Untuk berhemat, tak jarang Saeful harus mendatangi kantor kepala desa hingga rumah makan untuk mendapatkan jaringan internet gratis demi mengikuti perkulihan.
"Kadang juga sempat tidak ikut perkulihan karena mati lampu. Semua jaringan wifi tidak ada. Kuota tidak punya. Ini kesulitan yang saya rasakan selama belajar tidak tatap muka. Penjelasan dosen melalui online tidak maksimal," katanya.
Sesekali Saeful rindu aktivitas sebelum adanya pandemi Covid-19. Berkumpul dan diskusi bersama teman kampus.
Hal yang paling diingat saat ini adalah kosan yang menjadi tempat singgah selama menjalani perkuliahan.
Tempat itu sudah tidak ditempati Saeful selama adanya pandemi Covid-19. Namun, barang miliknya masih disimpan di kosan.
"Bayar juga tetap bayar. Ada kesepakan dengan pemilik kosan, nitip barang dan saya bayar Rp 20.000 per bulan. Jadi masih tercatat penghuni kos itu," katanya seiring tawa.
Kini, Saeful hanya bisa berharap agar pandemi Covid-19 segera selesai. Perkulihan dapat dilakukan tatap muka dan perekonomian orang tua dapat bangkit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.