JAKARTA, KOMPAS.com - Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menjelaskan alasan Jakarta tidak meraih penghargaan "Kota Mahasiswa" atau "City of Intellect".
Guru Besar UNJ Hafid Abbas mengatakan, ada lima indikator dalam menentukan kota yang berhak meraih penghargaan City of Intellect.
Lima indikator itu adalah suatu kota mempunyai minimal tiga perguruan tinggi negeri/swasta berakreditasi A, aman, biaya hidup murah dan terjangkau, pencari kerja mudah mencari pekerjaan, dan mempunyai beragam daya tarik budaya serta seni dan alam yang manjadi magnet bagi wisatawan.
Menurut Hafid, Jakarta jatuh di dua indikator, yakni pada soal keamanan dan biaya hidup.
"Saya tanya Bareskrim Polri, per 16 menit, selalu ada kasus kriminal," kata Hafid kepada Kompas.com, Kamis (12/11/2020).
"Untuk biaya hidup, Jakarta juga paling mahal dibanding kota-kota lain (yang masuk 10 besar City of Intellect)," tambah dia.
Baca juga: Jakarta Tak Meraih City of Intellect, UNJ Jelaskan 5 Indikator Penghargaan
Kota Semarang meraih juara pertama penghargaan City of Intellect tahun ini. Jakarta berada di posisi nomor delapan.
Hafid juga mengungkapkan, Jakarta merupakan megacity dan tidak bisa dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia, sehingga hal itu berdampak pada anjloknya indikator keamanan dan biaya hidup.
Baca juga: Megawati: Jakarta Seharusnya City of Intellect, Ini Jadinya Amburadul...
Megacity ialah kota besar dengan lebih dari sepuluh juta penduduk. Berdasarkan data BPS pada 28 September 2020, Jakarta memiliki 10.644.986 penduduk.
"Namun, saya berharap, pembangunan di Jakarta makin baik. Contoh baiknya ada pengelolaan sampah menjadi energi listrik," kata Hafid.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.