"Kalau dimsum harus diakui modalnya lebih besar karena bumbunya lebih banyak. Saya sampai bikin lima kali sampel. Ada yang kekerasan, ada yang terlalu lembut. Ada juga yang kurang bumbu. Akhirnya jadi,” kata dia.
Septi pun mulai berani menjual dimsum pada bulan September.
Ternyata, nasib baik masih berpihak padanya. Tercatat ada 68 kotak ludes terjual habis.
Harga Rp 50.000 per kotak tampaknya bukan masalah bagi para pelanggan Septi.
Pada bulan yang sama, sebanyak 107 kotak risol sudah habis terjual.
“Jadi kalau ditotal-total omzet bulan September sampai Rp 7-8 jutaan. Memang paling banyak di bulan September,” kata dia.
Terlepas dari omzet yang mendulang tinggi, Septi masih enggan berharap banyak dengan keberlangsungan bisnisnya di tengah pandemi.
Dia sadar betul bahwa ada kemungkinan daya beli masyarakat akan menurun. Pasalnya, pandemi Covid 19 dapat membuat perekonomian warga semakin menurun.
Nantinya, warga akan lebih selektif menggunakan uang untuk membeli kebutuhan masing-masing.
“Lama-lama kan orang juga mikir, buat biaya kebutuhan sehari-hari saja sudah susah, apalagi beli risol. Jadi menurut saya, ke depan orang akan mau beli, tapi sebenarnya orang bakal mikir dua kali gitu loh,” ucap dia.
Walau demikian, Septi mengaku optimistis untuk terus menekuni usaha ini. Tak menutup kemungkinan bagi Septi untuk menyediakan jenis makanan baru lagi.
Bahkan, sekalipun pandemi berakhir, Septi tetap ingin membesarkan usaha risolnya.
“Siapa tahu bisa buka toko kan, mudah-mudahan ke arah sana,” tutup dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.