Yel "Merdeka!" telah diserukan pada hari pertama kongres. Oleh karenanya, petugas keamanan Hindia Belanda pun menjaga jalannya kongres dengan ketat.
Bahkan, pada hari kedua, dokumen-dokumen yang ada ketika kongres disita oleh petugas keamanan Pemerintah Hindia Belanda.
Namun, para pemuda berhasil melahirkan ikrar janji persatuan.
Naskah janji persatuan tersebut dirancang Mohammad Yamin. Pada ikrar itu disebutkan bahwa para pemuda bertumpah darah, berbangsa, dan berbahasa satu.
Naskah tersebutlah yang sekarang kita kenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.
Pada kesempatan ini juga, WR Supratman pertama kali memainkan lagu "Indonesia Raya" dengan biola kepunyaannya di depan semua peserta kongres.
Lagu tersebut juga bermaksud mewakilkan semangat perjuangan untuk kemerdekaan.
Pasca-peristiwa tersebut, banyak pemuda yang tak lagi tinggal di Kramat Raya 106 karena masa pembelajarannya telah selesai. Gedung itu pun mulai beralih fungsi.
Banyak dari pemuda tersebut yang kemudian menjadi tokoh-tokoh terkemuka, bahkan pemimpin di Indonesia.
Pada tahun 1934, gedung itu digunakan sebagai tempat tinggal oleh Pang Tjem Tjam. Ia tinggal di sana hingga tahun 1937.
Kemudian, pada 1937, gedung tersebut disewakan kepada orang lain, yakni Loh Jing Tjoe. Ia menggunakan bangunan itu sebagai toko bunga hingga tahun 1948.
Sementara itu, pada tahun 1948-1951, gedung itu difungsikan sebagai hotel yang dikenal dengan nama Hotel Hersia.
Barulah pada tahun 1951, gedung tersebut digunakan untuk kepentingan negara, yakni sebagai kantor dan mes Inspektorat Bea dan Cukai.
Akhirnya, pada tahun 1973, gedung itu dipugar dan dijadikan Museum Gedung Sumpah Pemuda untuk mengenang peristiwa pembacaan Sumpah Pemuda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.