“Mereka bilang, ‘kami paling hanya bisa mengirim obat’,” kata Icha.
Setelah tahu suaminya positif Covid-19, ia memutuskan untuk melapor ke pihak kantor. Sempat ia punya pikiran untuk tidak melapor tetapi pikiran kemudian itu ia tepis jauh-jauh.
“Aku tidak bisa egois. Khawatirnya aku membawa virus itu ke teman-teman lain. Aku berpikir, aku juga pasti positif Covid-19 karena seminggu ini aku kontak erat dengan pasien positif,” ungkapnya.
“Akhirnya kantor suruh aku swab, lalu aku dapat rumah sakit yang bisa memberi tes swab dengan hasil lebih cepat, di Jakarta. Aku tes hari Sabtu (12/9/2020, Minggu keluar hasilnya. Karena aku pikir aku akan positif, aku pikir akan isolasi bareng (suami), supaya kalau dirujuk ke Wisma Atlet juga enggak berpisah. Tapi, ternyata aku negatif,” kata Icha.
Pasangan suami-istri itu berpikir, mereka tak bisa tinggal serumah selama ada salah satu dari mereka yang positif Covid-19 dan bisa menularkannya kapan pun.
Kantor tempat Icha bekerja juga mendesaknya agar tidak tinggal bersama suaminya untuk sementara.
Namun, menurut Icha, pihak puskesmas tetap mengarahkan mereka berdua agar isolasi mandiri.
Baca juga: Batas Jam Malam di Depok Resmi Diperlonggar untuk 2 Pekan ke Depan
“Aku bilang ke tenaga puskesmasnya, aku negatif. Puskesmas bilang agar isolasi mandiri dulu, karena katanya Wisma Atlet penuh dan dikhususkan untuk warga ber-KTP DKI Jakarta dan pasien yang bergejala. Menurut mereka, suamiku enggak bergejala padahal kami sudah beri tahu gejalanya, walaupun tergolong ringan. Tapi, diarenya sudah hampir seminggu,” kata Icha.
Ia menilai bahwa komunikasinya dengan tenaga puskesmas itu lamban ditanggapi lantaran akhir pekan.
Kapasitas rumah sakit rujukan Covid-19 di Depok memang tengah jadi sorotan karena telah terisi hampir 80 persen hingga Kamis lalu. Total, pasien Covid-19 telah mengisi 338 dari 471 tempat tidur yang tersedia.
Dengan jumlah 899 pasien per Jumat kemarin, yang diprediksi akan terus bertambah, Pemerintah Kota Depok membidik Wisma Atlet dan rumah-rumah sakit di Bekasi dan Bogor jika ada pasien Covid-19 yang tak sanggup ditangani oleh rumah sakit lokal.
Sembari menanti tindak lanjut puskesmas yang tak kunjung mengirimkan obat ke kediamannya, Icha yang notabene pendatang baru di perumahan tersebut berinisiatif melapor ke pihak RT setempat via WhatsApp.
Ia hanya ingin memberi kabar, supaya warga sekitar tak perlu geger apabila sewaktu-waktu ambulans datang menjemput suaminya.
“Tapi tidak direspons. Sama sekali. Di-read (baca) doang,” sebut Icha.
Ia tak mau menduga-duga mengapa ia diabaikan. Yang jelas, sebagai warga baru, ia memang belum punya surat keterangan domisili. Domisilinya berbeda dengan alamat yang tertera di KTP. Ini membuat situasi jadi rumit.
Icha akhirnya mencari jalan sendiri demi merujuk suaminya ke rumah sakit. Ia tentu pantas cemas, sebab tanpa pengawasan, gejala yang dialami suaminya bisa memburuk sewaktu-waktu. Ia juga rentan tertular.
Icha lalu menghubungi call center Satgas Covid-19 RI melalui nomor 119 pada hari Minggu lalu. Gayung bersambut, ia dapat mempertanyakan segala macam hal yang ia alami.
“Aku konfirmasi apa yang disampaikan puskesmas, masalah bahwa KTP bukan DKI Jakarta, bahwa gejalanya ringan. Semuanya terpatahkan. Semua pasien positif bisa masuk, diterima,” kata dia soal jawaban petugas call canter 119.
“Wisma Atlet pun masih bisa menerima (pasien). Tidak ada istilah untuk warga KTP DKI. Hari Senin (14/9/2020) sudah bisa masuk,” lanjut Icha.
Namun, untuk bisa masuk Wisma Atlet, pasien positif Covid-19 harus mengantongi surat keterangan rujukan dari puskesmas. Dalam upaya memperoleh surat keterangan rujukan itu, Icha mengaku menghadapi hambatan dari puskesmas yang menurutnya kurang perhatian.