Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala Satpol PP Jaktim Tegur Anak Buahnya yang Terapkan Sanksi Masuk Peti Mati

Kompas.com - 04/09/2020, 12:30 WIB
Walda Marison,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Timur, Budhy Novian mengaku menegur anak buahnya yang menerapkan sanksi masuk ke peti mati bagi pelanggar protokol kesehatan.

Ia memastikan sanksi tersebut tidak akan diterapkan kembali di wilayahnya. Pasalnya, sanksi tersebut tidak sesuai dengan aturan.

Aturan sanksi bagi warga yang tak menggunakan masker tetap merujuk pada Peraturan Gubernur Nomor 79 tahun 2020, yakni denda sebesar Rp 250.000 atau sanksi kerja sosial.

"Saya sudah tegur mereka (petugas) agar jangan dilakukan lagi karena kita melaksanakan penindakan berdasarkan acuan. Tidak boleh suka-suka petugas," kata Budhy saat dikonfirmasi, Jumat (4/9/2020).

Baca juga: Tak Mau Kerja Sosial dan Bayar Denda, Warga Tak Pakai Masker Pilih Masuk Peti Mati

Menurut dia, awalnya saksi tersebut diberlakukan secara spontan setelah semakin banyak warga yang tidak memakai masker terkena razia.

Mereka mengantre untuk membayar denda administrasi atau melakukan kerja sosial selama satu jam.

Karena alasan mempersingkat waktu dan menolak bayar denda, akhirnya sebagian pelanggar memilih masuk ke peti jenazah.

Setelah viral di medsos dan direspons pro dan kontra netizen, sanksi tersebut kemudian dihapus.

"Kita hanya menghindar pro kontra jadi kita menindak berdasarkan aturan saja. Kita kan hanya pelaksana lapangan yang melakukan penindakan," tambah dia.

Baca juga: Kasatpol PP: Masuk Peti Mati Bukan Sanksi Resmi Pemprov DKI

Dia harap, dengan denda administrasi dan kerja sosial dapat membuat masyarakat jera dan taat kepada protokol kesehatan.

Sebelumnya, sanksi masuk peti mati diterapkan saat razia yang digelar di Jalan Raya Kalisari, tepatnya di pertigaan Gentong, Kalisari, Kecamatan Pasar Rebo, Kamis (3/9/2020).

Wakil Camat Pasar Rebo, Santoso mengatakan, setidaknya sudah tujuh orang terjaring razia masker. Tiga orang di antaranya memilih sanksi masuk ke dalam peti mati.

"Tadi beberapa orang yang melakukan pilihan ingin masuk peti mati, ada tiga orang," kata dia saat dikonfirmasi.

Santoso mengatakan, mereka memilih masuk peti mati dengan alasan mempersingkat waktu hukuman.

Baca juga: Sanksi Masuk Peti Mati Tak Diberlakukan Lagi di Jakarta Timur

Jika memilih sanksi membersihkan fasilitas umum, maka mereka harus melakukannya selama satu jam.

Alasan kedua, mereka tidak memilik uang untuk membayar denda.

"Yang kedua saya tanyakan kenapa enggak bayar denda saja? Mereka enggak punya uang," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com