JAKARTA, KOMPAS.com - Polda Metro Jaya menggerebek praktik aborsi ilegal di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat, Rabu (9/9/2020) lalu. Dalam penggerebekan itu, polisi menangkap 10 orang tersangka yaitu LA (52), DK (30), NA (30), MM (38), YA (51), RA (52), LL (50), ED (28), SM (62), dan RS (25).
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, Rabu (23/9/2020 kemarin menjelaskan, terbongkar dan tertangkapnya para tersangka berawal dari laporan masyarakat. Polisi lalu melakukan penyelidikan dan menangkap 10 orang dari klinik itu.
"Dari sepuluh orang itu, sembilan di antaranya yang menjalankan praktik dan satu orang yang menjadi pasien," ujar Yusri saat rilis kasus itu secara daring kemarin.
Yusri menambahkan, klinik itu menjalankan praktik aborsi ilegal setiap Senin hingga Sabtu, dari pukul 07.00 sampai dengan 13.00 WIB.
Baca juga: Beroperasi Sejak 2017, Klinik Aborsi Ilegal di Jakarta Pusat Gugurkan 32.760 Janin
"(Praktik) dilakukan setiap hari kecuali hari Minggu. Jadwal itu dari jam 7 pagi sampai 1 siang," kata Yusri.
Para tersangka punya peran yang berbeda-beda selama mengoperasikan klinik aborsi ilegal itu.
Tersangka DK berperan sebagai seorang dokter yang mengambil tindakan terhadap pasien aborsi.
"LA sebagai pemilik klinik. Kemudian inisial NA bagian registrasi pasien. MM yang melakukan USG, dan YA serta LL yang membantu DK melakukan aborsi," ujar Yusri.
Tersangka RA berperan sebagai petugas keamanan, ED sebagai petugas kebersihan yang merangkap sebagai penjemput pasien aborsi.
"Kemudian SM, ini perempuan yang melayani pasien dan RS (pasien) saat dilakukan penggeledahan ada satu pasien yang kami amankan," kata Yusri.
Klinik aborsi ilegal itu sudah beroperasi sejak tiga tahun lalu, tepatnya sejak Maret 2017.
Setiap hari klinik tersebut bisa melayani 6 pasien yang datang untuk menggurkan kandungan.
"Hampir setiap hari klinik itu bisa menerima lima sampai enam orang pasien," kata Yusri.
Baca juga: Praktik Aborsi Ilegal di Jakarta Pusat Dilakukan Dokter Abal-abal
Menurut Yusri, setidaknya sudah 32.760 janin digugurkan selama klinik itu beroperasi.
"Dihitung dari 2017, ada 32.760 janin yang sudah digugurkan. Ini yang sudah kita hitung sementara," katanya.
Namun, polisi masih memeriksa lagi catatan buku pasien yang menjadi barang bukti untuk mengetahui jumlah pasti janin yang digugurkan.
"Kami masih dalami lagi karena memang ada bukti-bukti lagi, karena memang biasanya mereka masukkan dalam buku-buku," ucap Yusri.
Yusri mengatakan, keuntungan yang didapat para tersangka mencapai Rp 10 miliar selama klinik itu beroperasi.
"Kalau dihitung (selama operasi) dari tahun 2017, kami hitung berapa keuntungan yang diraup. Itu sekitar Rp 10 miliar lebih," ujar Yusri.
Klinik itu memberikan tarif berbeda kepada pasien yang ingin melakukan aborsi. Perbedaan tarif disesuaikan dengan usia kandungan.
"Biaya termurah sekitar Rp 2.000.000 dengan janin yang termuda atau (usia kandungan) dua minggu. Kemudian di atas lima minggu itu sekitar Rp 4 juta," ujar Yusri.
Keuntungan dari praktik aborsi ilegal itu dibagi setiap hari untuk dokter hingga calo sesuai kesepakatan yang mereka buat.
"Dalam satu hari, kelompok ini bisa meraih untung Rp 10 juta. Pembagian dokter dapat bagiannya 40 persen," kata Yusri.
Calo dan karyawan lain yang membantu dalam praktik aborsi tersebut juga mendapatkan upah, hanya saja nominalnya berbeda.
"Kemudian ada juga untuk pegawainya. Pegawainya dibayar Rp 250.000 per hari selama Senin sampai Sabtu. Karena Minggu tutup," kata Yusri.
Dari pemeriksaan polisi diketahui, tersangka berinisial DK yang berperan sebagai dokter di klinik itu ternyata tidak memiliki sertifikasi dokter.
"Siapa dokter ini? Karena memang ada dokter inisial DK. DK lulusan Universitas Sumatera Utara. DK tidak memiliki sertifikasi sebagai dokter," ujar Yusri.
Yusri menjelaskan, DK hanya pernah menjalani koas atau co-asisten di salah satu rumah sakit tetapi tidak diselesaikan.
"Koas yang bersangkutan tidak sampai selesai, kemudian direkrut oleh si pemilik klinik untuk lakukan praktik aborsi," kata Yusri.
Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti berupa alat praktik kesehatan, beberapa obat, selimut, dan dua buku pendaftaran pasien.
Para tersangka kini dijerat dengan Pasal 346 KUHP, Pasal 348 ayat (1) KUHP, Pasal 194 Jo Pasal 75 Undang-undang RI Nomor 36 tentang kesehatan dengan ancaman paling lama 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.