Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Internal di Balik Sikap Plin-plan UI soal Pakta Integritas Mahasiswa Baru

Kompas.com - 14/09/2020, 06:32 WIB
Vitorio Mantalean,
Jessi Carina

Tim Redaksi


DEPOK, KOMPAS.comUniversitas Indonesia (UI) menjadi sorotan belakangan ini setelah ribuan mahasiswa barunya dipaksa menandatangani “pakta integritas” di atas meterai.

Publik maupun mahasiswa baru itu sendiri beranggapaon, poin-poinnya multitafsir. Sudah begitu, pelanggarannya bisa berujung pemecatan/drop-out dari kampus.

Dalam perkembangannya, suasana semakin keruh karena UI justru membuat pernyataan yang kontradiktif. Sempat mengakui bahwa pakta integritas itu diterbitkan, belakangan UI justru menyangkal dokumen itu resmi dirilis universitas.

Baca juga: Cerita Maba UI soal Pakta Integritas: Kami Tak Punya Pilihan Selain Tanda Tangan

Usut-punya usut, rupanya terjadi dualisme di tubuh Pimpinan UI di balik sikap "plin-plan" ini. Berikut Kompas.com merangkum duduk perkaranya:

Versi Kemahasiswaan UI

Direktur Kemahasiswaan UI, Devie Rahmawati mengakui, pakta integritas itu diterbitkan oleh pihaknya melalui program Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) pekan lalu.

Penelusuran Kompas.com, dokumen pakta integritas ini dibagikan kepada ribuan mahasiswa baru melalui kelompok kecil mentoring, Sabtu (5/9/2020), dengan status “wajib” dikumpulkan esok harinya.

Ada 3 poin yang kemudian dipersoalkan, mulai dari soal kesehatan mahasiswa yang tak ditanggung universitas, larangan terlibat politik praktis, dan larangan terlibat dalam organisasi yang tak mengantongi izin kampus.

Di samping dinilai tak sejalan dengan semangat kebebasan akademis, ketiganya dianggap multitafsir. 

“Ini ke mana arahnya? Apakah maksudnya mahasiswa jika mengalami kecelakaan di luar kegiatan universitas maka dia harus tanggung jawab pribadi? Atau malah kalau ada kecelakaan ketika kegiatan yang berhubungan dengan universitas, pihak UI mau lepas tangan?” ungkap A, salah satu mahasiswa baru UI kepada Kompas.com, Sabtu (12/9/2020).

Baca juga: UI Ubah Isi Pakta Integritas untuk Mahasiswa Baru, Termasuk soal Aturan Politik Praktis

“Poin mengenai politik praktis dan kaderisasi tanpa izin, kesannya membatasi ruang gerak dengan ancaman pemberhentian. Apalagi, lingkup politik praktisnya tidak dijelaskan. Seakan kampus memaksa mahasiswa baru untuk setuju bahwa mereka akan sama sekali lepas tangan bila terjadi apa-apa dan membatasi ruang gerak mahasiswa karena enggak mau ribet,” timpal Y, juga mahasiswa baru UI, Sabtu.

Beberapa hari berselang, kontroversi pakta integritas ini muncul di pemberitaan. Setelah ramai dan memicu pro-kontra, Devie Rahmawati muncul dengan siaran pers yang isinya menyinggung soal pakta integritas ini.

Hal ini agak tidak lazim, sebab siaran pers UI secara resmi dirilis oleh Kantor Humas dan Keterbukaan Informasi Publik.

Meski berjudul “siaran pers”, namun dokumen yang diterbitkan Devie itu tidak mencantumkan logo UI maupun nomor dokumen.

“Terjadi kekeliruan pengiriman dokumen pre-test, post-test, dan pakta integritas yang masih berupa draf sehingga banyak mengundang pro dan kontra. Saya mewakili tim menyampaikan permohonan maaf yang mendalam atas ketidak sempurnaan pelaksanaan kegiatan PKKMB UI 2020, termasuk sudah terkirimnya dokumen pakta integritas yang belum difinalisasi,” tulis Devie dalam dokumen itu.

Dalam wawancara lebih lanjut dengan Kompas.com, Jumat (11/9/2020), Devie bicara panjang lebar mengenai latar belakang terbitnya pakta integritas ini.

Baca juga: Kepada Mahasiswa Baru UI, Mahfud MD: Ini Generasi yang Cool, Moderat, dan Terbuka

“Ini perlu diatur karena memang kemudian, mahasiswa ketika tidak diajarkan untuk berkomitmen, dia tidak akan ingat bahwa ada satu tanggung jawab yang memang perlu dia jaga,” jelasnya.

“Kampus ini kan menjadi laboratorium bagi mahasiswa untuk nanti masuk ke dunia yang sebenarnya dan di dunia yang sebenarnya kan ini biasa. Bukan satu hal yang salah juga kalau kemudian UI membuat upaya melatih mahasiswa untuk belajar berkomitmen atas dirinya ketika memasuki dunia baru,” lanjut Devie.

“Kami tadinya belum mau menarik lebih dulu (pakta integritas bermeterai), karena tidak mau menimbulkan kegaduhan. Kami diamkan dulu karena acara (PKKMB) harus berlangsung dan hanya 5 hari,” kata dia lagi.

Devie lalu mengaku telah mengganti pakta integritas itu dengan versi yang diklaim sudah final, dengan judul berubah jadi “surat pernyataan”, tanpa meterai.

Poin-poin yang kontroversial relatif tak berubah, sedangkan ada beberapa penambahan ketentuan yakni larangan mahasiswa bertindak menentang pancasila dan terlibat radikalisme.

Namun, para mahasiswa baru yang menjadi narasumber Kompas.com, maupun pihak BEM UI, mengaku tak dikirimkan pakta integitas versi “final” secara resmi. Mereka mengetahuinya justru lewat media sosial.

Baca juga: Mahasiswa Baru UI Wajib Teken Pakta Integritas di Atas Meterai, Ini Isinya

Setelah mengirimkan siaran pers dan pakta integritas versi baru, Devie tak menggubris lagi sejumlah pertanyaan Kompas.com.

Pernyataan resmi UI via kantor humas

Kepala Kantor Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI, Amelita Lusia kemudian juga menerbitkan siaran pers resmi universitas pada Minggu (13/9/2020) malam, dengan maksud menanggapi beredarnya dokumen berjudul pakta integritas yang telah menimbulkan perhatian publik.

Ia mengungkapkan, “Pimpinan UI sangat menyayangkan penyebaran dokumen yang menyangkut kepentingan mahasiswa tersebut, yang telah menimbulkan berbagai reaksi di kalangan sivitas akademika UI maupun masyarakat”.

Namun demikian, ia tak secara spesifik menyebutkan siapa “Pimpinan UI” yang dimaksud. Adapun berdasarkan SK Rektor UI Nomor 2622/SK/R/UI/2019, Pimpinan UI terdiri dari rektor, badan kerja sama-ventura-digital, sekretaris universitas, dan 4 orang wakil rektor.

Devie Rahmawati yang menerbitkan pakta integritas itu ada di bawah wakil rektor bidang akademik dan kemahasiswaan. Sementara itu, kantor humas yang dibesut Amelita juga bekerja di bawah Pimpinan UI, yakni sekretaris universitas.

Pada Rabu (9/9/2020), Amelita sempat membenarkan bahwa pakta integritas itu diberikan kepada mahasiswa baru, tanpa menyebut mengenai status resmi atau tidaknya.

Kemarin, kepada Kompas.com, ia berujar, “ada prosedur standar yang tidak dipenuhi, sehingga dokumen yang belum final dan belum disetujui Pimpinan UI beredar di kalangan mahasiswa baru”. Menurutnya, setiap dokumen UI harus dikeluarkan melalui “sistem informasi yang resmi” guna menjamin otentisitasnya.

“Dokumen berjudul pakta integritas yang telah beredar di kalangan mahasiswa baru UI bukan merupakan dokumen resmi yang telah menjadi keputusan Pimpinan UI,” kata Amelita, mengutip siaran pers yang ia rilis.

“Hal ini ditunjukkan antara lain dengan: beredarnya beberapa versi dokumen dengan judul yang sama di kalangan masyarakat; dan ketidaksesuaian format dokumen tersebut dengan format standar dokumen resmi UI,” imbuhnya.

Maladministrasi prosedural ini juga sebelumnya tercium oleh mahasiswa baru yang sempat protes ke pihak fakultas soal pakta integritas ini.

“Pimpinan fakultas menyatakan, beliau tidak tahu tentang pakta ini. Lalu kalau belum tahu, kenapa kami disuruh tanda tangan? Beliau hanya menekankan bahwa seharusnya tidak begitu, dan beliau tidak tahu tentang pakta ini sebelumnya,” ujar Y.

“Jajaran (fakultas) belum dapat laporan secara penuh, tapi bisa-bisanya semua mahasiswa baru sudah dikasih kata ‘wajib’ (tanda tangan). Saya sebagai mahasiswa baru merasa berhak mendapatkan sosialisasi yang baik, apalagi tentang pasal-pasal yang kurang jelas begini,” tegas A.

Mahasiswa jadi korban

Dualisme ini tidak menguntungkan bagi reputasi UI selain juga membuat para mahasiswa baru jadi korban.

Apa daya, mereka telanjur membubuhkan tanda tangan di atas meterai yang membuat pakta integritas itu mengikat secara hukum. Padahal, dari segi prosedur, pakta integritas ini ternyata bermasalah.

Secara terang-terangan, mereka mengaku tak betul-betul paham mengenai pakta integritas itu. Mereka mengaku terpaksa menandatanganinya karena tak punya banyak pilihan.

“Tidak ada tanya jawab, hanya informasi satu arah bahwa itu wajib ditandatangani. Beberapa anggota kelompok PKKMB saya ada yang belum mengumpulkan, ya ditagih agar segera mengumpulkan. Toh, memang kami tidak punya pilihan selain tanda tangan, kan?” ungkap A.

“Saya merasa, kami tanda tangan itu sama sekali tanpa consent (bersepakat), karena memang diwajibkan dan kesannya sebagai syarat mengikuti PKKMB, berarti setuju atau tidak setuju harus tanda tangan. Kebanyakan memang baca pakta tersebut, tapi ya tidak begitu mengerti. Kami tanda tangan karena wajib. Tentu ada (kekhawatiran soal konsekuensi hukum), terlebih sudah memakai meterai,” timpal Y.

Kini, baik Devie maupun Amelita sama-sama tak mau bicara soal status pakta integritas yang kadung diteken para mahasiswa baru di atas meterai.

Ketua BEM UI, Fajar Adi Nugroho mengeklaim pihaknya bakal mengawal masalah ini. Rencananya, akan ada diskusi antara BEM se-UI sebelum audiensi dengan Direktorat Kemahasiswaan UI dalam pekan ini.

“Ada diskusi (dengan BEM se-UI), sedang direncanakan untuk audiensi,” kata Fajar kepada Kompas.com, Sabtu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com