JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok mahasiswa kembali menggelar aksi unjuk rasa menentang Undang-Undang Cipta Kerja di depan Istana Merdeka, Jumat (16/10/2020).
Aksi unjuk rasa kali ini dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia yang terdiri dari berbagai macam kampus.
BEM SI terakhir melakukan aksi pada 8 Oktober lalu. Namun, akhirnya aksi itu berujung rusuh dengan aksi pembakaran dan penjarahan di mana-mana.
Polisi pun menangkap ratusan orang pemuda yang diduga kelompok Anarko dan kelompok lain yang diduga dikerahkan untuk membuat rusuh,
Berita soal rencana aksi unjuk rasa BEM SI ini menjadi berita terpopuler Megapolitan Kompas.com sepanjang Kamis (15/10/2020).
Berikut empat berita terpopuler Megapolitan Kompas.com kemarin:
Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) berencana untuk kembali menggelar unjuk rasa menolak pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja di depan Istana Negara, Jakarta, Jumat (16/10/2020).
"Iya benar (akan demo), sekitar 6.000 massa atau lebih banyak dari sebelumnya," kata Koordinator Media BEM-SI, Andi Khiyarullah, Kamis.
Andi mengemukakan, tuntutan demo yang akan dilakukan itu sama yakni mendesak pemerintah mencabut omnibus law UU Cipta Kerja yang disahkan DPR pada 5 Oktober 2020.
Baca juga: BEM SI Demo Tolak UU Cipta Kerja Jumat Siang, Transjakarta Alihkan Sejumlah Rute
"Untuk tuntutan masih sama. Kalau BEM SI fokus (demo) ke Istana Negara," kata dia.
Gelombang penolakan pengesahan UU Cipta Kerja terus berlanjut.
Selasa lalu yang menggelar ujuk rasa menolak UU itu di Jakarta adalah kelompok yang menyebut diri mereka Persaudaraan Alumni 212. Unjuk rasa itu berujung dengan kericuhan.
Pada 8 Oktober 2020, kelompok mahasiswa dan buruh juga telah menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya dan kawasan Harmoni, Jakarta Pusat. Aksi unjuk rasa itu juga berujung rusuh.
Sejumlah fasilitas publik seperti halte transjakarta dan pos polisi dibakar massa pada saat itu.
Baca selengkapnya di sini.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta agar pelajar yang mengikuti demo penolakan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja tak dikeluarkan dari sekolah.
Menurut Anies, pelajar yang bermasalah seharusnya mendapatkan pendidikan yang lebih banyak. Cara memberikan hukuman dengan mengeluarkan dari sekolah bukanlah cara yang tepat untuk anak tersebut bisa belajar.
"Saya selalu sampaikan sudah tidak zaman lagi kalau anak yang bermasalah malah dikeluarkan dari sekolah," ujar Anies dalam rekaman saat wawancara di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (15/10/2020).
Baca juga: Polda Metro: Pelajar yang Diamankan Saat Hendak Demo Tak Bisa Dicatat dalam SKCK
Tujuannya agar orangtua mengetahui dan bisa mengawasi anak tersebut. Anies sendiri tidak mempermasalahkan rencana tersebut.
Namun, menurut dia, sekolah dan orangtua harus meresponsnya dengan memberikan pendidikan yang baik.
"Ini prinsip pendidikan, kalau ada anak yang memerlukan pendidikan lebih jauh, justru harus diberikan lebih banyak bukan justru malah dikurangi," kata dia.
Anies berujar bahwa anak-anak yang ikut demonstransi harus banyak mendapat perhatian dari sekolah, bukan dikeluarkan.
Baca selengkapnya di sini.
Beredar ajakan kepada para buruh untuk menggelar aksi tolak omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja pada Kamis (15/10/2020).
Selebaran tersebut mengatasnamakan Gerakan Buruh Jakarta. Mereka mengajak massa untuk berkumpul di beberapa kawasan, salah satunya di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur.
Mereka berkumpul dan berencana akan menggelar aksi di Istana Negara dengan estimasi 1.000 orang.
Kompas.com pun coba menghubungi Supardi, Rahma dan Zaenal Abidin yang tertera di selembaran sebagai koordinator. Namun tak ada jawaban.
Baca juga: Polisi Tak Lakukan Penyekatan Titik Perbatasan pada Demo Omnibus Law Hari Ini
Kapolsek Cakung Komisaris Polisi Satria pun membenarkan ada aksi yang digelar Gerakan Buruh Jakarta. Namun sejauh ini, aksi tersebut hanya dilakukan di area kawasan industri Pulogadung.
“Kita sudah imbau dan berikan arahan untuk menggelar aksi di sini (kawasan industrI Pulogadung) saja,” kata Satria.
Imbauan itu diberikan lantaran banyak pihak yang kerap memanfaatkan aksi demonstrasi di Istana Negara.
Kegiatan itu berpotensi mendatangkan penyusup di tengah massa sehingga aksi demonstrasi bisa berujung kerusuhan.
Baca selengkapnya di sini.
Melihat sikap DPR yang terkesan sedang kejar setoran dalam mengesahkan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan bahwa buruh merasa dikhianati DPR.
Hal tersebut ia ungkapkan melalui siaran pers KSPI pada Kamis (15/10/2020).
Hal ini ia sampaikan lantaran DPR sebelumnya menjanjikan akan melibatkan buruh dalam pembahasan.
Namun, masukan yang diberikan oleh buruh banyak yang tidak terakomodir. Hal itu juga dianggap bahwa DPR terkesan buru-buru mengesahkan peraturan tersebut.
Baca juga: Ini 4 Langkah Konstitusional yang Ditempuh KSPI demi Batalkan RUU Cipta Kerja
"Padahal kami sudah menyerahkan draft sandingan usulan buruh, tetapi masukan yang kami sampaikan banyak yang tidak terakomodir," ujar Said.
Ia menambahkan, pernyataan DPR RI yang mengatakan 80 persen usulan buruh sudah diadopsi dalam UU Cipta Kerja adalah tidak benar.
Jika pemerintah tetap kejar tayang dalam pembuatan aturan turunan dari UU Cipta Kerja, Said menduga bahwa serikat buruh hanya dijadikan sebagai stempel atau alat legitimasi pemerintah saja.
Said juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan terlibat dalam proses pembahasan aturan turunan UU Cipta Kerja.
"Buruh menolak omnibus law UU Cipta Kerja. Dengan demikian tidak mungkin buruh menerima peraturan turunannya. Apalagi terlibat membahasnya," kata Said.
Baca selengkapnya di sini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.