Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

KAMI, Anarko, dan Dugaan Sosok Terlatih di Balik Demo Rusuh

Kompas.com - 19/10/2020, 08:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ada analisis yang masuk akal yang disampaikannya.

Di antaranya, ia menyampaikan, soal perusakan halte bus Transjakarta. Ada 18 halte bus Transjakarta yang rusak, 8 di antaranya hangus terbakar. Modusnya sama, halte dilempari bom molotov. Ini menjadi perhatian Kiki.

Pertanyaannya dua, kata Kiki. Pertama, mungkinkah orang tidak terlatih berani berinisiatif pertama kali melempar bom molotov ke halte bus? Kedua, mungkinkah orang tidak terlatih tahu cara membuat dan melempar bom molotov dengan aman?

“Molotov itu kalau salah melempar bisa kena yang melempar, malah fatal! Pasti mereka terlatih dan satu komando,” tambah Kiki di program AIMAN yang tayang Senin (19/10/2020), pukul 20.00, Kompas TV.

Siapa mereka? Rasanya memang sulit terungkap. Analisis program AIMAN, pola yang sama digunakan pada unjuk rasa yang berlangsung rusuh sebelumnya, yakni Mei 2019 di depan Bawaslu, September 2019 saat menolak Undang-undang KPK.

KAMI, Anarko, dan sosok terlatih

Apa kaitan antara sejumlah anggota KAMI, Anarko, dan sosok terlatih ini?

Pengajar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Ganjar Laksmana, mengungkapkan, mudah untuk membuktikannya bila ada buktinya.

Menurut Ganjar, pendemo yang berbuat rusuh itu mendapat inspirasi dari mana? Apakah mereka pernah melihat isi media sosial yang dianggap menghasut? Apakah isi media sosial tersebut dari anggota KAMI yang jadi tersangka? Lalu, apa isinya?

“Jika mereka tidak dapat menjawab salah satu pertanyaan saja maka sulit untuk melakukan pembuktian pada anggota KAMI atas kasus ini,” kata Ganjar.

Terlepas dari apa pun yang menjadi analisis dari data dan fakta yang telah diungkapkan, sungguh layak kasus ini menjadi terang benderang dan harus dibawa ke pengadilan untuk dituntaskan.

Jika tidak maka akan terulang kisah kelabu yang selalu muncul di saat genting. Pada kasus rusuh di depan Bawaslu menolak hasil Pilpres 2019 dan penolakan UU KPK kasus hukumnya tak pernah dituntaskan. Padahal, ada korban jiwa dalam kerusuhan tersebut.

Apakah kini akan berlanjut dengan kisah yang sama?

Saya Aiman Witjaksono.
Salam!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Megapolitan
Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Megapolitan
Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Megapolitan
Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Megapolitan
Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Megapolitan
Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Nasib Tiktoker Galihloss Pelesetkan Kalimat Taawuz Berujung Terseret Kasus Penistaan Agama

Nasib Tiktoker Galihloss Pelesetkan Kalimat Taawuz Berujung Terseret Kasus Penistaan Agama

Megapolitan
Teganya Agusmita yang Tinggalkan Kekasihnya Saat Sedang Aborsi di Kelapa Gading, Akhirnya Tewas karena Pendarahan

Teganya Agusmita yang Tinggalkan Kekasihnya Saat Sedang Aborsi di Kelapa Gading, Akhirnya Tewas karena Pendarahan

Megapolitan
Antisipasi Demo saat Penetapan Prabowo-Gibran di KPU, Warga Diimbau Cari Jalan Alternatif

Antisipasi Demo saat Penetapan Prabowo-Gibran di KPU, Warga Diimbau Cari Jalan Alternatif

Megapolitan
Pendapatan Meningkat 13 Persen, PT KCI Raup Rp 88 Miliar Selama Periode Lebaran 2024

Pendapatan Meningkat 13 Persen, PT KCI Raup Rp 88 Miliar Selama Periode Lebaran 2024

Megapolitan
Soal Penambahan Lift dan Eskalator di Stasiun Cakung, KCI Koordinasi dengan Kemenhub

Soal Penambahan Lift dan Eskalator di Stasiun Cakung, KCI Koordinasi dengan Kemenhub

Megapolitan
Pengurus PAN Sambangi Kantor Golkar Bogor, Sinyal Pasangan Dedie-Rusli pada Pilkada 2024?

Pengurus PAN Sambangi Kantor Golkar Bogor, Sinyal Pasangan Dedie-Rusli pada Pilkada 2024?

Megapolitan
Aduan Masalah THR Lebaran 2024 Menurun, Kadisnaker: Perusahaan Mulai Stabil Setelah Pandemi

Aduan Masalah THR Lebaran 2024 Menurun, Kadisnaker: Perusahaan Mulai Stabil Setelah Pandemi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com