JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bidang Hukum PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas menyebut gelombang protes belakangan ini sebagai reaksi atas langkah-langkah elite politik di pemerintahan.
Pembahasan sejumlah rancangan undang-undang dilakukan secara "brutal", kata dia.
"Demonstrasi-demonstrasi yang sudah berjalan selama ini kan kemarin itu, kan demonstrasi yang bersumber, sekali lagi bersumber, dari kegaduhan politik, kerusuhan politik, bersumber dari Istana dan DPR," ungkap Busyro kepada Kompas.com pada Rabu (14/10/2020).
"Pembahasan RUU Omnibus Law itu kan brutal, sama dengan UU KPK. UU Mahkamah Konstitusi apalagi, 7 hari tertutup," ujar dia.
Baca juga: Detik-detik Pecahnya Kerusuhan di Monas, Berawal dari Kehadiran Massa Tanpa Identitas
Ambil contoh pembahasan soal Omnibus Law UU Cipta Kerja, beleid ini memang menuai protes keras dari publik.
Selain dari segi substansi peraturan yang dianggap merugikan buruh dan sarat kepentingan bisnis, teknis pembahasannya pun compang-camping.
Baca juga: Video Viral Ambulans Dikejar Polisi Saat Demo Omnibus Law Berujung Ricuh, Begini Kronologinya
Pembahasan RUU Cipta Kerja dianggap tak terbuka, selain juga tak mengindahkan masukan akademisi hingga koalisi sipil.
Bahkan, pengesahannya oleh DPR dan pemerintah pun dinilai bermasalah sebab dipercepat 3 hari dari jadwal semula.
Selain itu, draf final RUU Cipta Kerja tak pernah diungkap DPR ke publik, bahkan hingga pengesahannya pun dilakukan revisi berulang kali dengan klaim tak mengubah substansinya.
Dengan segala ketertutupan itu, pemerintah bahkan presiden justru menuding bahwa demonstrasi tolak UU Cipta Kerja dipicu disinformasi, bahkan disponsori oleh pihak tertentu.
Lalu, dalam demonstrasi, aparat kepolisian justru bertindak represif dengan menahan orang tanpa dasar hukum, juga menganiaya relawan medis hingga jurnalis yang tengah bertugas.
"Ini kan kebrutalan-kebrutalan politik yang kalau tidak dikontrol oleh masyarakat sipil, termasuk pers, sama saja melakukan sikap pembiaran," jelas Busyro.
"Sangat mungkin nanti budaya-budaya yang tidak sehat itu akan semakin mengeras, justru datang dari pemerintah," tambahnya.
"Budaya ketertutupan, nutup-nutupi atau intransparansi semakin menguat di birokrasi, termasuk di birokrasi penegak hukum," tutup eks Pimpinan KPK itu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.