JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengkritik pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2021 DKI Jakarta yang tidak melibatkan publik.
Draf dokumen KUA-PPAS yang dibahas Pemprov DKI Jakarta dan DPRD belum bisa diakses publik.
Sekretaris Jenderal Fitra Misbah Hasan mengatakan, jika draf KUA-PPAS 2021 dapat diakses publik, masyarakat dapat memberikan kritik serta masukan yang substansial.
"Kalau dokumennya sudah final, masyarakat ngapain juga memberi masukan sesuatu yang sudah final?" tutur Misbah kepada Kompas.com, Rabu (4/11/2020).
Baca juga: FITRA: Ada Kesengajaan Publik Tidak Dilibatkan dalam Pembahasan KUA-PPAS 2021
Kendati demikian, rancangan yang dapat diakses publik haruslah draf yang telah disepakati untuk dibahas, agar tidak menimbulkan polemik.
"Jangan sampai ada beberapa versi seperti UU Cipta kerja, yang banyak versi," kata Misbah.
Misbah menilai, ada kesengajaan publik tidak dilibatkan. Sebab, rapat pembahasan dilaksanakan di Puncak Bogor, bukan di Gedung DPRD sebagaimana mestinya.
Selain itu, draf dokumen KUA-PPAS yang dibahas, juga belum bisa diakses publik.
"Berarti ada kesengajaan bahwa memang sengaja publik tidak dilibatkan di dalam proses-proses itu," tutur Misbah.
Misbah menekankan, KUA-PPAS harusnya mulai dibahas pada pertengahan Juli atau Agustus 2020.
Baca juga: DPRD dan Pemprov DKI Maraton 1,5 Bulan Bahas KUA-PPAS APBD 2021
Jika pembahasan baru dilakukan hari ini, maka DPRD dan Pemprov DKI hanya memiliki waktu singkat.
Misbah meyakini, pembahasan KUA-PPAS 2021 nantinya tidak optimal.
"Saya tidak yakin optimal pembahasannya karena waktunya terlalu pendek untuk pembahasan anggaran apalagi sampai ke RAPBD nantinya. Jadi saya enggak yakin kualitas KUA-PPAS ataupun APBD yang dihasilkan nanti itu berkualitas," kata Misbah.
Misbah menambahkan, ketiadaan transparansi dalam pembahasan anggaran merupakan kemunduran.
Baca juga: PSI Kritik Pembahasan RAPBD DKI Jakarta 2021 Rp 77,7 Triliun di Komisi Hanya Dua Hari
Selain itu, pembahasan yang baru dimulai pada November, rentan terhadap penyusupan anggaran-anggaran yang tidak jelas.
Hal ini disebut berpotensi sebagai ladang korupsi karena publik tidak bisa memantau. Padahal sebenarnya, DPRD DKI Jakarta bisa menggunakan teknologi seperti live streaming agar masyarakat dapat mengetahui proses pembahasan anggaran.
"Kita kan punya pengalaman tahun lalu ramai sekali ada item komponen anggaran yang kemudian disusupkan ke program kegiatan, ada lem aibon dan bolpoin yang nilainya puluhan miliar," ucap Misbah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.