Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakob Oetama dan Cintanya terhadap Manusia, Pendidikan, dan Wartawan

Kompas.com - 09/09/2020, 17:56 WIB
Jimmy Ramadhan Azhari,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

Di tengah kegalauannya itu, Jakob bertemu dengan Pastor JW Oudejans OFM, pimpinan umum di mingguan Penabur.

Lewat sebuah pernyataan singkat yakni "Jakob, guru sudah banyak, wartawan tidak," ia pun memantapkan hati.

"Itulah titik balik masa depan yang harus saya gulati. Menjadi wartawan profesional, bukan guru profesional," ujar Jakob.

Dirikan Intisari dan munculnya harian Kompas

Di tahun 1958, Jakob bertemu dengan Petrus Kanisius Ojong dalam sebuah kegiatan jurnalistik. Waktu itu, Ojong memimpin dua media, yakni harian Keng Po dan Star Weekly.

Dari pertemuan pertama, keduanya sering berjumpa di kegiatan sosial, politik, dan budaya.

Sampai akhirnya di tahun 1960-an situasi politik begitu mengekang di tengah pengaruh besar Partai Komunis di pemerintahan.

Di tahun 1961-1962, dua media yang dipimpin Ojong, Keng Po dan Star Weekly diberangus pemerintah karena sikap kritisnya.

 Baca juga: Jakob Oetama Berpulang, Ini Penghargaan Luar Negeri yang Pernah Diterimanya

Suatu hari, keduanya bertemu di pementasan sendratari Ramayana di Prambanan, Jawa Tengah. Perjumpaan itu berlanjut dengan makan ayam goreng Mbok Berek.

Di tengah pembicaraan, Ojong mengajak Jakob mendirikan sebuah majalah baru. Media itu diproyeksi untuk menerobos kekangan informasi oleh pemerintah.

Akhirnya, berdirilah Intisari di tahun 1963. Majalah ini banyak memuat artikel-artikel cerita manusia yang membuka mata dan telinga masyarakat di tengah terbatasnya informasi.

Intisari terbit di hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-18. Sebanyak 10.000 eksemplar disebar ke berbagai daerah. Per eksemplar dijual seharga Rp 60 untuk wilayah Jakarta, Rp 65 di luar Jakarta.

 Baca juga: Duka Keluarga Kompas Gramedia Kala Ditinggal Jakob Oetama....

Majalah ini banyak merekrut penulis-penulis hebat di masa itu seperti Nugroho Notosusanto yang kelak menjadi Mendikbud di era Orde Baru.

Ada juga Soe Hok Djin (Arief Budiman) dan adiknya Soe Hok Gie yang dikenal sebagai aktivis mahasiswa, serta Kapten Ben Mboi yang kemudian jadi Gubernur Nusa Tenggara Timur.

Di tengah masa jaya Intisari, Menteri Perkebunan Frans Seda dari Partai Katolik meminta keduanya untuk mendirikan surat kabar Partai Katolik atas permintaan Panglima TNI AD Letjen Ahmad Yani.

Alasannya, waktu itu hampir semua partai memiliki media sebagai corong partai.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com