Masdani mengaku tak takut mati walaupun harus meresmikan tugu peringatan itu pada 17 Agustus 1946.

Kemudian, dia bersama tokoh pejuang wanita lainnya menghubungi Sutan Syahrir untuk meresmikan tugu peringatan itu. Sutan Syahrir pun menyanggupinya.

Semenjak peresmian itu, para pemuda dan pelajar dari tahun ke tahun menyelenggarakan upacara memperingati HUT Indonesia di tugu peringatan tersebut.

Setelah pemulihan kedaulatan Indonesia tahun 1950, Presiden dan Wakil Presiden seusai upacara kenegaraan di Istana Negara, selalu mendatangi tugu peringatan untuk meletakkan karangan bunga sekaligus membacakan doa bagi para pahlawan.

Tak hanya itu, para tamu negara tak segan diajak untuk meletakkan karangan bunga bagi para pahlawan yang telah gugur.

Selang 14 tahun setelah peresmian tugu peringatan proklamasi Indonesia, keberadaan tugu peringatan itu mulai tak dikunjungi warga.

ST Sularto dalam "Bung Karno di antara Saksi dan Peristiwa" menulis bahwa menurut Presiden Soekarno, tugu peringatan itu merupakan tugu Linggarjati sehingga tugu tersebut harus dihancurkan.

Padahal, perjanjian Linggarjati baru berlangsung 10 November 1946, tiga bulan setelah peresmian tugu peringatan itu.

Oleh karena itu, Jo Masdani dengan tegas membantah pernyataan tersebut.

“Persiapan kami lakukan sejak Juni 1946 sedangkan Linggarjati terjadi pada November 1946. Ini kan suatu kekeliruan besar,” kata Jo Masdani.

Penghancuran tugu peringatan itu tetap dilakukan sehingga hanya menyisakan tiga keping marmer yang kemudian disimpan sebagai kenangan di depan rumah Jo Masdani.

Tiga keping marmer itu bertulikan “Dipersembahkan oleh wanita Repoeblik” dan tulisan Proklamasi dilengkapi peta Indonesia.

Meskipun demikian, pada tahun 1972, pemerintah mulai membangun kembali rumah proklamasi (saat ini dikenal Gedung Perintis Kemerdekaan) dan tugu peringatan satu tahun proklamasi yang sebelumnya diprakarsai lima tokoh pejuang wanita Indonesia).

Hingga akhirnya, dikutip dari laman jakarta.tourism.go.id, tugu peringatan itu diresmikan pada 17 Agustus 1972 oleh Menteri Penerangan kala itu yang dijabat Budiarjo.

Tugu Petir

Objek kedua yang berada di area taman proklamasi adalah tugu petir. Tugu petir berbentuk linggis setinggi 17 meter dibangun tepat di kiri depan Monumen Proklamator Soekarno-Hatta.

Tugu terebut berdiri tegak menuding langit dengan lambang petir di puncaknya.

Kilat tersebut melambangkan betapa menggelegarnya peristiwa pembacaaan proklamasi kemerdekaan Indonesia, sementara linggis menggambarkan derap pembangunan.

Tepat 75 tahun lalu, di kaki tugu petir inilah, Bung Karno didampingi Bung Hatta berdiri tegak membacakan teks proklamasi.

Monumen Proklamator Soekarno-Hatta, Kenangan Sosok Sang Proklamator

Objek ketiga, objek paling menonjol di area taman proklamasi adalah Monumen Proklamator Soekarno-Hatta.

Monumen Proklamator Soekarno-hatta dibuat sebagai momentum pengingat pembacaan teks proklamasi oleh Ir. Soekarno yang didampingi Muhammad Hatta pada 17 Agustus 1945.

Catatan Harian Kompas 15 Juli 1997, Monumen proklamator itu merupakan karya perupa Nyoman Nuarta, Sidharta (keduanya dari ITB) dan Sumartono (ASRI). Monumen tersebut diresmikan oleh Presiden Soeharto tanggal 16 Agutus 1980.

Monumen itu menggambarkan sosok Bung Karno dalam usia 46 tahun yang tengah membacakan teks proklamasi.

Di sisi kirinya, berdiri sosok Bung Hatta yang berusia 43 tahun dalam sikap kedua belah tangan tertangkup ke belakang.

Tampak Bung Hatta sedang mendampingi Bung Karno yang sedang membacakan teks proklamasi.

Sementara itu, di antara kedua patung terletak lima balok perunggu seberat 600 kilogram berukuran 196 sentimeter x 290 sentimeer dengan teks proklamasi yang telah dibesarkan 200 kali lipat.

Kedua patung proklamator Indonesia itu terbuat dari bahan perunggu, masing-masing seberat 1.200 kilogram dengan tinggi 4,6 meter dan 4,3 meter.

Di belakang patung sang proklamator, dibangun sebuah bangunan berbentuk 17 jalur dengan tinggi 8 meter dan jumlah gelombang pada tebing air terjun sebanyak 45 buah.

Hal ini melambangkan tanggal proklamasi Indonesia yakni 17 Agustus 1945.

Saat ini, Taman Proklamasi dibuka untuk umum setiap hari mulai pukul 06.00-21.00 untuk membantu masyarakat napak tilas pembacaan teks proklamasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Oknum Anggota TNI Pengeroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus Bukan Personel Kodam Jaya

Oknum Anggota TNI Pengeroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus Bukan Personel Kodam Jaya

Megapolitan
Polisi: Sopir Truk Ugal-ugalan di GT Halim Bicara Melantur

Polisi: Sopir Truk Ugal-ugalan di GT Halim Bicara Melantur

Megapolitan
Kronologi 4 Warga Sipil Dianiaya Oknum TNI di Depan Mapolres Jakpus, Bermula Pemalakan Ibu Tentara

Kronologi 4 Warga Sipil Dianiaya Oknum TNI di Depan Mapolres Jakpus, Bermula Pemalakan Ibu Tentara

Megapolitan
Polisi Amankan 4 Remaja yang Bawa Senjata Tajam Sambil Bonceng 4 di Bogor

Polisi Amankan 4 Remaja yang Bawa Senjata Tajam Sambil Bonceng 4 di Bogor

Megapolitan
Wacana Sekolah Gratis, Emak-emak di Pasar Minggu Khawatir KJP Dihapus

Wacana Sekolah Gratis, Emak-emak di Pasar Minggu Khawatir KJP Dihapus

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Libatkan BRIN dalam Pengembangan 'Food Estate' di Kepulauan Seribu

Pemprov DKI Bakal Libatkan BRIN dalam Pengembangan "Food Estate" di Kepulauan Seribu

Megapolitan
Mengenang 9 Tahun Kematian Akseyna, Mahasiswa UI Berkumpul dengan Pakaian Serba Hitam

Mengenang 9 Tahun Kematian Akseyna, Mahasiswa UI Berkumpul dengan Pakaian Serba Hitam

Megapolitan
Pengeroyokan Warga oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus Mencekam, Warga Ketakutan

Pengeroyokan Warga oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus Mencekam, Warga Ketakutan

Megapolitan
'Update' Kecelakaan Beruntun di Gerbang Tol Halim Utama, Total 9 Mobil Terlibat

"Update" Kecelakaan Beruntun di Gerbang Tol Halim Utama, Total 9 Mobil Terlibat

Megapolitan
Oknum TNI Diduga Keroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus, Warga: Itu Darahnya Masih Ada

Oknum TNI Diduga Keroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus, Warga: Itu Darahnya Masih Ada

Megapolitan
Polda, Polri, dan Kejati Tak Bacakan Jawaban Gugatan MAKI Terkait Desakan Tahan Firli Bahuri

Polda, Polri, dan Kejati Tak Bacakan Jawaban Gugatan MAKI Terkait Desakan Tahan Firli Bahuri

Megapolitan
Oknum TNI Aniaya 4 Warga Sipil di Depan Mapolres Jakpus

Oknum TNI Aniaya 4 Warga Sipil di Depan Mapolres Jakpus

Megapolitan
Ketua DPRD Kota Bogor Dorong Pemberian 'THR Lebaran' untuk Warga Terdampak Bencana

Ketua DPRD Kota Bogor Dorong Pemberian "THR Lebaran" untuk Warga Terdampak Bencana

Megapolitan
Dua Karyawan SPBU Karawang Diperiksa dalam Kasus Bensin Dicampur Air di Bekasi

Dua Karyawan SPBU Karawang Diperiksa dalam Kasus Bensin Dicampur Air di Bekasi

Megapolitan
Soal Urgensi Beli Moge Listrik untuk Pejabat, Dishub DKI: Targetnya Menekan Polusi

Soal Urgensi Beli Moge Listrik untuk Pejabat, Dishub DKI: Targetnya Menekan Polusi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com