BEKASI, KOMPAS.com - Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, berharap daerah-daerah penyangga DKI Jakarta juga ikut tarik rem darurat dan menerapkan PSBB total.
Hal itu dilakukan guna menekan angka penularan Covid-19, yang mulai melonjak di daerah-daerah penyangga Ibu Kota.
Syahrizal menilai, penyebaran virus corona tipe-2 (SARS-CoV-2) pada kondisi saat ini sangat mengkhawatirkan.
“Kalau mau serius, bukan hanya Jakarta, tetapi sekitar Jakarta (juga). Bahkan, paling tidak 10 provinsi lain juga harus melakukan (PSBB total),” ujar Syahrizal saat dihubungi, Kamis (10/9/2020).
Baca juga: Rem Darurat, PSBB Jakarta, dan Pengaruhnya untuk Bekasi...
Dengan situasi yang mengkhawatirkan saat ini, ia memprediksi kasus Covid-19 bisa mecapai 500.000 kasus, jika tak ditekan dengan kembali menerapkan PSBB total.
Pasalnya, saat ini DKI Jakarta kasusnya sudah mencapai 50.000 dengan penambahan kasus yang signifikan selama 17 hari belakangan ini.
“Situasinya ini sangat mengkhawatirkan, saat ini kasus mengerikan, akhir Desember bisa 500.000 kasus. Saat ini 50.000 pertama dicapai dalam waktu 17 hari, 50.000 lagi akan datang 15 hari. Kalau sebulan kan 30 hari. Jadi 3 bulan ke depan kita mendapatkan hanpir 500.000 kasus,” kata dia.
Dia menyampaikan, daerah-daerah penyanggah DKI Jakarta harus satu kebijakan menerapkan PSBB total.
Sebab jika tidak diterapkan secara merata, ia khawatir SARS-CoV terus menyebar. Apalagi kebanyakan aktivitas warga Bekasi ke Jakarta.
“Penduduk Jakarta kan ada penduduk pagi dan malam. Yang pagi sebagian 50 persen dari Bekasi. Jadi enggak bisa memisahkan Jakarta dengan satelitnya. Sebaiknya harus satu kebijakan. Tetapi kebijakan yang serius,” ucap Syahrizal.
Syahrizal mengingatkan, PSBB total yang kedua kalinya ini harus dilakukan dengan serius dan bijaksana.
Baca juga: Kebijakan PSBB Total atau Tidak di Kota Bekasi Akan Diputuskan Senin Ini
Misalnya, bagi masyarakat yang terdampak ekonominya akibat PSBB total, ia minta pemerintah bertanggungjawab dengan memberikan stimulus.
Dengan begitu, para pedagang kecil di pinggir jalan juga tak khawatir jika harus berada di rumah.
“Maksud saya harus betul-betul dipikirkan PSBB ini. Jadi enggak bisa seperti PSBB pertama. Masyarakat lapisan bawah sudah lama enggak bisa usaha. PSBB yang sekarang harus mempertimbangkan pemulihan ekonomi,” kata Syahrizal.
“Kalau mau ditingkatkan dan serius, PSBB kan mengurangi pergerakan, harus ada kompromi ekonomi dan harus ada kompensasinya,” lanjut dia.
Baca juga: DKI Kembali PSBB Total, PAN Ingatkan Pembagian Bansos Tepat Sasaran
Kemudian, pemerintah harus lebih tegas lagi mengawasi masyarakat yang tidak menerapkan protokol kesehatan.
Bahkan sanksi harus tetap berjalan selama PSBB diterapkan, sehingga masyarakat punya kesadaran untuk terapkan protokol kesehatan.
“Masyarakat kota sudah sadar. Tetapi yang di kalangan menengah ke bawah kurang. Sementara Covid tidak mengenal kaya atau miskin, jadi Pemda harus memastikan 90 persen warga yang ada di luar harus pakai masker. Untuk yang menengah ke bawah, ya kasih masker,” kata Syahrizal.
Selain itu, ia juga minta pemerintah ikut hadir di lingkungan RT maupun RW. Pasalnya kini muncul penularan klaster keluarga yang meningkat.
Menurut dia, pasien Covid-19 yang isolasi mandiri di rumah bisa dipindah ke tempat yang lebih aman, terutama bagi mereka yang tinggal di permukiman padat.
Dengan begitu, ia berharap penyebaran virus corona di lingkungan rumah bisa ditekan.
“Saya bilang enggak ada gunanya tutup portal di rumah-rumah. Harusnya saat ini adalah bikin spanduk di RT anjuran pakai masker dan jaga jarak. Kedua, harus ada tenaga kesehatan yang ke rumah-rumah mengecek kesehatan tiap anggota keluarga di tiap rumah. Setiap hari harus lapor apa ada yang demam,” tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.