DEPOK, KOMPAS.com - Sebuah hajatan di Pengasinan, Depok, Jawa Barat pada Sabtu (29/8/2020) lalu viral di media sosial karena dihadiri banyak orang saat pandemi Covid-19 masih melanda Depok.
Dalam video yang viral itu tampak jelas hajatan yang dipersiapkan dengan matang mulai dari panggung hingga sound system itu tak mematuhi protokol kesehatan. Banyak penonton tak menggunakan masker. Selain itu, kerumunan yang begitu padat membuat mereka sulit menjaga jarak.
Terselenggaranya acara itu beserta kerumunan yang hadir kemungkinan terjadi akibat miskomunikasi antara pihak penyelenggara dengan pemerintah.
Hajatan tersebut diklaim sebagai acara keagamaan meskipun publik menilainya sebagai "dandgutan" lantaran hadir penyanyi kondang Evie Tamala di atas panggung menghibur hadirin.
Baca juga: Video Viral Acara Dangdutan di Pengasinan Dipenuhi Warga, Ini Tanggapan Pemkot Depok
Pemerintah Kota Depok melalui Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Dadang Wihana mengatakan, legalitas antara acara keagamaan dengan hajatan seni skala besar berbeda. Hal itu berdasarkan Peraturan Wali Kota Depok Nomor 37 Tahun 2020, yang kemudian diperbarui dengan peraturan nomor 45 dan 49.
"Kegiatan yang mengundang kerumunan atau konser seni dan budaya skala besar, kami belum memperbolehkan. Kalau festival seni skala kecil, maksimal 30 orang dengan jaga jarak, itu diperkenankan agar teman-teman di bidang seni bisa beraktivitas," ujar Dadang kepada wartawan pada Senin ini.
Masalahnya, hajatan di Pengasinan itu dihadiri lebih dari 30 orang. Hingga kini, Dadang mengaku belum mendapatkan jumlah hadirin secara pasti. Namun ia menaksir ada sekitar 300 orang hadir dalam acara yang diklaim sebagai hajatan "santunan anak yatim" itu.
Dengan angka tersebut, tentu hajatan ini bukan acara seni berskala kecil.
Di sisi lain, jika panitia penyelenggara bermaksud menggelar acara keagamaan secara besar, maka legalitasnya lain lagi. Pemerintah Kota Depok mengizinkan acara semacam itu digelar tetapi mesti memperoleh persetujuan tertulis.
"Kalau kami kategorikan sebagai kegiatan keagamaan, dalam peraturan wali kota jelas, harus sudah dapat izin tertulis (dari) kecamatan," ujar Dadang.
"Pada intinya melalui Peraturan Wali Kota Nomor 37 Tahun 2020, aktivitas keagamaan terutama yang mengundang massa yang banyak harus dapat izin tertulis dari camat, dan camat mengatur protokol kesehatan," tambah dia.
Rancunya duduk perkara acara itu, entah sebagai acara seni atau acara keagamaan berskala besar, membuat legalitasnya pun sumir.
Apalagi, pihak penyelenggara sempat menuturkan bahwa pihaknya sudah berkomunikasi dengan pemerintah setempat melalui kelurahan dan kecamatan.
"Saya tidak mengatakan ilegal karena memang ini sudah direncanakan oleh mereka, sudah berkomunikasi mungkin," ujar Dadang.
"Yang mungkin disampaikan dari panitia, komunikasi dengan kecamatan dan kelurahan mungkin sudah dilakukan, mungkin camat sebagai Satgas Covid-19 tingkat kecamatan memberi arahan terkait protokol kesehatan," tambahnya.
"Padahal itu bukan izin. Izin yang kita keluarkan ada syarat-syarat di situ, misalnya diperkenankan dengan syarat-syarat bervariasi, tergantung acara tersebut," lanjut dia.
Dadang beranggapan, arahan lisan dari camat tidak bisa dijadikan dasar bagi pihak penyelenggara untuk tetap menggelar acara. Sebab, keputusan acara tersebut bisa digelar atau tidak berangkat dari izin tertulis. Namun, hajatan itu akhirnya tetap terselenggara.
"Kalau ini kegiatan keagamaan, tentunya izin tertulis dari kecamatan adalah sesuatu yang harus dipenuhi. Setelah kami cek izin tertulis dari kecamatan, tidak ada. Tidak ada izin tertulis yang dikeluarkan baik dari gugus tugas kota maupun satgas kecamatan," ujar dia.
Baca juga: Viral soal Dangdutan Dipenuhi Warga di Masa Pandemi, Masyarakat Jenuh?
"Jenis komunikasi yang dibangun dengan kecamatan dan kelurahan, harusnya mereka (panitia) minta izin dan dikeluarkan surat dari kecamatan kalau ini kegiatan keagamaan," tambah Dadang.
Kini, ia mengklaim Satpol PP Kota Depok tengah memanggil panitia penyelenggara untuk diperiksa. Belum ada tindakan tertentu kepada aparat lokal yang kecolongan sehingga hajatan berskala besar itu terselenggara.
Selain itu, tak seluruh hadirin akan dites swab secara langsung, melainkan akan dipantau terlebih dulu.
"Tentunya dari panitia dulu pertama (diperiksa). Belum tahu (sanksinya). Akan dikembangkan, apakah ada dampak kasus yang terjadi akibat itu, kami masih memonitor. Mudah-mudahan saja tidak terjadi klaster baru," ungkap Dadang.
"Tidak (seluruh hadirin dites), tentunya kami tracing (lacak) dalam periode ini, kami tanya ke mereka apakah ada gejala atau seperti apa. Kami tracing," kata dia.
Kasus Covid-19 di Kota Depok mulai melonjak signifikan sejak 31 Juli 2020. Data terakhir yang diperbarui kemarin, Pemerintah Kota Depok telah melaporkan 2.152 kasus positif Covid-19, tertinggi di Jawa Barat.
Sebanyak 1.482 di antaranya dinyatakan pulih dan 76 sisanya meninggal dunia.
Dari jumlah itu, sebanyak 594 pasien kini sedang ditangani (kasus aktif), baik isolasi mandiri maupun dirawat di rumah sakit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.