DEPOK, KOMPAS.com - Seribuan mahasiswa Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat ikut turun ke jalan guna bergabung dalam gelombang protes UU Cipta Kerja yang disahkan pemerintah dan DPR.
Dari kampus mereka di Jalan Kompol M Jasin Kelapa Dua Cimanggis, para mahasiswa Gunadarma melakukan konvoi.
Mereka berhasil menembus barikade polisi yang sempat coba menghalau mereka di Jalan Akses UI, untuk selanjutnya menuju ke Jakarta.
JS, salah satu simpatisan dalam Aliansi Mahasiswa Gunadarma menyebut, jumlah mereka dalam unjuk rasa kali ini mencapai ribuan mahasiswa.
"Ada kurang-lebih 1.500 mahasiswa. Aliansi mahasiswa Gunadarma turun ke Istana Negara, turun bersama Gerakan Buruh Bersama Rakyat untuk menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah disahkan DPR ," ujar J kepada wartawan pada Kamis (8/10/2020).
Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Sejumlah Mahasiswa di Kabupaten Bekasi Ikut Demo Bersama Buruh
J menyebutkan, omnibus law UU Cipta Kerja sama sekali tidak mendesak dalam situasi pandemi Covid-19.
Belum lagi, undang-undang itu juga dinilai sarat kepentingan investasi asing yang tak berpihak pada kaum pekerja dan kalangan bawah.
"Kawan-kawan mahasiswa Gunadarma sepakat untuk mengawal penolakan hingga pencabutan (UU Omnibus Law Cipta Kerja) yang sudah disahkan DPR," ungkapnya.
Sebelumnya, pengesahan UU Cipta Kerja pada Senin (5/10/2020) menuai protes keras dari publik.
Selain bermasalah dari segi prosedur pembahasan dan pengesahannya, UU Cipta Kerja tersebut merugikan para pekerja, selain juga diprediksi berdampak buruk bagi lingkungan hidup.
Berikut sejumlah sorotan terkait Omnibus Law Cipta Kerja:
1. Penghapusan upah minimum
Salah satu poin yang ditolak serikat buruh adalah penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan diganti dengan upah minimum provinsi (UMP). Penghapusan itu dinilai membuat upah pekerja lebih rendah.
Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan tak boleh ada pekerja yang mendapat upah di bawah upah minimum.
Baik UMP dan UMK, ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan bupati/wali kota.