Namun, berbekal dorongan kuat dari dirinya untuk senantiasa mewakafkan umurnya pada kerja-kerja kemanusiaan, ia tak kuasa menampik tawaran tersebut, kendati ada resah pula di dalam dadanya.
"Insyaallah amal jariyah, walaupun takut, Mas," katanya.
Baca juga: Meski Pandemi Covid-19, Tingkat Partisipasi di Pilkada Depok Ditargetkan Naik 21,5 Persen
Jalan yang ditapakinya tentu bukan jalan yang mulus. Ketika sistem penanganan Covid-19 belum tertata rapi, kendala meruyak di mana-mana ketika Wia menghadapi tugasnya.
Wia mengakui, ia butuh waktu buat meyakinkan suaminya ketika ia hendak menempuh jalan nasib sebagai relawan pemulasaraan jenazah pasien Covid-19.
Ia sempat bilang, dirinya tak akan selalu turun ke lapangan karena ada puluhan relawan lain yang siap berbagi tugas.
"Kenyataannya, di lapangan banyak yang enggak turun, karena mungkin sama, takut. Akhirnya dengan kondisi itu, terutama di daerah saya di Sawangan dan Bojongsari, saya cuma sendiri waktu itu," ujar Wia.
"Di tempat saya, sudah RS bingung, jenazah berjam-jam belum ada penanganan, dengan bismillah akhirnya saya turun juga."
Baca juga: KPU Depok Optimistis Genjot Partisipasi Pemilih, Sebut Warga Sudah Terpolarisasi
Pada akhirnya, ia pun harus senantiasa siap tatkala sewaktu-waktu dipanggil untuk menuntaskan kerja kemanusiaan itu.
"Sejauh ini saya belum pernah malam-malam keluar, tapi sering malam-malam ditelepon, jadi eksekusinya pagi. Teman lain ada yang jam 01.00 mereka keluar," kisahnya.
"Ninggalin anak, lalu nitipin ke tetangga, waktu itu sudah biasa mas."
Wia juga menceritakan, alat pelindung diri (APD) sebagai urusan paling dasar baginya ketika berurusan dengan jenazah yang infeksius itu pun, tak selalu tersedia lengkap.
Medio Oktober lalu, persoalan minimnya APD menjadi salah keluhan utama ketika 25 dari 36 relawan pemulasaraan jenazah pasien Covid-19 di Depok, memilih mundur dari tugasnya.
"Itu dulu, sebelum (pemulasaraan jenazah pasien Covid-19 diurus) di Dinas Pemadam Kebakaran. APD tidak kami pegang, melainkan ada di kecamatan," sebut Wia, menyinggung bahwa sistem saat ini relatif lebih baik dan terkoordinasi.
"Jadi misalnya ada yang kurang, entah sarung tangannya tidak ada atau sarung kaki, saya harus ambil ke kecamatan lain. Itu kan juga akhirnya memperlambat waktu," ujarnya.
Baca juga: [UPDATE] Sebaran Pasien Covid-19 di Depok Per Kecamatan, Terbanyak Kini di Sawangan dan Sukmajaya
Tak berhenti sampai di situ, ia juga mesti melahap caci dan maki dari keluarga korban Covid-19 yang serba tak terima dengan keadaan.