Deli mengaku, ia dan suaminya hanya melakukan promosi melalui Instagram. Pelanggan yang tertarik, biasanya langsung menghubungi lewat fitur direct message maupun kontak WhatsApp.
Selama tiga bulan beroperasi, toko daring milik suami-istri ini sudah diikuti oleh lebih dari 1.000 followers.
Mereka mengaku, tidak melakukan endorse. Konsumen yang datang, biasanya mengetahuinya lewat fitur pencarian di Instagram.
"Nama kami ada Monstera-nya. Jadi orang nyari Monstera, akun kami sudah di urutan paling atas," ucap Deli.
Deli menceritakan suka-duka berbisnis tanaman hias. Dia merasa puas jika pembeli suka dengan produk yang mereka hasilkan.
"Dukanya paling misalkan dari sini diantar dengan kurir, sampai di jalan, namanya di jalan kena angin, daunnya jadi robek karena angin," kata Deli.
Pengalaman pahit lain, ada juga pelanggan yang protes lantaran merasa tanaman yang dikirim tidak sesuai dengan gambar di akun Instagram.
Untuk itu, Deli dan suaminya juga menyediakan video mengenai kondisi setiap tanaman yang ada.
Lalu bagaimana dengan pingiriman tanaman?
Deli mengatakan, untuk konsumen yang masih bisa dijangkau, pengiriman melalui kurir atau ojek online. Pembeli juga dapat mengambil sendiri.
Sedangkan setiap tanaman yang akan dikirim ke luar kota diperlakukan berbeda.
Awalnya mereka akan menanyakan kesediaan dan permintaan konsumen mengenai metode pengiriman. Konsumen biasanya bisa memilih tanaman dikirim dengan pot atau tanpa pot.
Mereka juga menyediakan media tanam serta persediaan makanan untuk 3-5 hari hingga tiba ke tempat tujuan.
"Media tanamnya dibungkus dulu dikasih koran, lalu kami lakban supaya enggak tumpah. Baru kalau seperti tanaman monstera, daunnya kami ikat dulu batangnya supaya dia enggak mencar, Setelah itu baru kami bungkus pakai karton," kata Deli.
Josh menceritakan, alasan utama mengapa monstera booming lantaran ada kabar mengenai seorang petani di daerah Bogor yang berhasil menjual tanaman jenis Monstera Adansonii Variegata atau yang dikenal dengan nama janda bolong dengan harga mencapai Rp 120 juta.