Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar Korban Video Porno Tak Dikriminalisasi, Komnas Perempuan Anggap Perlu Perbaikan UU Ini

Kompas.com - 09/11/2020, 19:37 WIB
Vitorio Mantalean,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani menyinggung soal perbaikan 2 produk hukum yang selama ini kerap dipakai untuk mengkriminalisasi pemeran dalam konten porno, yakni UU ITE dan UU Pornografi.

"Satu hal yang harus dilakukan adalah, mari kita melihat ulang perbaikan yang perlu dilakukan terhadap perundang-undangan yaitu UU ITE dan UU Pornografi," ujar perempuan yang akrab disapa Yeni kepada Kompas.com, Senin (9/11/2020).

"Agar orang yang menjadi korban atas materi (bermuatan seksual) yang tidak diinginkan (tersebar) tidak dikriminalisasi," jelasnya.

Sebagai contoh, Nazril Irham alias Ariel, vokalis band Peterpan yang terlibat dalam kasus video hubungan seksual bersama selebritis perempuan, sempat dijerat UU ITE dan UU Pornografi atas tersebarnya konten porno itu.

Baca juga: Polisi Buka Kemungkinan Panggil Gisel Terkait Kasus Video Syur Mirip Dirinya

Lalu, pada tanggal 27 Januari 2011, Ariel divonis telah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah melanggar Pasal 29 ayat (1) Jo 4 ayat 1 UU Pornografi.

Pasal 29 mengatur soal ketentuan pidana atas pelanggaran Pasal 4.

Sementara itu, Pasal 4 ayat 1 UU Pornografi berbunyi "setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi secara eksplisit memuat: persenggamaan, kekerasan seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin, atau pornografi anak."

Padahal, dalam bagian Penjelasan di beleid yang sama, Pasal 4 tidak termasuk "membuat" konten porno untuk kepentingan diri sendiri.

Yeni memberikan gambaran, ada sejumlah dimensi yang terkandung dalam viralnya konten yang dianggap porno.

Baca juga: Soal Video Syur Mirip Artis Viral, Komnas Perempuan: Kita Cenderung Menyalahkan Korban, Bukan Penyebarannya

Kebanyakan orang dianggap tak peduli, bahwa konten sejenis itu mungkin saja dibuat tanpa kesepakatan dua pihak yang terlibat.

Atau, seandainya dibuat dengan kesepakatan kedua pihak, namun konten itu diproduksi untuk kepentingan masing-masing.

Berangkat dari sudut pandang ini, maka kejahatan yang sebetulnya bermula ketika terjadi penyebarluasan konten porno tanpa izin, sehingga orang yang wajahnya terekam dalam video macam itu adalah korban.

Masalahnya, perspektif yang berkembang nyaris selalu menyalahkan korban karena dianggap "memerankan" konten porno, atau membuat konten itu tersebar walaupun bukan si korban yang menyebarkannya.

Baca juga: Diduga Sebar Video Syur Mirip Jessica Iskandar, Tiga Akun Twitter Dilaporkan ke Polisi

"Kalau dulu masih ingat kasus penyanyi yang laki-laki, itu kan juga viral banget pada masanya. Itu adalah konten yang diproduksi untuk dirinya sendiri, dia tidak ada maksud untuk menyebarkan, ternyata ada orang lain yang menyebarluaskan," jelas Yeni.

Di luar itu, perbaikan juga dianggap perlu agar korban dalam tersebarnya konten porno dapat memperoleh upaya pemulihan yang dijamin oleh hukum.

"Karena begitu dia tersebar kan ada dampak ya, terutama dampak psikis dan dampak sosial yang sangat besar. Jadi upaya pemulihan itu harus kita sama-sama kuatkan," tutur Yeni.

"Apalagi kalau anaknya (korban) masih SMP atau SMA, kan itu akan memengaruhi hidupnya dengan sangat panjang," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com