Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kramat Raya 106, Rumah Kos Bersejarah Saksi Bisu Sumpah Pemuda

Kompas.com - 28/10/2020, 08:17 WIB
Sonya Teresa Debora,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hai pemuda, tahukah kamu hari ini adalah hari yang spesial? Tepat pada tanggal 28 Oktober 1928, sebuah peristiwa bersejarah terjadi.

Kelompok pemuda dari berbagai macam suku, ras, dan agama bersatu dan bersepakat untuk bersama-sama berjuang melawan penjajah.

Hari itulah yang kemudian kita kenang sebagai Hari Sumpah Pemuda. Berbicara soal Sumpah Pemuda, tentu kita harus menilik kembali di mana peristiwa itu terjadi dan bagaimana awalnya.

Sebuah gedung saksi peristiwa Sumpah Pemuda masih berdiri kokoh di Jalan Kramat Nomor 106, Jakarta Pusat. Gedung itu awalnya dikenal dengan nama Gedung Kramat Raya 106.

Baca juga: 92 Tahun Sejarah dan Isi Teks Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928

Gedung ini menjadi saksi bisu atas pembacaan ikrar ratusan pemuda di Indonesia, 92 tahun silam. 

Di gedung seluas 1.285 meter persegi ini, para pemuda Indonesia melebur untuk berdiskusi terkait format perjuangan hingga merumuskan apa yang kita sekarang kenal sebagai Sumpah Pemuda.

Gedung itu mulai difungsikan sejak sekitar awal abad ke-20. Awalnya, gedung ini merupakan rumah tinggal dari seseorang bernama Sie Kong Tiang.

Barulah pada tahun 1908, gedung itu disewakan bagi pemuda dan pelajar, sehingga memberi jalan bagi kemajuan pergerakan pemuda Indonesia.

Pengunjung melihat Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2015).KOMPAS/PRIYOMBDO Pengunjung melihat Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2015).

Awalnya rumah kos mahasiswa

Awal tahun 1900-an, muncul gelombang elite terpelajar di Indonesia.

Mereka kemudian membentuk berbagai organisasi kepemudaan yang banyak dibentuk berdasarkan identitas etnis, seperti Jong Celebes (Sulawesi), Jong Ambon (Ambon), Jong Java (pemuda Jawa), Jong Sumatranen Bond (Sumatera), dan Pemuda Kaum Betawi.

Anggota dari organisasi tersebut bersekolah di kota-kota besar di Jawa.

Baca juga: Mereka yang Merawat Ikrar Sumpah Pemuda di Maluku, Kalbar, dan Sumbar

 

Banyak dari sekolah-sekolah tersebut yang menyediakan asrama. Namun, sebab jumlah pelajar semakin meningkat, asrama pun tak cukup lagi mengakomodasi semua pelajar.

Alhasil, sebagian dari mereka harus tinggal di rumah kos.

Salah satu gedung yang menyediakan jasa tersebut, tak lain adalah Kramat Raya 106 yang kala itu dikenal dengan sebutan Commensalen Huis.

Sejak 1908, Kramat Raya 106 telah dihuni oleh pemuda dan mahasiswa dari sekolah kedokteran School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (Stovia) dan sekolah hukum Rechtsschool (RS).

Semenjak itu, pemuda lain berdatangan untuk turut tinggal di sana.

Pada tahun 1925, anggota dari organisasi Jong Java mulai tinggal di rumah kos tersebut.

Baca juga: Hari Sumpah Pemuda, BEM SI Sebut 1.000 Mahasiswa Bakal Demo Tolak UU Cipta Kerja di Jakarta

Organisasi pemuda lainnya mulai mengikuti jejak Jong Java.

Pada tahun 1926, Jong Sumatranen Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, dan lain-lain mulai menghuni gedung tersebut. Sehari-harinya mereka sering melakukan diskusi bersama.

Soekarno bersama Algemeene Studie Club dari Bandung pun sering datang untuk membicarakan format perjuangan dengan pemuda-pemuda lain yang tinggal di gedung.

Selain digunakan sebagai tempat diskusi politik, gedung ini juga dipergunakan sebagai lokasi latihan kesenian Langen Siswo.

Baca juga: Contoh Teks Eksplanasi tentang Sumpah Pemuda

Dari diskusi-diskusi tersebut, muncul keinginan untuk membentuk perhimpunan bersama. Alhasil, pada September 1926, lahir Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) di gedung tersebut.

Organisasi ini tak lagi didasari identitas kesukuan ataupun agama, seperti organisasi yang bermunculan sebelumnya.

PPPI menjadikan Kramat Raya 106 sebagai sekretariatnya. Tak hanya itu, majalah terbitan PPPI, Indonesia Raja, juga berlokasi di rumah tinggal bersama tersebut.

Pemuda Indonesia melebur dan bersama-sama melakukan diskusi terkait kemerdekaan Indonesia di sana.

Sebab digunakan oleh berbagai organisasi, pada tahun 1927, gedung itu pun beralih nama menjadi Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw yang berarti gedung pertemuan.

Diorama Kongres Pemuda di Museum Sumpah Pemuda, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2015).KOMPAS/PRIYOMBODO Diorama Kongres Pemuda di Museum Sumpah Pemuda, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2015).

Lahirnya Sumpah Pemuda dan teriakan "Merdeka!"

Pada Agustus 1928, gedung tempat tinggal tersebut diputuskan untuk menjadi lokasi diselenggarakannya Kongres Pemuda Dua.

Sebelumnya, kongres pemuda pertama telah diselenggarakan dua tahun sebelumnya, yakni pada April 1926. Dalam kesempatan tersebut, pemuda ingin menyatukan berbagai kelompok menjadi satu organisasi.

Kongres Pemuda kedua diselenggarakan dengan diikuti organisasi pemuda, seperti PPPI, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamiente, dan Sekar Rukun.

Baca juga: Lurah di Jakarta Diimbau Adakan Kegiatan Kepemudaan untuk Peringati Hari Sumpah Pemuda

Kongres kali ini diharapkan menghasilkan keputusan dari kelompok-kelompok pemuda untuk bersama-sama berjuang meraih kemerdekaan.

Yel "Merdeka!" telah diserukan pada hari pertama kongres. Oleh karenanya, petugas keamanan Hindia Belanda pun menjaga jalannya kongres dengan ketat.

Bahkan, pada hari kedua, dokumen-dokumen yang ada ketika kongres disita oleh petugas keamanan Pemerintah Hindia Belanda.

Biola WR Supratman yang menjadi ikon Museum Sumpah Pemuda terpajang rapi di dalam kaca.Intisari Biola WR Supratman yang menjadi ikon Museum Sumpah Pemuda terpajang rapi di dalam kaca.

Namun, para pemuda berhasil melahirkan ikrar janji persatuan.

Naskah janji persatuan tersebut dirancang Mohammad Yamin. Pada ikrar itu disebutkan bahwa para pemuda bertumpah darah, berbangsa, dan berbahasa satu.

Naskah tersebutlah yang sekarang kita kenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.

Pada kesempatan ini juga, WR Supratman pertama kali memainkan lagu "Indonesia Raya" dengan biola kepunyaannya di depan semua peserta kongres.

Lagu tersebut juga bermaksud mewakilkan semangat perjuangan untuk kemerdekaan.

Jadi rumah tinggal hingga toko bunga

Pasca-peristiwa tersebut, banyak pemuda yang tak lagi tinggal di Kramat Raya 106 karena masa pembelajarannya telah selesai. Gedung itu pun mulai beralih fungsi.

Banyak dari pemuda tersebut yang kemudian menjadi tokoh-tokoh terkemuka, bahkan pemimpin di Indonesia.

Pada tahun 1934, gedung itu digunakan sebagai tempat tinggal oleh Pang Tjem Tjam. Ia tinggal di sana hingga tahun 1937.

Kemudian, pada 1937, gedung tersebut disewakan kepada orang lain, yakni Loh Jing Tjoe. Ia menggunakan bangunan itu sebagai toko bunga hingga tahun 1948.

Sementara itu, pada tahun 1948-1951, gedung itu difungsikan sebagai hotel yang dikenal dengan nama Hotel Hersia.

Barulah pada tahun 1951, gedung tersebut digunakan untuk kepentingan negara, yakni sebagai kantor dan mes Inspektorat Bea dan Cukai.

Akhirnya, pada tahun 1973, gedung itu dipugar dan dijadikan Museum Gedung Sumpah Pemuda untuk mengenang peristiwa pembacaan Sumpah Pemuda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

Megapolitan
Siswa SMP di Palmerah Sempat Cekcok dengan Kakak Sebelum Gantung Diri

Siswa SMP di Palmerah Sempat Cekcok dengan Kakak Sebelum Gantung Diri

Megapolitan
Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Megapolitan
Saat Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Saat Toko "Saudara Frame" Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Megapolitan
9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Megapolitan
Diwarnai Aksi Lempar Botol dan Batu, Unjuk Rasa di Patung Kuda Dijaga Ketat Polisi

Diwarnai Aksi Lempar Botol dan Batu, Unjuk Rasa di Patung Kuda Dijaga Ketat Polisi

Megapolitan
Basarnas Resmikan Unit Siaga SAR di Kota Bogor

Basarnas Resmikan Unit Siaga SAR di Kota Bogor

Megapolitan
Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 ke Filipina, Total Kerugian Hingga Rp 6 Miliar

Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 ke Filipina, Total Kerugian Hingga Rp 6 Miliar

Megapolitan
Farhat Abbas Daftar Jadi Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Farhat Abbas Daftar Jadi Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Siswa SMP di Palmerah Ditemukan Gantung Diri di Kamarnya

Siswa SMP di Palmerah Ditemukan Gantung Diri di Kamarnya

Megapolitan
Selain ke Gerindra, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Juga Mendaftar Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Selain ke Gerindra, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Juga Mendaftar Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Keluarga Pemilik Toko Bingkai 'Saudara Frame' yang Kebakaran Dikenal Dermawan

Keluarga Pemilik Toko Bingkai "Saudara Frame" yang Kebakaran Dikenal Dermawan

Megapolitan
Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 di Filipina, Percaya karena Pelaku Pernah Berangkatkan Mahasiswa

Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 di Filipina, Percaya karena Pelaku Pernah Berangkatkan Mahasiswa

Megapolitan
 Aksi Lempar Botol Warnai Unjuk Rasa di Patung Kuda

Aksi Lempar Botol Warnai Unjuk Rasa di Patung Kuda

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com