DEPOK, KOMPAS.com – Universitas Indonesia (UI) menjadi sorotan belakangan ini setelah ribuan mahasiswa barunya dipaksa menandatangani “pakta integritas” di atas meterai.
Publik maupun mahasiswa baru itu sendiri beranggapaon, poin-poinnya multitafsir. Sudah begitu, pelanggarannya bisa berujung pemecatan/drop-out dari kampus.
Dalam perkembangannya, suasana semakin keruh karena UI justru membuat pernyataan yang kontradiktif. Sempat mengakui bahwa pakta integritas itu diterbitkan, belakangan UI justru menyangkal dokumen itu resmi dirilis universitas.
Baca juga: Cerita Maba UI soal Pakta Integritas: Kami Tak Punya Pilihan Selain Tanda Tangan
Usut-punya usut, rupanya terjadi dualisme di tubuh Pimpinan UI di balik sikap "plin-plan" ini. Berikut Kompas.com merangkum duduk perkaranya:
Direktur Kemahasiswaan UI, Devie Rahmawati mengakui, pakta integritas itu diterbitkan oleh pihaknya melalui program Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) pekan lalu.
Penelusuran Kompas.com, dokumen pakta integritas ini dibagikan kepada ribuan mahasiswa baru melalui kelompok kecil mentoring, Sabtu (5/9/2020), dengan status “wajib” dikumpulkan esok harinya.
Ada 3 poin yang kemudian dipersoalkan, mulai dari soal kesehatan mahasiswa yang tak ditanggung universitas, larangan terlibat politik praktis, dan larangan terlibat dalam organisasi yang tak mengantongi izin kampus.
Di samping dinilai tak sejalan dengan semangat kebebasan akademis, ketiganya dianggap multitafsir.
“Ini ke mana arahnya? Apakah maksudnya mahasiswa jika mengalami kecelakaan di luar kegiatan universitas maka dia harus tanggung jawab pribadi? Atau malah kalau ada kecelakaan ketika kegiatan yang berhubungan dengan universitas, pihak UI mau lepas tangan?” ungkap A, salah satu mahasiswa baru UI kepada Kompas.com, Sabtu (12/9/2020).
Baca juga: UI Ubah Isi Pakta Integritas untuk Mahasiswa Baru, Termasuk soal Aturan Politik Praktis
“Poin mengenai politik praktis dan kaderisasi tanpa izin, kesannya membatasi ruang gerak dengan ancaman pemberhentian. Apalagi, lingkup politik praktisnya tidak dijelaskan. Seakan kampus memaksa mahasiswa baru untuk setuju bahwa mereka akan sama sekali lepas tangan bila terjadi apa-apa dan membatasi ruang gerak mahasiswa karena enggak mau ribet,” timpal Y, juga mahasiswa baru UI, Sabtu.
Beberapa hari berselang, kontroversi pakta integritas ini muncul di pemberitaan. Setelah ramai dan memicu pro-kontra, Devie Rahmawati muncul dengan siaran pers yang isinya menyinggung soal pakta integritas ini.
Hal ini agak tidak lazim, sebab siaran pers UI secara resmi dirilis oleh Kantor Humas dan Keterbukaan Informasi Publik.
Meski berjudul “siaran pers”, namun dokumen yang diterbitkan Devie itu tidak mencantumkan logo UI maupun nomor dokumen.
“Terjadi kekeliruan pengiriman dokumen pre-test, post-test, dan pakta integritas yang masih berupa draf sehingga banyak mengundang pro dan kontra. Saya mewakili tim menyampaikan permohonan maaf yang mendalam atas ketidak sempurnaan pelaksanaan kegiatan PKKMB UI 2020, termasuk sudah terkirimnya dokumen pakta integritas yang belum difinalisasi,” tulis Devie dalam dokumen itu.
Dalam wawancara lebih lanjut dengan Kompas.com, Jumat (11/9/2020), Devie bicara panjang lebar mengenai latar belakang terbitnya pakta integritas ini.
Baca juga: Kepada Mahasiswa Baru UI, Mahfud MD: Ini Generasi yang Cool, Moderat, dan Terbuka