Saat itu, ia baru saja balik dari Pasar Kramat Jati. Dia melihat para polisi dari polsek berlindung ke rumah-rumah warga.
"Polisinya ngehindarlah, namanya 200 orang. Lewat sini, tapi ditutup. Dia (mereka) ngecek orang yang ngeroyok kagak ada, makanya diserang," ujarnya.
Buntut pengeroyokan
Insiden pada 2018 kemudian mencuatkan isu ketegangan antara dua korps bersenjata republik, TNI dan Polri.
Diduga pembakaran Polsek Ciracas pada 2018 silam erat kaitannya dengan pengeroyokan anggota TNI beberapa hari sebelumnya.
Kala itu, Kapolres Jakarta Timur Kombes Yoyon Tony menjelaskan, mulanya anggota TNI AL Kapten Komaruddin terlibat percekcokan dengan seorang juru parkir.
Namun, percekcokan tersebut berujung terjadinya pengeroyokan terhadap anggota TNI AD, Pratu Rivonanda, yang mulanya ingin melerai.
Baca juga: Kronologi Penyerangan Polsek Ciracas Versi Kodam Jaya
Tak selesai sampai di situ, anggota TNI tersebut mencari para pelaku pengeroyokan ke permukiman warga sekitar lapangan tembak.
Salah satu pelaku yang ikut mengeroyok dibawa ke Polsek Ciracas.
Meski begitu, pada Selasa (11/12/2018), kedua belah pihak sempat memutuskan untuk berdamai dengan menyelesaikan secara kekeluargaan.
Namun, massa yang belum terima dengan penyelesaian tersebut akhirnya menyerang Polsek Ciracas.
Sejumlah kendaraan di Mapolsek Ciracas dibakar dan dirusak. Selain gedung yang juga terbakar, tiga orang polisi mengalami luka-luka dalam insiden tersebut.
Baca juga: Fakta-fakta Perusakan Polsek Ciracas hingga Rabu Siang
Setelahnya, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) Jaya/Jayakarta Kolonel Inf Kristomei Sianturi mengklaim, pihaknya akan melakukan pemeriksaan internal terkait dugaan keterlibatan anggota TNI dalam pembakaran Polsek Ciracas.
Tentara yang terbukti terlibat dalam penyerangan dan sejumlah perusakan rumah di Ciracas, kata dia, akan ditindak tegas.
"Pasti (ditindak dengan tegas), harus peradilan militer. Ini lebih berat, saya pastikan lebih berat. Bisa dipenjara, dipecat. Hilang pekerjaan," ujar Kristomei saat itu.