DEPOK, KOMPAS.com - Pemerintah diminta untuk menunda penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 di berbagai daerah dengan menilik situasi pandemi Covid-19 yang belum mereda.
Jadwal Pilkada Serentak 2020 sebenarnya telah ditunda dari September ke Desember dengan harapan pandemi mereda.
Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Valina Singka Subekti menyebutkan, pemerintah dapat memilih penundaan secara parsial sembari menggodok aturan yang lebih relevan dengan situasi wabah.
"Selama melakukan penundaan, dapat dilakukan upaya pengendalian persebaran Covid-19 dan menyiapkan dasar hukum yang lebih kuat," kata Valina dalam siaran pers UI yang diterima Kompas.com, Rabu (14/10/2020).
Baca juga: Pilkada Saat Pandemi Dinilai Buruk bagi Kualitas Demokrasi dan Calon Pemimpin
“Peran KPU sangat penting dalam pelaksanaan pilkada. Pelaksanaan pilkada perlu sangat berhati-hati, sehat dan aman jiwa. Untuk itu, perlu dilakukan mitigasi risiko,” ujar dia dalam siaran pers itu.
Ia melanjutkan, selama penundaan, pemerintah bisa memikirkan dan membuat inovasi dalam sistem pemilihan.
Pemerintah dapat merancang terobosan seperti kotak suara keliling, pemungutan suara via pos, hingga perhitungan rekapitulasi suara secara elektronik.
Pemerintah juga dapat membuat peraturan yang lebih tegas mengenai sanksi bagi kandidat yang melanggar protokol kesehatan ketimbang yang ada saat ini.
"Inovasi skema sanksi pelanggaran secara tegas dan menimbulkan efek jera, seperti penghentian kampanye atau diskualifikasi apalagi melanggar protokol kesehatan," ujar Valina.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) UI Eko Praspjp berpendapat, pemerintah dapat mengecualikan Pilkada Serentak 2020 dari sistem pemilihan langsung oleh rakyat. Itu artinya, terbuka opsi pilkada tidak langsung melalui DPRD, meskipun tetap ada peluang terjadinya praktik-praktik kotor yang mencemari kualitas demokrasi.
Namun, untuk melakukan itu, pemerintah juga dinilai membutuhkan waktu lebih untuk merancang dasar hukum, dan bukan tak mungkin berujung pada penundaan Pilkada Serentak 2020.
"Pilkada tidak langsung melalui DPRD sangat dimungkinkan berdasarkan pasal 18 UUD 1945, serta tidak menghilangkan esensi demokrasi," kata Eko dalam keterangan yang sama.
"Namun di sisi lain, pilkada oleh DPRD juga tetap berpotensi money politics (politik uang) oleh politisi dan pengusaha, serta perlu melakukan perubahan UU Pilkada atau melalui Perppu yang membutuhkan waktu,” ujar Dekan FIA UI itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.