JAKARTA, KOMPAS.com - Maman kini sedang santai di kontrakannya di Jalan Bunut, Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Rabu (2/8/2020). Dia rehat sejenak dari pekerjaanya sebagai petugas makam khusus Covid-19 di Tempat Pemakaman Umum Pondok Ranggon.
Ya, libur satu hari benar-benar dimanfaatkan Maman untuk memulihkan semangat dan tenaga sebelum kembali menenteng cangkulnya, menggali liang lahat.
Memang tak dimungkiri, sudah ratusan jenazah Covid-19 yang Maman bantu gali dan sediakan makamnya. Akhirnya Maman sampai pada titik di mana dia merasa lelah, sedih, dan takut.
Semakin sering Maman memakamkan jenazah korban Covid-19, ia kian menyadari bahwa betapa mengerikannya wabah ini. Jenazah datang tiada henti.
“Saya sedih saja, kenapa enggak ada berakhirnya? Semuanya juga, sebenarnya sudah lelah,” kata Maman saat dihubungi lewat sambungan telepon, Rabu (2/9/2020).
Baca juga: Isi Hati Dokter Penyintas Covid-19: Kesal dan Jengkel Lihat Warga yang Tak Takut Corona
Bayangkan, Maman yang tergabung dalam petugas TPU kelompok D bisa memakamkan 20 sampai 30 jenazah Covid-19 per hari atau bahkan bisa sampai 180 jenazah tiap satu minggu.
Kenyataan pahitnya, Maman mengakui bahwa lahan TPU Pondok Ranggon yang digunakan untuk pemakaman korban Covid-19 semakin berkurang. Tersisa beberapa hektar lagi, kata dia.
“Kalau untuk berapa (total jumlah) jenazah, mungkin seribu atau dua ribu jenazah masih bisa,” ucap dia.
Takut bukan milik Maman semata. Keluarga Maman yang tinggal di kawasan Halim, Jakarta Timur juga merasakan hal yang sama.
Mereka khawatir Maman justru menjadi korban Covid-19 selanjutnya. Namun, apa lacur, Maman tak mungkin menolak tugas.
Baca juga: Empat Remaja Penabrak Petugas Tertunduk Lesu Saat Satpol PP Buka Peti Mati Covid-19
“Keluarga juga komplain, saya bilang jangan komplain sama saya, saya cuma petugas,” tegas Maman.
Maman sudah menjadi petugas sejak 1989, dengan mengawali karier di TPU Cipinang Asem, Halim, Jakarta Timur. Namun, Maman dipindah tugaskan ke TPU Pondok Ranggon sejak 2016 lalu.
Dengan pengalaman sebagai petugas makam selama puluhan tahun, mustahil rasanya Maman menolak tugas memakamkan jenazah Covid-19, seperti yang diharapkan keluarga.
Walau Maman sadar betul ada istri dan anak yang harus dia lindungi di rumah.
Selama bertugas, Maman menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap, mulai dari baju hazmat, sarung tangan, masker dan sepatu boots.
Panas dan gerah sudah akrab di kulitnya. Tetapi dia sama sekali tak mengeluhkan hal tersebut.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Akan Isolasi Semua Pasien Covid-19 di RS dan Wisma Atlet
Bagi Maman, lagi-lagi bukan lelah yang mengusik, melainkan takut dengan pandemi ini.
Di tengah rasa takutnya kala bertugas, kadang Maman mencari hiburan sebagai selingan. Kala istirahat dia dan teman-temannya mendendangkan lagu dangdut andalan.
Alunan musik yang tercipta dari tabuhan tabla seakan suplemen untuk mengendurkan syaraf Maman yang tegang akibat lelah dan takut.
Tak jarang badan Maman ikut bergoyang, selaras dengan ketukan musik yang ada.
“Kami paling denger musik joget-joget. Kadang-kadang kami suka bawa radio yang bisa disambung pakai bluetooth. Pimpinan sih maklum saja, karena kan buat ngilangin stres pas istirahat,” kata dia.
Namun, begitu lepas istirahat, Maman harus kembali bertugas. Dia persiapkan diri lagi, menanti datangnya jenazah korban-korban Covid-19 berikutnya
Di tengah ketakutannya terpapar Covid-19, Maman kadang meradang kala dirinya melihat masyarakat yang masih berkeliaran di luar rumah, tanpa mengenakan masker, atau bahkan berkerumun.
Dalam benaknya pun Maman berpikir, mengapa masyarakat tidak khawatir?
Baca juga: Penyintas Covid-19 Sebut Mereka yang Abai Protokol Kesehatan sebagai Orang Arogan
“Jengkel juga sih. Sebenarnya kesehatan buat dia sendiri, untuk keluarga dia. Kenapa pas keluar dan kumpul enggak pakai masker, jaga jarak juga enggak. Apa kata pemerintah soal protokol kesehatan ya harus dijalani,” ungkap dia.
Maman sadar betul akan bahanya Covid-19 yang mengancam. Setiap pulang bertugas, Maman selalu mencuci tangan, disemprot disinfektan, hingga mandi di kamar mandi pemakaman demi memastikan badan steril. Ini dilakukan agar Maman aman saat bertemu keluarga di rumah.
Dia berharap masyarakat tidak harus jadi pasien positif dahulu baru taat protokol kesehatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.