JAKARTA, KOMPAS.com - "Pak Jakob pernah bercerita, Kompas itu ladang Tuhan. Ladang itu bukan milik saya," ungkap Sindhunata, pastor pemimpin misa arwah mendiang pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, Kamis (10/9/2020).
Mendiang Jakob selama hidupnya dikenal atas kiprahnya yang luar biasa dalam dunia pers melalui Harian Kompas.
Sindhunata, yang juga pernah terlibat di Kompas, ingat betul bagaimana Jakob Oetama bekerja keras mengasuh rekan kerja dan anak buahnya.
Mendiang adalah orang yang bekerja bukan untuk kekayaan material.
Baca juga: Obituari: Kebimbangan Jakob Oetama, antara Jadi Guru atau Wartawan...
"Kalaupun Pak Jakob kaya, kekayaan itu bukanlah target hidupnya. Kekayaan adalah buah dari kesederhanaannya," kata Sindhunata.
Romo Sindhu menambahkan, Jakob Oetama merupakan pribadi yang selalu gelisah.
Bukan dalam arti gundah, namun gelisah karena Jakob menganggap koran yang ia tukangi belum mampu mencapai apa yang Jakob dambakan.
Bahkan, Sindhu pernah mencetuskan istilah Kompas sebagai "sekolah dosa".
Jakob disebut suka dengan istilah itu, karena menggambarkan betul betapa dalam perjuangan berat membesut Kompas, mereka tersaruk ke dalam kesalahan, untuk kemudian bangkit lagi.
Baca juga: Jakob Oetama dan Cintanya terhadap Manusia, Pendidikan, dan Wartawan
Menurut Sindhunata, Jakob punya asa, Kompas dapat turut berkiprah membangun bangsa Indonesia. Di dalamnya, para karyawan Kompas juga bisa sejahtera.
"Ia belum berhenti gelisah sejauh Kompas belum belum benar-benar menjadi koran yang bisa ikut membangun bangsa," kata Sindhu.
"Ia gelisah, sejauh karyawan-karyawannya belum sejahtera seperti yang diimpikannya," ucap Sindhu.