Dalam aturan tersebut, normalisasi didefiniskan sebagai sebuah metode penyediaan alur sungai dengan kapasitas mencukupi untuk menyalurkan air, terutama air yang berlebih saat curah hujan tinggi.
Kegiatan ini dilakukan karena kapasitas sungai yang mengecil akibat pendangkalan dan penyempitan badan sungai, dinding yang rawan longsor, aliran air yang belum terbangun dengan baik, dan penyalahgunaan untuk permukiman.
Pemerintah pusat pun sejak 2014 ikut andil membantu Pemprov DKI dalam upaya pengendalian banjir.
Salah satunya yakni dengan cara pengerukan untuk memperlebar dan memperdalam sungai, pemasangan sheetpile atau batu kali (dinding turap) untuk pengerasan dinding sungai, pembangunan sodetan, hingga pembangunan tanggul.
Sementara di saat yang sama, Dinas Kebersihan DKI mengeksekusi normalisasi dengan cara menjaga kebersihan sungai sehingga sungai dapat difungsikan sebagai air baku.
Walaupun eksekusi naturalisasi dan normalisasi berbeda, Riza meminta warga tak membandingkannya. Menurut dia, program naturalisasi dan normalisasi dapat berjalan beriringan untuk mengendalikan banjir di Ibu Kota.
"Jadi tidak perlu dibanding-bandingkan, dua-duanya punya tujuan dan maksud yang baik," kata Riza di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (19/10/2020).
Menurut Riza, program normalisasi 13 sungai di Jakarta merupakan kewenangan pemerintah pusat. Sedangkan naturalisasi sungai merupakan program Pemprov DKI.
"Kami sendiri punya program naturalisasi, dua-duanya bisa diterapkan. Jadi dilihat situasi dan kondisi mana sungai-sungai lakukan dengan program normalisasi dan mana program naturalisasi," ujar Riza.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.