JAKARTA, KOMPAS.com - Sore hari di basement Blok A, Blok M Square, Erwin (50) bersama teman-temannya duduk-duduk menunggu pembeli.
Dia adalah pedagang buku di toko Alil Book Store yang ada di Blok M Square. Tidak banyak pengunjung yang lalu lalang sore itu, Selasa (3/11/2020).
Wajah Erwin tampak lesu dan sesekali berkeluh kesah lantaran dagangannya sepi selama masa pandemi Covid-19.
Pada awal masa pandemi Covid-19, Blok M Square tutup. Ia tak bisa berjualan. Pada tiga bulan awal, Erwin hanya bisa di rumah. Otomatis, pendapatan Erwin tak ada.
Satu-satunya yang bisa diandalkan saat itu adalah sisa uang di tabungannya.
Baca juga: Kisah Tukang Galian asal Brebes, Setia Menunggu Kerja di Lebak Bulus sejak Puluhan Tahun Lalu
"Ya hanya mengorek sisa-sisa tabungan saja. Kalau sekarang hanya gali lubang tutup lubang alias utang. Saya hanya bisa berharap bisa bertahan sampai janji pemerintah terbukti seperti vaksin dan bantuan dari pemerintah," ujar ayah dari tiga anak itu saat ditemui Kompas.com di lapaknya.
Pendapatannya sempat kembali membaik setelah pemerintah mengendurkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pasca-Lebaran.
Namun, jika dibandingkan sebelum pandemi Covid-19, pendapatan turun 25 persen.
Pendapatannya kembali anjlok saat pemerintah menerapkan PSBB Ketat.
"Bahkan sampai enggak ada yang beli. Ada dua tiga hari sampai tak ada yang beli," ujar Erwin.
Erwin banyak menjual buku buku sekolah. Oleh karena itu, Erwin mengandalkan tahun ajaran baru sekolah untuk mendongkrak pendapatannya.
"Kalau jualan buku ini ada musimnya. Kalau buku mahasiswa dan sekolah, itu pas tahun ajaran baru ramai yang beli. Kalau ga tahun ajaran baru, standar aja yang beli," kata dia.
Baca juga: Akankah Libur Panjang Kembali Berujung pada PSBB Jakarta?
Jika tahun ajaran baru pada bulan Juli, Erwin bisa menjual 100-150 buku mulai buku tingkat SD hingga perkuliahan.
Namun, kebijakan belajar dari rumah juga memengaruhi penjualan. Erwin mengatakan, pihak sekolah tak mewajibkan membeli buku.
"Mereka lari ke internet. Seperti habis Lebaran itu, penjualan buku SD, SMP, SMA itu turun sekali," kata Erwin.
Erwin sendiri tak membuka penjualan secara daring. Erwin mengaku, penjualan secara daring memiliki persaingan yang ketat.
Maman (33), pemilik kios buku Kwitang Jaya Blok B Basement juga merasakan turunnya pendapatan dari penjualan buku saat pandemi Covid-19. Pendapatannya dari penjualan di kios turun 75 persen pada awal penerapan PSBB.
Penjualan secara offline tak membuahkan hasil. Namun, berbeda dengan penjualan daring.
Maman masih bisa bertahan hidup dari penjualan buku secara daring lewat marketplace.
Baca juga: PSBB DKI Jakarta Diklaim Bikin Tingkat Hunian RS Darurat Wisma Atlet Menurun
"Kalau penjualan di toko itu, kadang ada kadang engga. Dari awal sampai sekarang ini ya membantu ya penjualan online. Hari ini aja jualan di toko cuma dapat empat buku," kata Maman saat ditemui.
Saat ini, pembelinya tak memilih belanja langsung. Namun, pembeli lebih memilih belanja secara daring.
"Setelah pandemi, 75 persen pembeli beli lewat online. Orang masih takut beli langsung. Sebelum pandemi, 50 persen offline, 50 persen online sama pembelian," kata Maman.
Pembelinya masih kalangan siswa dan mahasiswa di Jakarta. Penjualan lewat online masih Maman pertahankan.
"Kalau lagi sepi pengunjung, saya upload-upload foto buku ke toko online. Ya sama ngobrol-ngobrol sama temen sambil ngopi saja kalau sepi," ujar Maman.
Maman masih bersyukur masih bisa bertahan hidup tanpa berutang di tengah masa pandemi Covid. Meski begitu, cara berjualannya memang diakui berubah.
"Namanya transaksi itu kan beralih ke online karena perkembangan teknologi. Tahun ajaran baru mahasiswa biasanya datang berbondong-bondong satu kampus. Biasa beli borongan. Sekarang enggak ada. Sekarang ya satu mahasiswa aja paling yang beli," kata Maman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.