DEPOK, KOMPAS.com - Pihak SMAN 6 Depok membantah tuduhan intoleransi dan pemakaian sentimen agama di balik kontroversi pemilihan ketua OSIS yang viral di media sosial.
Dalam kontoversi yang merebak di media sosial, ada pihak menuduh pemilihan ketua OSIS SMAN 6 Depok akhirnya diulang karena pemenangnya bukan beragama Islam.
"Saya pastikan bukan itu, itu isu lah, biasa itu dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu lah yang merasa tidak nyaman. Saya pastikan tidak ke arah sana," ungkap Kepala SMAN 6 Depok, Abdul Fatah kepada Kompas.com, Kamis (12/11/2020).
"Jangan diarahkan ke sana, itu salah sekali. Kita juga kaget, kok bisa begitu mengarah ke sana. Tadi pagi juga tenang-tenang saja tidak ada masalah apa-apa," jelasnya.
Baca juga: Kepala Sekolah Bantah Isu Intoleransi dalam Pemilihan Ketua OSIS di SMAN 6 Depok
E, kandidat yang memenangi pemilihan ketua OSIS SMAN 6 Depok pada akhirnya mengundurkan diri secara resmi ketika pemilihan diputuskan diulang.
Dalam pengakuannya di akun Instagram, E menyebut keputusan itu ia ambil lantaran "terdapat prinsip-prinsip yang tidak sesuai untuk melakukan pemilihan ulang".
Kompas.com berbincang dengan Wati, Kepala Seksi Acara Panitia Pemilihan Ketua OSIS SMAN 6 Depok untuk meminta penjelasan pihak sekolah.
Senada dengan kepala sekolah, Wati menepis sentimen keagamaan di balik pemilihan ulang, sebagaimana yang beredar di media sosial.
"Screenshot itu terkait dengan guru agama. Itu potongan WhatsApp pribadi di antara guru agama dengan siswa, antara anak dengan anak, tetapi tidak membicarakan masalah pemilu. Jadi masalah membicarakan sudut pandang mereka diskusi sendiri di WhatsApp lalu mencatut nama guru agama," ungkap Wati kepada Kompas.com.
"Konteksnya bukan pemilu, tetapi diskusi masalah memilih pemimpin dari sudut pandang mata pelajaran agama Islam, dan itu dipotong. Kita sudah klarifikasi ke guru agamanya dan anak yang WhatsApp itu juga sudah kita minta klarifikasi," lanjutnya.
Wati bercerita, sistem pemilihan ketua OSIS yang sudah berjalan selama ini dilakukan secara langsung.
Tahun ini, karena pandemi Covid-19, pemilihan digelar secara daring penuh.
Baca juga: Menunggu Sanksi untuk Guru SMAN 58 Jaktim yang Bertindak Rasial...
Sekolah memanfaatkan aplikasi buatan siswa-siswi peserta ekstrakulikuler teknologi informasi untuk pemungutan suara.
Wati bilang, ada berbagai kendala jelang hari pemilihan pada Selasa (10/11/2020) lalu, karena aplikasi itu belum diuji coba.
"Kami minta seminggu sebelumnya untuk divalidasi dan dicari kemungkinan kebocoran atau kelemahan dan sebagainya, tetapi anak-anak itu baru menyerahkan aplikasi ke operator sekolah itu H-1," ungkapnya.