Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Penyintas Covid-19: Tenaga Medis yang Tak Kenal Lelah di Balik Baju Pelindung

Kompas.com - 05/10/2020, 12:29 WIB
Sabrina Asril,
Singgih Wiryono

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Setiap musibah, selalu ada hikmah. Itu yang dirasakan reporter Kompas.com, Singgih Wiryono (28) saat divonis positif Covid-19.

Singgih harus menjalani perawatan satu pekan lamanya di sebuah rumah sakit khusus Covid-19 di Jakarta Selatan. Dan sebulan lebih menjalani isolasi mandiri di rumahnya sampai dinyatakan negatif Covid-19.

Seperti banyak pasien lainnya, gejala yang dialami Singgih tak langsung dikenali sebagai Covid-19. Gejalanya mirip demam berdarah, dengan demam tinggi berhari-hari hingga muncul bintik-bintik merah.

Namun, begitu swab test dilakukan, Singgih dipastikan positif Covid-19. Sejak itu pula, Singgih menjalani perawatan di kamar isolasi khusus pasien Covid-19.

Baca juga: Cerita Penyintas Covid-19: Gejala Mirip Demam Berdarah hingga Teriakan Minta Tolong

Di kamar itu, Singgih bersama dua orang pasien lainnya. Satu orang pemuda berusia 21 tahun dan seorang lanjut usia.

Dari ketiganya, kondisi terparah dialami pemuda usia 21 tahun.

Suatu malam, pasien itu diserang hipoksia. Tiba-tiba dia tak bisa bernapas. Dia berteriak seolah sedang tenggelam, padahal berada di atas kasur.

Bola matanya pun tak terkendali. Dia tak sadarkan diri.

"Dia pingsan, bola matanya menghadap ke atas. Pingsan tapi berteriak mengerang-erang seperti orang yang tenggelam kehabisan napas padahal dia sedang tidak di dalam air," kenang Singgih kepada Kompas.com, Senin (5/10/2020).

Baca juga: Cerita Penyintas Covid-19, Terpapar karena Menyepelekan...

Namun, hanya semalam Singgih bertemu pemuda itu. Hari berikutnya, pemuda itu sudah tak terlihat ada di kasurnya. Ke mana dia?

"Dia masuk ICU Pak, harus dipasang ventilator," ujar salah seorang perawat.

Ventilator adalah alat pernapasan bantuan dengan menggunakan selang yang masuk ke dalam mulut menembus hingga ke paru-paru.

Selama selang itu ada di mulut, pasien tidak diperbolehkan meminum sesendok air pun

Itulah pemandangan yang paling menghentak Singgih. Betapa virus corona tak mengenal usia. Yang muda yang katanya punya imunitas kuat pun terkapar tak berdaya.

Virus bisa menyerang siapa saja dan kita tidak tahu sejauh mana tubuh akan bereaksi.

Sejumlah dokter bersama tenaga medis lainnya melaksanakan shalat jenazah untuk almarhum dr Zulkifli Sp.P, dokter senior spesialis paru yang meninggal setelah positif Covid-19, saat pelepasan terakhir jenazah di halaman Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Zainoel Abidin, Banda Aceh, Selasa (29/9/2020). Dinas Kesehatan Provinsi Aceh menyatakan, almarhum menjadi dokter keempat di Aceh yang meninggal akibat Covid-19.AFP/CHAIDEER MAHYUDDIN Sejumlah dokter bersama tenaga medis lainnya melaksanakan shalat jenazah untuk almarhum dr Zulkifli Sp.P, dokter senior spesialis paru yang meninggal setelah positif Covid-19, saat pelepasan terakhir jenazah di halaman Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Zainoel Abidin, Banda Aceh, Selasa (29/9/2020). Dinas Kesehatan Provinsi Aceh menyatakan, almarhum menjadi dokter keempat di Aceh yang meninggal akibat Covid-19.

Tenaga medis tak kenal lelah

Tak hanya merasakan perjuangan bersama pasien lain melawan Covid-19, Singgih pun melihat perjuangan para tenaga medis dengan jumlah yang terbatas menangani ratusan pasien setiap harinya.

Terhitung enam bulan sudah mereka bertugas menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), berbentuk jas hujan, kacamata penyelam dan masker tebal N95.

Pemandangan itu mungkin terlihat "biasa" saat ini di tengah pandemi. Namun, cobalah rasakan bagaiman bekerja berjam-jam dengan menggunakan alat pelindung berlapis-lapis itu.

Sulit bergerak tentunya. Tak nyaman, sudah pasti. Apalagi, mereka harus menahan haus, lapar, hingga buang air selama mereka bertugas.

Baca juga: Cerita Penyintas Covid-19: Jangan Kucilkan Pasien Covid-19, Kita Juga Ingin Sembuh

Bahkan saat beribadah pun, pakaian pelindung tak pernah mereka tanggalkan.

"Ketika saya di IGD saya melihat seorang dokter jaga karena tertulis di APD-nya nama dengan gelar dokter di depan namanya duduk di samping tembok, di depannya dia taruh satu kursi sebagai penanda kalau dia akan sholat," ujar Singgih.

Dokter itu kemudian menitip pesan kepada perawat bahwa jika ada yang memanggilnya untuk ditegur.

Dokter perempuan itu kemudian mengusap tembok dan debu suci dilumurkan tipis di muka dan telapak tangannya hingga ke siku.

Baca juga: Cerita Penyintas Covid-19, Termotivasi Semangat Para Tenaga Medis...

"Dia sholat di tempat duduk, menggunakan APD lengkap dengan masker dan kacamata. Saya membayangkan apa yang dikerjakan dokter ini selama dia bertugas di RS hampir 6 bulan terakhir, dia sholat 6 bulan dengan cara begini?" kenang Singgih.

Perawat lainnya pun bercerita bagaimana sulitnya mereka bekerja di balik baju layaknya astronot itu.

"Susah napas kita Pak pakai ini," kata seorang perawat kepada Singgih.

Ilustrasi solidaritasShutterstock Ilustrasi solidaritas

Solidaritas di tengah musibah

Setelah 7 hari dirawat di RS, Singgih akhirnya diperbolehkan pulang untuk menjalani isolasi mandiri. Dokter menilai kondisi Singgih membaik sehingga bisa dilanjutkan dengan perawatan di rumah.

Protokol kesehatan diterapkan Singgih dengan ketat bersama istrinya, Siti Aminah. Mereka tidur di kamar yang berbeda, segala kebutuhan Singgih untuk makan hingga mandi dipisahkan.

Mencuci pakaian terpisah, menyemprot disinfektan setiap saat, hingga tidur pun sang istri tetap disiplin memakai masker.

Selama isolasi mandiri, kekhawatiran Singgih akan pandangan warga sekitar mengetahui ada tetangganya yang terinfeksi Covid-19 pun sirna.

Baca juga: Cerita Penyintas Covid-19, Hafalkan Al Quran Saat Diisolasi hingga Khawatir Dikucilkan

Tak disangka, lingkungan sekitar sangat suportif. Ketua RT bahkan setiap pagi mengantarkan makanan untuk pasangan muda yang tinggal di rumah kontrakan ini.

Pemilik kontrakan juga memberikan makanan untuk membantu pemulihan Singgih.

Beragam paket berdatangan ke rumah Singgih dari banyak orang. Mulai dari buah, susu, sereal, sayur, beras, hingga alat bantu pernapasan dikirim untuk membantunya menjalani isolasi mandiri.

"Satu minggu isolasi, paket itu enggak berhenti datang, sampai saya merasa begini rasanya menjadi tangan di bawah. Saya merasa banyak sekali orang yang saya repotkan karena Covid-19," ucap Singgih.

Dia pun sedikit terusik karena merasa tak bermanfaat karena terus-menerus mendapat bantuan. Namun, saat bercerita kepada ibunda, ada satu kalimat yang melapangkan hati Singgih.

"Ibu bilang ini menjadi pelajaran kalau ternyata hidup memang seperti roda dan saya sedang berada di bawah. Jadikan pelajaran jika besok kita berada di atas untuk ikut membantu mereka yang di bawah seperti kita dibantu ketika berada di bawah," ungkap Singgih.

Kini, Singgih telah sembuh dari Covid-19. Dia pun berharap dirinya adalah orang terakhir yang terkena virus ini.

"Saya adalah 1 dari 200 ribuan angka Covid-19 di Indonesia. Jangan sampai kamu ikut menjadi salah satunya," ucap dia.

Selesai

Baca cerita sebelumnya dalam Cerita Penyintas Covid-19: Gejala Mirip Demam Berdarah hingga Teriakan Minta Tolong.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Megapolitan
Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Megapolitan
Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Megapolitan
Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Megapolitan
Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Megapolitan
Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Megapolitan
Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi 'Start' dan Ragu-ragu

Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi "Start" dan Ragu-ragu

Megapolitan
Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Megapolitan
Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Megapolitan
Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Megapolitan
Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Megapolitan
Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Megapolitan
Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran, Sampai Ada yang Kena Piting Paspampres

Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran, Sampai Ada yang Kena Piting Paspampres

Megapolitan
Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Megapolitan
Gibran Janji Akan Evaluasi Program KIS dan KIP agar Lebih Tepat Sasaran

Gibran Janji Akan Evaluasi Program KIS dan KIP agar Lebih Tepat Sasaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com