Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terungkapnya Aksi Kapten Penodong di Tanjung Priok, Masih 17 Tahun dan Ikuti Jejak Orangtua...

Kompas.com - 25/10/2020, 08:19 WIB
Cynthia Lova,
Jessi Carina

Tim Redaksi


BEKASI, KOMPAS.com - Terminal Tanjung Priok memang rawan aksi penodongan oleh sejumlah kelompok.

Pada Rabu (14/10/2020), kelompok penodong bermodal celurit datang ke Terminal Tanjung Priok dan menyerang warga yang baru tiba dari luar kota.

Kasus paling akhir ketika seorang warga bernama Bahrufin menjadi korban penodongan. Dia dibacok lengannya dan diambil uangnya.

Akibatnya, Bahrudin luka parah dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Dua hari setelah kejadian tersebut, polisi berhasil menangkap dua dari tujuh orang kelompok penodong, yakni MRR dan DS. Sementara, ada lima orang lainnya yang masih diburu polisi.

Baca juga: Selain di Terminal Tanjung Priok, Kapten dkk Juga Kerap Menodong di Perlintasan Kereta

Berikut fakta di balik aksi penodongan ini.

Dijuluki Kapten Penodong dan ikuti jejak orangtua

Salah satu kelompok penodong berinisial MR punya panggilan "Kapten" oleh teman-teman sekelompoknya.

"Kenapa dia dijuluki kapten, karena ibunya kita tangani perkara yang sama (menodong) tahun 2018, bapaknya 2019, dan ini anaknya," kata Paksi.

Hasil pemeriksaan dokter, MRR masih berusia 17 tahun. Dia diperiksa lantaran tak punya identitas.

Meski umurnya masih muda, MRR sudah memiliki anak buah berumur 20 hingga 30 tahun.

"Dia memimpin orang yang umur 20 tahun dan 30 tahun. Mungkin anak buah orangtuanya. Saat ini orangtua MRR masih jalani (hukuman) di Cipinang," ujar Paksi.

Lakukan aksi di perlintasan kereta

Kelompok penodong di bawah pimpinan MRR ini tidak hanya beraksi di terminal, tetapi juga di perlintasan kereta yang tak jauh dari terminal.

Baca juga: Ikuti Jejak Orangtua Jadi Pelaku Kriminal, Penodong di Terminal Tanjong Priok Dijuluki Kapten

Biasanya, kata Paksi, modus kelompok penodong ini memanfaaatkan kendaraan yang berhenti di palang kereta api tertutup.

"Kan mobil pada berhenti menunggu antrean kereta lewat. Kemudian ditodongin dari sopir pakai celurit dan dari jendela kiri mengambil barang (di mobi)," kata Paksi.

Selama melakukan aksinya, kelompok penodong ini kerap melukai korban dengan cara membacok.

Melakukan aksinya 10 kali

Kepada polisi, kelompok penodong ini mengaku sudah melakukan aksinya sebanyak 10 kali.

Paksi menjelaskan, kedua pelaku sudah menentukan waktu dalam melakukan penodongan. Mereka dapat beraksi sebanyak dua kali dalam satu bulan.

"Mereka satu bulan itu main, jadi diatur sama dia. Mainnya setelah Maghrib sampai dengan pukul 02.00," kata Paksi.

Karena perbuatannya, kelompok penodong ini terjerat Pasal 365 KUHP tentang pencurian dan kekerasan. Mereka terancam sembilan tahun penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Cabai Rawit di Pasar Perumnas Klender Turun Jadi Rp 40.000 Per Kilogram Setelah Lebaran

Harga Cabai Rawit di Pasar Perumnas Klender Turun Jadi Rp 40.000 Per Kilogram Setelah Lebaran

Megapolitan
Dukung Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Rp 22 Miliar, Fraksi PKS: Biar Nyaman Jadi Kantor Kedua

Dukung Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Rp 22 Miliar, Fraksi PKS: Biar Nyaman Jadi Kantor Kedua

Megapolitan
Harga Bawang Putih di Pasar Perumnas Klender Masih Stabil dari Sebelum Lebaran

Harga Bawang Putih di Pasar Perumnas Klender Masih Stabil dari Sebelum Lebaran

Megapolitan
PSI DKI Ingatkan Heru Budi soal Keberadaan Biro Jasa Pembebasan Lahan Normalisasi Kali Ciliwung

PSI DKI Ingatkan Heru Budi soal Keberadaan Biro Jasa Pembebasan Lahan Normalisasi Kali Ciliwung

Megapolitan
Penampilan Pengemudi Fortuner Arogan Berpelat Palsu TNI yang Kini Berbaju Tahanan

Penampilan Pengemudi Fortuner Arogan Berpelat Palsu TNI yang Kini Berbaju Tahanan

Megapolitan
Gerindra Mulai Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor untuk Pilkada 2024

Gerindra Mulai Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor untuk Pilkada 2024

Megapolitan
DBD di Jaksel Turun Drastis, dari 507 Menjadi 65 Kasus per April 2024

DBD di Jaksel Turun Drastis, dari 507 Menjadi 65 Kasus per April 2024

Megapolitan
Dalam Rapat LKPJ 2023, Heru Budi Klaim Normalisasi Berhasil Atasi Banjir Jakarta

Dalam Rapat LKPJ 2023, Heru Budi Klaim Normalisasi Berhasil Atasi Banjir Jakarta

Megapolitan
Pria di Bekasi Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Pria di Bekasi Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Megapolitan
Tak Hanya Kader, PKS Juga Usulkan Anies dan Eks Kapolda Masuk Bursa Bacagub DKI

Tak Hanya Kader, PKS Juga Usulkan Anies dan Eks Kapolda Masuk Bursa Bacagub DKI

Megapolitan
Tak Lagi Dapat 'Privilege' KTP Jakarta, Warga: Akses Pendidikan dan Kesehatan Jangan Jomplang

Tak Lagi Dapat "Privilege" KTP Jakarta, Warga: Akses Pendidikan dan Kesehatan Jangan Jomplang

Megapolitan
Warga 'Numpang' KTP DKI: Pelayanan di Jakarta Itu Enak Banget, Administrasinya Enggak Ribet...

Warga "Numpang" KTP DKI: Pelayanan di Jakarta Itu Enak Banget, Administrasinya Enggak Ribet...

Megapolitan
Masuk Bursa Cagub DKI dari PKS, Khoirudin: Saya Kawal dari Dewan Saja...

Masuk Bursa Cagub DKI dari PKS, Khoirudin: Saya Kawal dari Dewan Saja...

Megapolitan
Maju di Pilkada Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Daftar Lewat Gerindra

Maju di Pilkada Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Daftar Lewat Gerindra

Megapolitan
Pendapatan Ojek Sampan Tak Cukupi Biaya Hidup, Bakar Terpaksa Berutang untuk Makan

Pendapatan Ojek Sampan Tak Cukupi Biaya Hidup, Bakar Terpaksa Berutang untuk Makan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com