JAKARTA, KOMPAS.com - Handoko (58) memang hanyalah manusia biasa. Jadi instruktur senam selama 12 tahun tak membuat bapak satu anak ini lebih spesial dari warga lain. Namun keinginannya dalam melayani membuat Handoko layak dipandang berbeda.
Handoko merupakan instruktur senam di rumah lawan Covid di kawasan Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan. Yang dia layani tentu saja para pasien Covid-19 yang sedang menjalani isolasi mandiri.
Bukan uang yang dicari Handoko, bahkan sepeser pun tak dia harapkan. Yang dia perjuangkan adalah menyembuhkan pasien Covid-19 dengan senam.
Baca juga: UPDATE 30 September: Bertambah 9 Kasus Positif dan 9 Pasien Covid-19 Sembuh di Tangsel
Berisiko? Tentu saja.
Bukan tidak mungkin Handoko justru berakhir jadi pasien Covid-19 selanjutnya.
Namun, ketakutan itu dibuang Handoko jauh-jauh demi menyehatkan para pasien.
Awalnya, Handoko memang sudah punya keinginan untuk jadi instruktur senam di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat. Entah kenapa Handoko berangan demikian.
“Saya emang angan-angan pengen ke sana (Wisma Atlet). Cuma siapa yang bawa? Saya enggak kenal siapa-siapa di sana,” kata dia.
Sesekali angan itu dia panjatkan dalam doa berharap sang maha kuasa menjamah keinginannya.
Sepertinya Tuhan tak pernah tutup mata untuk segala niatan baik.
Keinginan Handoko ingin menyehatkan pasien Covid-19 lewat senam pun terjawab.
Dia bertemu dengan salah satu dokter kenalanya saat mengisi senam live streaming di kawasan Wisma Mulia Jakarta Pusat.
“Ada dokter yang cari-cari siapa yang berani buat jadi instruktur senam di rumah Covid. Tapi enggak ada yang mau. Akhirnya saya ditawari. Saya langsung iyakan,” ucap Handoko.
Dia pun resmi jadi instruktur senam di Rumah Lawan Covid-19 BSD sejak dua minggu lalu.
Walau bukan di Wisma Atlet Kemayoran, bagi dia sama saja. Yang terpenting rasa ingin melayani para pasein Covid-19 tersalurkan.
“Berarti Tuhan mau saya ditempatkan di sini, melayani di sini,” kata pria yang juga sebagai pelayan di gereja ini.
Keputusan ini tentu tak melulu mendapat respon positif.
Istri dan anak Handoko jadi pihak pertama yang menentang rencana itu. Mereka tak habis pikir dengan keputusan Handoko dan menolak mentah-mentah.
“Wah nentang banget mas. Apa lagi di rumah saya juga ada mertua saya sudah tua. Jadi takut tertular atau gimana gitu,” kata dia.
Bahkan sampai sekarang pun, pihak keluarga belum sepenuhnya mendukung kegiatan ini.
Walau demikian, Handoko selalu memberi pemahaman kepada keluarga bahwa yang dia lakukan aman dan sesuai protokol kesehatan.
Jaraknya instruktur dan peserta senam pun jauh. Selain itu, semuanya juga diwajibkan memakai masker.
Baca juga: Tertinggi Sejak Pandemi, 98 Pasien Isolasi di Rumah Lawan Covid-19 Tangsel
Selama 12 tahun jad instruktur senam sudah cukup membuat Handoko paham apa yang dibutuhkan para pasien di tempat isolasi.
Senam untuk pernapasan jadi fokus utamanya. Hal tersebut karena Covid-19 cenderung menyerang sistem pernapasan manusia.
Gerakan begitu halus dan kokoh pun diperagakan di depan para pasien. Ada yang mengikuti dengan sungguh-sungguh, ada yang hanya bergerak sekadarnya saja.
Namun demikian, Handoko sadar betul bukan kesehatan fisik saja yang dibutuhkan pasien. Kesehatan mental juga berpengaruh kepada proses penyembuhan.
Maka dari itu, tak jarang Handoko menyelipkan beberapa lelucon ditengan senamnya. Walau terdengar sederhana, namun dia mengakui cukup mengundang gelak tawa pasien.
“Saya suka bilang ‘kita harus Cilacap-Probolinggo. Umur boleh lah Cap (60) semangat tetap Ji Go (25)’, heheheheh,” kata dia sambil tertawa.
Banyak yang terhibur rupanya. Handoko pun sadar lelucon-lelucon itu harus sering dia selipkan supaya para pasien lepas dari stres.
Baca juga: Sembuh, Pelajar hingga Tenaga Medis yang Karantina di Rumah Lawan Covid-19 Dipulangkan
Tak ada rupiah yang bisa membayar kebaikan Handoko.
Rela melepas hidup nyaman dan aman bersama keluarga di rumah demi mengurus kesehatan orang lain yang berstatus positif Covid-19.
Bahkan, semenjak berada di sana, dia mengaku semakin banyak pasien yang pulang karena dinyatakan sembuh.
Melihat mereka satu persatu pulang sepertinya sudah cukup membuat Handoko senang.
“Seperti apa yang saya lakukan ternyata berguna,” ucap dia.
Bahkan, tak jarang ada pasien yang menelepon dirinya setelah dinyatakan sembuh.
Bukan uang atau harta yang dijanjikan pasien tersebut dari sambungan telepon, melainkan hanya kata terima kasih. Kata terima kasih yang cukup sederhana.
“Jujur saya terharu. Ada yang terbantu karena saya. Semua yang saya lakukan berguna,” terang dia.
Jelas tidak ada nominal uang yang bisa membayar kebahagiaan ini. Hal inilah yang akan terus menjadi motor penggerak semangat Handoko untuk selalu melayani.
Dia tahu pertarungan masih panjang, pandemi juga belum tahu kapan ujungnya.
Namun sampai sisa tenaganya dia akan terus melayani para pasien. Menyembuhkan mereka dengan cara yang Handoko tahu, yakni senam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.