Saat maju pada Pilkada 2017, Anies Baswedan yang kala itu masih berstatus calon gubernur DKI Jakarta mengungkapkan pendekatan baru untuk menata kampung-kampung di Jakarta.
Dia mengatakan, pendekatan tersebut tidak hanya sekadar memindahkan warga ke tempat lain atau menggusur, tetapi juga membuat kehidupan warga lebih baik, yakni tempat yang memudahkan warga mengakses pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan lainnya.
Walaupun menyebut adanya pendekatan baru, Anies tak secara gamblang mengatakan peniadaan penggusuran.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menyampaikan, bisa saja dia dan jajarannya melakukan penggusuran jika memang perlu dilakukan.
"Saya tidak mengatakan bahwa nol, enggak akan ada penggusuran, enggak. Memang ada yang harus pindah karena kepentingan umum yang harus dinomorsatukan," kata Anies di Kampung Magesen, Manggarai, Jakarta Selatan, pada 9 Oktober 2016.
Baca juga: Identifikasi Pemprov DKI, Longsor di Ciganjur karena Konstruksi Turap yang Berbahaya
Menurut Anies, setiap persoalan mempunyai solusi yang berbeda-beda. Untuk beberapa kasus, mungkin membutuhkan penggurusan. Namun beberapa kasus lainnya bisa dicari solusi terbaik selain menggusur.
Tak hanya menghindari penggusuran rumah warga, Anies juga mengenalkan istilah baru tentang pengendalian banjir Ibu Kota.
Anies pada 7 Februari 2018, pertama kali mencetuskan istilah Naturalisasi sungai. Istilah ini menggantikan istilah yang kerap dipakai sebelumnya yakni normalisasi sungai sebagai upaya mengembalikan Kali Ciliwung seperti sedia kala.
Adapun naturalisasi yang dimaksud Anies adalah menghidupkan ekosistem sungai. Selain itu, airnya akan dijernihkan sehingga bisa menjadi habitat hewan.
Anies kemudian menerbitkan Peraturan Gubernur ( Pergub) Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air Secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi.
Di dalam aturan itu, makna naturalisasi adalah cara mengelola prasarana sumber daya air melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) dengan tetap memperhatikan kapasitas tampungan, fungsi pengendalian banjir, serta konservasi.
Sedangkan normalisasi awalnya merupakan program pengendalian banjir yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Khusus Ibu Kota DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Baca juga: Wagub DKI: Tak Perlu Bandingkan Normalisasi dan Naturalisasi, Semuanya Baik
Perda itu mengamanatkan pengembangan prasarana pengendalian banjir dan drainase, salah satunya dilakukan dengan normalisasi aliran 13 sungai.
Aturan kegiatan normalisasi kemudian kembali ditegaskan di dalam Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 dan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.