Diketahui, Pemprov DKI telah menyetorkan uang commitment fee Rp 360 miliar dan Rp 200 miliar kepada panitia Formula E.
"Namun demikian, belum terlihat kesungguhan niat dari Gubernur Anies untuk mengembalikan uang Rp 560 miliar tersebut," lanjut Idris.
Padahal menurut dia, anggaran itu seharusnya ditarik dan dialihkan untuk penanganan pandemi Covid-19.
Mulai dari pelaksanaan tes swab, penyediaan tempat isolasi, pelayanan rumah sakit, hingga bantuan sosial bagi warga.
4. Ketidakjelasan prioritas anggaran
Idris menilai, prioritas anggaran di DKI tidak jelas. Ia mencontohkan, di APBD 2020, Pemprov DKI memprioritaskan anggaran event yang mencapai Rp 1,5 triliun (termasuk Formula E Rp 1,2 triliun).
Namun, anggaran pembangunan sekolah dan gelanggang olahraga masing-masing justru dipotong sebesar Rp 455,4 miliar dan Rp 320,5 miliar.
Di sisi lain, anggaran sangat minim untuk normalisasi dan tanggul pantai guna mengatasi banjir, pembangunan Light Rail Transit (LRT), dan infrastruktur air bersih. Bahkan, belakangan anggaran pembangunan LRT dan air bersih dihapus akibat defisit APBD.
Selain itu, di dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menggunakan pinjaman dari Kementerian Keuangan, tidak ada pula kegiatan pembangunan normalisasi sungai, tanggul pantai, LRT, dan air bersih.
Padahal kegiatan-kegiatan ini sangat dibutuhkan warga Jakarta.
5. Normalisasi sungai mandek selama 3 tahun
Program normalisasi sungai direncanakan sepanjang 33 kilometer (km). Hingga 2017, sudah dilakukan normalisasi sungai sepanjang 16 km. Akan tetapi, dari 2018 hingga 2020 tidak ada kegiatan normalisasi sungai.
"Pada 2020, telah dilakukan pembebasan lahan saluran air 8,2 km. Namun demikian, tidak jelas apakah pada 2021 telah dialokasikan anggaran normalisasi sungai pada lahan 8,2 km tersebut," ucapnya.
6. Realisasi naturalisasi sungai 0 persen
Normalisasi mandek, begitu pun naturalisasi.